Kamis, 26 Mei 2022

Hati Sejauh 439km




Kadang kita lupa esensi kehidupan ini. Fokus dengan masalah kehidupan kita lupa akan eksistensi kita sebagai mahkluk. Ingin rasanya teriak, karena aksistensi itu tidak ada lagi. Berganti menjadi manusia cinta dunia dan takut mati. Suatu ketika istri meminta aku untuk membinanya. Dia meminta aku menyampaikan sedikit kuliah singkat tentang Islam. Tanpa disadari itu peristiwa pertama dan tidak pernah terjadi lagi hingga usia pernikahan mendekati dua tahun.

Saat ini istri udah menjadi orang lain. Dia punya kesibukan. Dia punya rahasia yang aku ngak boleh tahu. Dan dia punya hubungan spesial dengan rekan kerjanya. Ini merisaukan. Menulisnya saja membuat jantungku tak kuat menahannya.

Aku pelepas dia bekerja..... bukan, lebih tepatnya itu keputusan kita. Kalau dilihat dari asal usulnya memang kebutuhan akan materi. Hal ini sudah saya tuliskan dicatatan sebelumnya. Intinya pekerjaan itu menjadi kehidupannya saat ini.

Tanpa aku sadari aku sudah menikah dengan orang yang keras. Keras karena baginya pekerjaan itu lebih utama. setidaknya lebih utama dari pada suaminya. Bahkan dalam salah satu chat dia bilang aku ini tekanan. aku hanya halangan yang menggangunya. Suami adalah halangan bagi istrinya. "Jadi masalah kerjaan tidak usah ikut campur" mungkin itu yang terkandung dalam maksudnya.

Sebagai suami, aku tidak boleh tau bagaimana pekerjaannya apa apalagi prosesnya. Hati yang kuat. sekuat baja yang kokoh tak terbendung. Hati yang jauh sejauh 439km


Menengadah pada hati sejauh 439km

terhampar jiwa yang terpasung angan

terlalu mudah menerima pikatan alam

birokrasi lebih utama siang malam


menelan pil pahitnya rasa sesak

pil itu sudah mengakar sedu sedan

Tak terlihat lagi

jiwa islami yang dulu kini berkelip


terkikis kecurigaan yang berarti

menukil hati yang sudah bertuan

emoticon rasa diabaikan jangan

sudah malu pun tak bertuan


suatu suratan tak bertepi

akhir yang indah pun mati

tak ada yang abadi

jika pun rasa ini harus mati

biarkan mati


Selasa, 24 Mei 2022

New Normal Kita


 Tak habis aku memiliki kegundahan. setiap detik bahkan setiap saat rasanya ada yang mengganjal jika istri ada di luar rumah. entah perasaan apa ini??

Yaah, sudah hampir genap dua bulan istri menjadi cpns di sebuah lembaga pemerintahan di Jakarta. Ditambah dia sering mobile tugas ke sana ke sini. Lingkup perjadin-nya hingga ke Papua dan wilayah2 beberapa provinsi di Indonesia. Hal ini membuat aku tidak bisa mengontrol apa lagi melakukan pembinaan. Dimana fikiran istri masih liar akan kebutuhan hidup yang tidak seimbang.

Harus bagaimana mengatakannya, sikap istri saat ini sudah ngak ada keramahan cinta. kadang lebih excited ngomong sama bos nya dari pada sama suaminya sendiri.

Pagi ini, malam tadi aku telpon istri yang masih bersikap datar bahkan ngak tau aku apa aja yang dia lakukan seharian. ketika ditanya jawabannya pendek sependek jawaban PNS di puskesmas.


Eng ing eng . . .  .

Sudah lama aku tidak menulis. Aku rindu blog ini. tempat dimana asa dan cita dicurahkan dengan spontan. walaupun tulisan yang ngak jelas kemana perginya namun menjadi ekspresi aku sendiri yang paham bagaimana memaknainya.

Aku ingin bercerita tentang kehidupan ini yang sudah tidak penah menjadi enak. Kehidupan manusia yang tergoda dengan hawa dan nafsunya termasuk aku. Menjadikan semuanya basi tak berarti untuk fikiran akan kehidupan setelah mati.

Imaginasi kebahagiaan itu adalah sesuatu yang misteri yang berupa sesuatu yang tidak kita ketahui. Padahal ketika kita ada dalam ruang imaginasi itu ternyata tak sebahagia sebagaimana kita bayangkan. Dulu aku mengimaginasikan masuk UI. Namun, ketika sudah menyandang predikat sebagai mahasiswa UI terjadi tidak sebahagia yang aku imaginasikan sebelumnya. Entah karena aku kurang bersyukur atau memang aku merasa tidak ada artinya senang diatas kaki yang goyah.

Hari ini terjadi lagi. Aku mengimaginasikan istri kerja. Karena istri seperti bosan dirumah, tidak betah ngapa2in, malah cendrung menghabiskan waktu untuk hal yang tidak penting. Sementara pekerjaan rumah terlaksana jika hanya ada mood. Karena sering moodnya kurang baik, maka rumah tak jarang dalam keadaan tidak ada makanan bahkan suatu ketika memang tidak melakukan apa2. Jadi aku berfikir kalau istri juga bekerja dan pekerjaan rumah bisa digantikan oleh ART atau kita kerjasama.

Yaah, nasi sudah jadi bubur. Sekarang istri bekerja namun ada rasa was-was pada istri. Terkait interaksinya dengan tidak mahramnya atau bagaimana mensiasati naik krl tapi ngak penuh. Lebih parah lagi, dia lebih sering keluar kota. Beda dengan aku yang bahkan tidak pernah (ngak mau juga sih). Dia punya jadwal rutin dalam 2 minggu 5-6 hari di luar kota.

Ini diluar imaginasi aku. Aku bayangkan bakal berusaha bersama berangkat kerja. Namun nyatanya tidak. Seperti sekarang aku seperti kembali menjadi aku yang lama. Dimana ilhamdi yang lama pulang ke rumah tapi tak bisa disebut pulang karena dirumah tidak ada siapa2.

Aku rindu Lusi yang lama. Selalu dapat aku jumpai di rumah. walau rumah tidak diberesin, walau tidak ada makanan saat aku pulang, itu masih mending. Daripada aku pulang tapi tidak ada nafsu makan sama sekali hingga ngak makan sama sekali T_T.

Hari ini pertama kalinya Lusi ingin cerai. Dia mengaku tertekan. sekedar informasi, aku menulis ini kemaren hanya beberapa paragraf namun sekarang aku sempurnakan. 

yah cerai, suatu kata yang berulang-ulang aku tawarkan tanpa niat namun dilontarkan pada aku dengan niat. Berat meneruskan kata-kata dimana ucapanku tidak dianggap ketetapan bagi dirinya. Dia menawarkan cara berfikir yang tidak bisa aku terjemahkan kebentuk yang simple. intinya dari yang saya pahami, istri saya ingin saya tenang2 aja dan percaya sama dia. Padahal beberapa kali saya ingin ada waktu untuk menanyai kabarnya. Bahkan malam2 yang saya rasa bisa bicara lepas dengannya namun jawabnnya tidak se-excited dengan boss nya. bahkan pertanyaan-pertanyaan aku dijawab dengan jawaban hampa.

Kadang meluruskan niat nikah sebagai sarana ibadah tidak semudah kata-kata. Ketika kita tidak punya apa-apa, ada fikiran materil yang perlu untuk diwaspadai. "Jika suami tidak ada, Istri akan ditinggali dengan apa?". Bagaimana hidupnya? bagaimana anak keturunan? Memang ini menjadi pertanyaan mendasar ketika kita sudah hidup dikehidupan realistik. Aku saat ini tak bisa menjanjikan apapun dengan gaji pokok 2,5 juta dengan status pegawai kontrak T_T. Nyaris tidak terbayang bagaimana melanjuti kehidupan setelah melihat fakta ini. Alhamdulillah memang saya dapat tambahan sana-sini. pergi ngajar, ngajar online, sampe ngajar private aku jabanin. Tapi tidak pernah besar dan tak pernah cukup. Dihadapan orang, gaji aku hanya receh, apalagi untuk biaya beli rumah. Gaji itu nyaris tidak ada artinya. Ya, karena kita masih ngontrak, sudah pindah sana sini dalam kurun waktu 2 tahun ini. Beli rumah adalah kebutuh primer untuk dilengkapi segera. 

Setelah peristiwa ini sepertinya kehidupan kita tidak sedikit bergeser. Namun bergeser 180 derajad. Entah kami bisa bertahan, entah akan menunggu semua terurai.