Selasa, 25 Februari 2020

Integrasi Islam ke dalam Pancasila?


Kontrovensi usulan “salam Pancasila” membuka ruang diskusi publik. Ada hal yang ganjil dalam urgensi negara untuk mengatur urusan bermasyarakat sampai pada masalah salam. Namun, jika dilihat dari akar masalahnya, BPIP memiliki niat baik dalam menatap ruang publik yang harmonis dengan nuansa Pancasila. Namun yang menarik adalah, analisisnya tentang Pancasila bagian dari Islam yang bisa berintegrasi dengan budaya keislaman yang mayoritas di Indonesia. Namun, pertanyaannya adalah apakah Islam juga bagian dari Pancasila atau setidaknya dapat berintegrasi dengan asas dan nilai Pancasila?
Pada umumnya banyak yang berpandangan bahwa Islam adalah sistem nilai yang universal. Jika dilihat lebih detail Islam ternyata bertentangan dengan nilai-nilai asas dalam Pancasila. Pada sila pertama saja contohnya. Butir-butir Pancasila menjelaskan penghomatan keberagaman dengan pendekatan pluralisme agama dan lingkup agama yang dinilai hanya dalam ranah private. Jelas ini tidak sesuai dengan Islam yang menganut tolerasi pluralitas dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup (way of living).
Islam mengakui dan menghormati keberagaman namun dalam bentuk tidak mengganggu ibadah agama lain.  Meskipun sebagai pemegang kekuasaaan mayoritas di Indonesia, Islam juga harus menfasilitasi ranah ibadah baik sarana maupun prasarana. Tidak pada penghormatan dalam mengakui kebenaran agama lain baik dalam bentuk ucapan maupun simbol. Ucapan yang dimaksud termasuk pengakuan terhadap hari besar umat agama lain dan penggunaan simbol-simbol agama lain. Rasulullah Muhammad saw sangat hati-hati dalam mengintegrasikan Islam dengan suatu budaya yang telah dimiliki oleh penganut agama lain lain. Hal ini terlihat ketika Rasulullah menemukan cara terbaik untuk menyerukan panggilan sholat fardhu. Dan Rasulullah pun tegas dalam suatu hadis melarang ummatnya meniru atau menyerupai bantuk-bentuk budaya kaum agama lain.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)[1]


Islam tidak pula mengakui agama hanya urusan private. Muslim dalam Islam adalah mahkluk sosial yang harus berintegrasi dengan aturan Tuhannya yang mengatur urusan publik. Banyak urusan publik yang menjadi budaya populer dalam masyarakat muslim. Seperti tatacara perhelatan pernikahan dan kematian yang cukup familiar. Namun disamping itu juga terdapat aturan yang fundamental dalam hubungan individu dengan tatanan sosial dalam aturan Islam, seperti pentingnya zakat. Dan banyak aturan-aturan lainnya yang cukup memiliki akar yang jelas dan pernah dicontohkan oleh suri tauladan Rasulullah, Muhammad saw.

Jadi, Islam hanya mengakui Allah sebagai Tuhan dan tidak mengakui Tuhan-tuhan selain Allah swt. Secara kausal organis, hal ini berdampak juga pada pengakuan pada aturan Tuhan tanpa mengakui aturan salain aturan Tuhan. Sehingga Islam belum tentu sejalan dengan asas dan nilai pancasila. Namun, bisa jadi beberapa nilai dalam asas pancasila memiliki kesamaan dengan nilai Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab


Senin, 24 Februari 2020

Narasi Hidup


Kadang kita tidak berada diposisi bisa memilih. Di lain sisi, beragamnya pilihan mereka membuatnya bisa me-elaborasi kehidupan ini. Tapi kita sama2 terkurung pada satu tujuan yang ada. kenapa Ngak kita?
Haruskah akal ini kita cabut?
Karena ternyata hidup ini hanya butuh insting. -_-)
Buyut kita hanya mengingatkan agar tidak menjadi sapi pekerja. Saya benci mengatakannya, tapi saya merasa mungkin lebih buruk dari itu. Substansi saya sebagai manusia akan menghilang dan potentially penghambaan pada-Nya pun akan memudar. Namun, apa pilihan yang saya punya, NOTHING!!!
....
Tapi saya cukup senang menikmati beberapa individu generasi ini bersama ikigai-nya. Dia seolah menari dengan cantik dengan bakatnya diatas canvas. Membuat saya iri. Ya, sangat iri. Semoga Anak/Adek Didik saya seperti beliau2 itu yang menikmati substansi diri sebagai manusia ^_^)