Minggu, 05 Februari 2012

Dosenku, oh Dosenku


Dosen adalah orang tua bagi mahasiswa di kampusnya, tanpa dosen proses belajar mengajar tetap berjalan di kampus karena dosen bisa saja meninggalkan tugas ataupun nitip salam buat mahasiswanya dari luar negeri. Kadang hal itu sangat disayangkan tapi, apalah pentingnya belajar dengan dosen kebanyakan semua mahasiswa sependapat yang penting itu nilai bagus dan lulus cum laude. Selama hak dan kewajiban masing-masing sama-sama tidak tebebani proses kuliah akan berjalan dengan keinginan bersama juga. Nah, jika kita bercermin dengan hal-hal biasa seperti sudah kebudayaan umum maka suatu pertanyaan yang perlu saya ajukan “ apakah selamanya kita akan menjadi orang yang biasa?” mengapa kita tidak pernah menuntut dosen untuk selalu hadir disetiap jam kuliahnya. Bukankah saat dia mengajar sama dengan mengajarkan masa depan pada mahasiswanya.
Dosen universitas negeri maupun swasta mempunyai kebiasaan yang sama, tetapi dalam suatu hal mereka tetap sebagai orang yang berbakti bagi tanah air karena bersedia mengajar bagi penerus bangsa. Tetapi sangat di sayangkan jika kebaktiannya dilakukan setengah-setengah. Bukti kebaktiannya setengah-setengah adalah selalu bolos pas ngajar dengan mementingkan agenda lain dari pada mengajar. Bukankah mengajar itu hanya 2 jam lebih sedikit, kenapa harus sampai bolos?
Suatu kali saya bertemu dengan 2 orang dosen sebut saya namanya dosen B dan dosen Y. Saya nilai sebagai sesuatu yang membuat ketimpangan sosial. Berikut yang membedakan ke dua dosen:
1. Dosen B
Dosen B merupakan dosen yang tampil sederhana dan tidak menyolok karena memang dia adalah dosen yang humble. Beliau orangnya suka merespon dan menerima bahkan meminta respon dari para pelajar, apalagi saat belajar bahasa sumber beliau tidak memahami materi itu sendiri, dia meminta pelajar untuk membaca, menuliskan, melafaskan, dan tentunya menugaskan. Semua yang dilakukan beliau menunjang pelajar untuk dapat memehami materi pelajaran. Beliau termasuk jenis orang yang serius dalam belajar tapi santai dalam penyampaian, dengan berlahan tapi pasti dapat memberikan semua materi yang dibutuhi oleh pelajar walau kadangkala tidak semua dapat ditangkap dengan baik. Dosen B mempunyai nama yang baik difakultas dan khususnya di prodinya dan juag mempunyai banyak fans di kampus yaitu para mahasiswanya. Banyak pelajar yang senang pada dosen ini disamping pintar, beliau juga pandai berinteraksi dengan pelajarnya seperti menjawab pernyataan ini “ apa yang mahasiswa butuhkan, itu yang saya berikan”. Tolerans dengan nasib pelajarnya seperti telat, bolos, bahkan kemampuan menyerap pelajar dalam pelajarannya.
Beliau orangnya aktif di luar kelas sehingga hal itu membuat sang dosen sering bolos gak ada kabar dan sering telat saat mengajar. Dilain hal beliau orangnya tidak pernah membuat joke atau sesuatu yang membuat kelas itu lebih hidup lagi. Keseriusan beliau pada materi pelajaran tidak melihat psikologi pelajarnya. Beliau kurang menguasai materi dan pelajaran dan memang bukan bidang pelajarannya.
Dosen B merupakan dosen pintar dalam mengajar dan peduli pada kemampuan pelajarnya. Pintar mengajar bukan berarti mampu mengajar sesuatu yang tidak beliau kuasai, peduli dengan pelajarnya maksudnya peduli dan tolerans dengan kemampuan pelajarnya sehingga tercermin dari gaya mengajarnya dan tugas-tugas yang diberikan.
2. Dosen Y
Dosen Y merupakan memiliki kesamaan dengan dosen B yaitu sama-sama humble hanya saja dia juga humble dalam memberi pelajaran dikelasnya. Kesederhanaannya dalam menyampaikan materi yaitu terlalu fokus sendiri dengan materi yang dia sampaikan hingga lupa pada mahasiswa yang tidak mengerti akan materi yang beliau sampaikan. Beliau sebenarnya ingin menerima tanggapan dari materi yang telah di sampaikan cuma karena sebagian banyak pelajar memilih tidur dan tidak memperhatikan pelajaran yang beliau terangkan. Kejenuhan, kebosanan, dan ngantuk itulah yang mengisi otak dari para pelajarnya. Apakah ini berhubungan dengan mata pelajaran yang beliau sampaikan atau bahkan berkaitan dengan kemampuan dari pelajarnya dalam menerima pelajaran tetapi yang jelas hampir semua pelajarnya merasakan hal yang sama.
Jadi dari kedua dosen yang saya teliti saya menarik kesimpulan bahwa mahasiswa butuh dosen yang bisa menyampaikan materi dengan baik dan peduli akan kemampuan mahasiswa dalam menyerap pelajaran, bukan malah dosen yang mampu memberikan pidato materi tetapi layaknya khutbah jum’at yang membuat pelajar merasa ngantuk dan akhirnya malah ketiduran.