Senin, 11 November 2019

Pentingnya Berfikir Rasio-strategis dan Relevan-strategis: Studi Kasus Konstra-produktif Gerakan Dakwah 000 Unsur Masyarakat dan Mahasiswa Beji Depok



Konsep dakwah yang disampaikan generasi 000 dewasa ini cukup mengalami dekradasi dalam strategis dakwah. Mereka kerap terperangkap dalam pengaruh tekanan global dan tatanan gerak jama’ah (team culture) tempo dulu. Sehingga abstraksi pendapat dari generasi milineal yang lebih memengang kendali pada luar teknis tidak berperan.
Degradasi dapat dilihat dari surutnya upaya untuk bernarasi dengan penguasa atau mayarakat umum. Hal ini terjadi didorong sebab eksternal dan sebab internal. Dorongan eksternal/luar didominasi oleh upaya negara atau penguasa dalam meredam pengaruh 000 lewat UU ormas. Sehingga forum-forum publik negara menjadi keniscayaan yang terlarang untuk digunakan. Dinamikanya, sejak UU ormas diberlakukan terlihat perkembangannya cukup signifikan dalam pembahasan khilafah di media-media maenstream, namun tidak lagi mengikut sertakan aktifis 000.

Degradasi dari internal/dalam tentunya adalah kemapuan berfikir strategis yang masih belum matang. Beberapa narasi aktifis 000 masih terlihat konvensional dan terlabel eksklusifitas. Sehingga ruang-ruang publik tidak terbuka untuk suatu diskusi yang dinamis. Ketidak-relevanan itu terbentuk dari bayangan mabda yang digambarkan oleh aktfis 000 tidak dibarengi dengan kemampuan strategis dan rasional dari pikiran publik secara umum. Sehingga berdampaknya irrasional bagi oleh yang tidak memahami mabda/ideologi Islam secara mendetil sehingga tidak membuka kemungkinan terjadinya dialegtika yang mengarah ke relevanitas mabda Islam.
Tentu degradasi internal ini tidak semata-mata pada pengetahuan hanya dua ideologi yang saling bertentangan tetapi narasi strategis dalam menyampaikan. Transfer knowledge (pengetahuan-pengetahuan mabda) tidak terjalin dengan sempurna dengan kurangnya informasi yang akurat hanya akan menimbulkan kesalah-pahaman. Kesalah pahaman inilah yang diperkuat elite negara untuk mempertahankan ideologi/mabdanya. Sehingga keluarnya UU ormas adalah bentuk upaya penghambat memungkinkan penyebaran narasi-narasi strategis yang dapat mengubah pandangan masyarakat.
Kasus aktifis 000 di Depok terutama Beji cukup kompleks. Di dalamnya terdapat unsur masyarakat dan mahasiswa yang seharusnya memiliki pendekatan berbeda. Pendekatan unsur masyarakat melalui pendekatan pragmatis religius sejalan dalam penerapkan pola gerak yang sudah konvensional. Beberapa individu masyarakat tidak terlalu berfikir mendasar terhadap pergolakan puralitas pemikiran yang berkembang saat ini. Namun, berbeda dengan mahasiswa yang stuck jika melalui pendekatan yang sama.
Pendekatan konvensional ini tentu lebih memiliki pedoman gerakan yang sebelumnya telah terkristalisasi. Sehingga arah gerakan tidak berbeda jauh dari sebelumnya dan narasi-narasi yang dibangun lebih pada pendekatan sosial religius. Berfikir secara mengakar di sini tidak terlalu dikedepankan, namun lebih pada aktifitas teknis. Sebar nasroh, dauroh, dan diskusi menjadi hal cukup ampuh dilakukan secara teknis.
Secara hegemoni social interest kondisi masyarakat Beji depok cukup statis. Mungkin mereka relevan dengan zona nyamannya dan bisa jadi mereka tidak cukup punya kemampuan untuk memahami zona perubahan sistem yang jauh lebih nyaman. Sehingga pola-pola fikir tertentu tidak membuat golongan masyarakat dinamis untuk aktif dalam gerakan 000. Abstraksinya bisa terlihat dari bagamana aktifis 000 merangkul masyarakat yang tersentuh dengan pendekatan yang tidak terlalu mengakar. Diantara pendekatan itu adalah pendekatan sosial pragmatis, sosial kulturistis, social religion sentris, dan masih banyak lagi. Jika akar pemikirannya kemudian dibenturkan dengan pemikiran liberal atau sosial, mereka tidak akan cukup mampu untuk mempertahankan argumentasinya kecuali dengan jawaban keimanan dan nash-nash ayat suci untuk mendaulatkan pemahamannya.
Jika berbicara potensi sungguh sangat mungkin. Kesadaran masyarakat terhadap kondisi kekinian dapat memicu pergolakan yang dinamis dalam dimensi berfikir yang berbeda. Hanya saja tidak butuh hanya kemauan dan kelapangan dalam menerima transfer knowledge ini.
Berbeda dengan mahasiswa. Mahasiswa memiliki suatu cara fikir jernih terhadap arah perubahan. Kontaminasi masalah ekonomi, social, dan kepentingan politik belum terlalu merasuki. Gaya berfikirpun lebih mengadopsi bentuk yang relevan dari beberapa pengalaman yang ada. Globalitas dan modernitas yang ada tidak terdiri dari mahasiswa yang berasal dari suatu sudut pandang yang homogen. Pluralitas dari sudut pandang mereka sebenarnya tidak menghalangi terjalinnya tukar tambah pemikiran, hanya saja pendekatan yang cukup beragam. Karena rata-rata diantara mereka masih terbuka untuk mendengarkan pendapat dan pengalaman generasi milenial maupun old.
Nah pentingnya berfikir rasio-strategis dan relevan-strategis harus diterapkan dalam dunia kampus. Jadi tidak cukup dengan tindakan teknis yang berisi pemikiran konvensional yang bisa dibilang tidak relevan lagi. Rasio dan relevan cukup berbeda karena pada kenyataannya suatu sudut pandang yang rasional belum tentu dapat mengubah apalagi menggerakkan seorang individu. Butuh pemikiran yang menyentuh kerelevanan yang teradaptasi sehingga transfer mabda menjadi dinamika umum di lingkungan kehidupannya.
Umumnya yang terjadi adalah ketika mabda itu ditransfer berhasil terjadi pergulatan yang hebat dalam diri mahasiswa yang setidaknya menghasilkan dua opsi. Pertama, tetap memegang mabda sementara lancar beradaptasi dengan lingkungan kampus dengan bertopeng mabda lain (liberal). Kedua, tetap memegang mabda sementara kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kampus.

To be continue..... ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar