Minggu, 21 Februari 2021

Tepat 1 jam lagi

 Tepat satu jam lagi sampai ufuk kelihatan sediki


t sebagai tanda hadirnya subuh untuk jiwa yang tenang. Tak terasa waktu 5 jam di luar itu singkat. walau agak ngantuk dikit, yah ngak papa lah. Biasanya aku habiskan waktu dengan istri, sekarang harus diluar nemenin kucing tidur. Ngak percaya? Aku ambil gambar dulu..

..

Itu sudah aku posting, cuma kurang referensi waktu dan letak secara google map. Udah lah, aku juga ngasih tau aja. Entah untuk apa tulisan ini aku buat. Setidaknya ada waktu yang tersisa barang nulis sedikit saja.


Beberapa hari ini aku suka ngak punya waktu. Karena multi job dan ekspektasi yang besar terhadap income. Namun semakin aku berusaha, tampaknya tidak juga menutupi dan masih jauh dari yang lain. Mungkin rezeki itu sudah ditakdirkan, tapi aku yakin rezeki aku lebih banyak lagi, karena Allah tau aku.


Banyak kebiasaan yang tidak lagi ak ikuti. Bahkan aku bisa2nya berbaur tapi dengan cara pandang yang jauh berbeda. Masa bodo lah, normal live itu kehendak dan impian semua orang. Jika melihat kebelakang aku memiliki ekspektasi yang besar untuk kehidupan baru. seperti yang aku bilang, saat ini aku hidup bukan lagi untukku saja.


Cuaca di kavling saat ini udah ramai, hujan awal bulan pun sudah turun. Bencana banjir yang ditunggu kedatangannya di awal bulan, ternyata absen hingga akhir bulan ke dua. Setidaknya siklusnya mengalami kemunduran. 

Apa kabar indonesia yang angkuh dan sombong. Aku tak lagi ambil pusing dengan mu, bukan ngak mau. Narasiku habis. Aku juga lelah hidup tanpa teman. Semoga ini jadi takdir kita. Dan kamu jadi takdir bagi kita semua.

Oh ya, aku bercerita tentang banyak hal. Tapi aku takut memulainya karena setiap cerita bakal ada narasi yang tidak aku inginkan. Lebih baik tidak aku ceritakan, toh lagian tak akan ada yang berbahagia dengan cerita itu (hukum perfect number)

Adakah yang mau mendengar ceritaku: setidaknya aku tak sendirian. Aku sudah berfikir akan banyak hal. Cuma fikiran mendasar membuat aku agak jumud dengan realitas yang monoton. Cara fikir itu banyak, jadi jangan sekali-kali menyederhanakan cara berfikir. Bisa saja kamu tak memikirkannya, atau kamu terlalu dangkal melakukannya.

Saat ini saya akan mengilustrasikan manusia saat ini tiba2 menjadi makhluk yang tak berakal. Coba tebak apa yang terjadi? Tentu, kesadaran kita sebagai manusia hilang. Tak bisa membedakan baik benar,, tidak pula bisa tau aurat itu ada. Dan seketika kehidupan ini berubah membentuk kehidupan hewan. Hidup hanya dengan ketergantungan pada insting dan naluri untuk hidup.

Populasi 6 M itu bisa saling pukul, bunuh, dan melakukan hal yang mencelakakan dirinya sendiri. Jangankan tau akan survival, atau prosedur tertentu, bahkan namanya dia tak tau dan tak memiliki identitas apa2 kecuali kulit, rambut, dan postur tubuh yang membuat mereka berbeda.

Tahukah kamu ada satu yang tak hilang dari mereka, kasih sayang ibu pada anaknya. Meskipun akal ini tak ada naluri dan insting ibu selalu memiliki rasa afeksi. Bisa aku katakan, kasih sayang itu tak perlu akal Karena dia yang kadang membuat akal tak menentu. Tuhan telah memberikannya pada kita, kita tau apa yang terbaik disaat-saat akal tak bisa menyeleksi problematika. 

Teman2 dimana pun kita hidup, aku tidak bisa lepas dari kasih afeksi ibu. Meski kadang aku memikirkannya atau ibu tak memikirkannya aku merasa terbuang dalam kesendirian