Senin, 18 November 2019

Hong Kon in Riot

Memasuki minggu ke 24 dari kerusuhan Hong Kong, cukup menjadi trending topic secara global (beda dengan indo yang suka menutup-nutupi berita). Sejumlah pelajar dan masyarakat yang menolak UU ekstradisi yang disah kan. Namun hingga saat ini UU ekstradisi belum di cabut. Carri Lam sebagai kepala eksekutif Hong Kong masih menolak untuk dicabutnya UU tersebut.

Bahaya UU tersebut berawal dari kasus pembunuhan oleh warga pria Hong Kong terhadap pacarnya sendiri di Taiwan. Namun si pria selamat kerena berhasil lolos dari UU China. Namun, penerapan UU ekstadisi juga mengalami hal yang buruk dalam perspektif warga Hong Kong yang kemudian bisa saja dijadikan objek hukum dari UU China. Seperti contoh seorang pemilik toko buku bisa ditangkap karena menjual buku yang mengkritik pemerintah bahkan dikaitkan dengan membukan toko ilegal seperti kesaksian Lam Wing Kee yang sempat akan ditangkat tahun 2015.

Hong Kong memiliki sistem hukum berbeda sejak ditinggalkan oleh Inggris 1997. Setidaknya UU ekstradisi itu akan berlaku UU China yang di nilai tidak bisa melindungi warga Hong Kong. Terlebih lagi ada ideologi yang berbeda antara Hong Kong yang demokrasi liberal dengan China yang lebih ke komunis liberal. Bagi warga pro demokrasi seperti Hong Kong tidak lebih UU tersebut adalah bentuk dari pembudakan warga Hong Kong dari UU China.

Sebab itu lah Hong Kong yang di antaranya pelajar terus melakukan aksi protes untuk mencabut UU tersebut. Hampir memasuki satu semester sangat sulit dibayangkan bagaimana pelajar dan mahasiswa tetap terus konsisten menolak UU tersebut dengan meninggalkan hak dan kewajibannya dalam belajar.


Aksi yang terjadipun tidak sesederhana yang pernah di alami oleh Indonesia. Karena jika dilihat aksinya chaos dan terstuktur dengan baik. Ada pembagian kerja, ada persiapan yang matang, dan ada system comando yang satu. Seperti contoh beberapa pelajar tanpa dibagi fungsinya ditengah aksi. Seperti sebagai pemadam dari tear smoke (police Hong Kong more professional than Indonesian). Indonesia using tear smoke dengan unsur kimia tertentu yang secara hukum internasional dilarang digunakan (bagi yang  pernah aksi taulah "Bangsat"-nya polisi Indonesia).
Jadi kita lanjutkan bahwa ada pemnbagian kerja yang saya cukup kagum dengannya. Seperti bentrokan minggu lalu yang sempat terkepungnya universitas Hong Kong dan Politeknik University. Para protestant sudah mempersiapkan segala hal dengan pembagian kerja semua dengan cepat terlaksana. Seperti supply amunisi bom molotov, ruang logistik (menggunakan ruang kampus), posisi strategis (seperti diatas gedung), serta membuat blokade dan menyusun batu ditengah jalan dalam upaya menghambat jalut lintas polisi.

Sistem komandonya pun tidak kalah bagus. Dimana beberapa kalu sempat melakukan aksi secara damai. Tetap dalam satu upaya tidak terpisah dari issu yang ingin disampaikan. Selain itu yang lebih menarik adalah adanya upaya meminamilisir anggota yang terpisah dari kelompok dan penyelamatan anggota yang hampir tertangkap.
Dan yang terakhir adalah adanya kesiapan yang matang. Tiap individu tidak ikut aksi dengan persiapan dengkul doank (kasar banget kayak Indonesia, yang bisanya tereak "*KRI Harga Mate"). Beda dengan pelajar Hong Kong mempersiapkan masalah keamanan dirinya secara individu sangat baik. Beberapa hal yang jelas terlihat adalah
1. Payung
2. Marker (penutup wajah agar tidak dikenali)
3. Helm
4. Shield (pelindung mata dari tear smoke)
5. Air minum
6. Ransel punggul kecil
7. Obat2 pribadi dan P3k
8. Pelindung telinga
9. dll

Bisa saudara banyakkan sendiri begitu rapinya persiapan mereka untuk aksi ini. Luar biasanya lagi ada rasa yang sama diantara mereka dalam menolak UU ketradisi tersebut sebagai landasan ideologi liberal yang menjadi ciri dari masyarakat modern saat ini. Saya merekam beberapa foto semoga dapat menggambarkan ^_^.
Gambar yang terakhir ini adalah salah satu komando yang didasarkan satu rasa yang sama. Jadi demonstran merusak beberapa perusahaan yang berpihak pada pemerintah atau mengkritik pada demonstran secara tidak objektif. Di atas adalah sebuah restoran Maxim's Food Chain yang habis di rusak oleh para demonstrans (yeee, kok saya senang ya ^_^). Singkat ceritanya cuma berawalan dari anak founder Maxim mengkritik demonstrans dan dianggap radikal dalam kritik tersebut. Jadi pelajarannya buat Founder hati-hati ngomong jangan nyakitin orang yang sudah tersakiti oleh penguasa seperti yang terjadi di Hong Kong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar