Jumat, 09 Desember 2016

Kenapaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

Hmmm, aku hanya ingin jujur dalam menulis dan tulisan itu benar dari pemikiran yang jernih dariku. Sendainya manusia selalu di kekang dengan idealis yang tidak mendasar tentu tidak adalagi gunanya kita berfikir berdasarkan pemikiran kita, tapi hanya berfikir berdasarkan idealis yang kita pandang benar.

Oke, goresan kali ini akan aku isi dengan pandangan buruk dan kejam yang berada ditengah masyarakat. Aku pun berapa kali tidak ingin melihat ini sebagai perspektif yang perlu untuk dibahas karena sangat-sangat tidak penting.


Firstly, beberapa issue yang sedang berkembang saat ini adalah kebencian yang memuncak masyarakat pada paham komunis atau lebih tepatnya PKI. Kita kita lihat sejarahnya tentu kita paham bahwa tidak bisa di pungkiri bahwa negeri ini tidak lepas dari sumbangsih generasi PKI masa lalu. Tentu kalian bisa lihat bagaimana sikap heroik PKI terhadap Belanda. Partai yang menolak berkerjasama dengan kolonial ditengah banyak partai yang bersedia diberi harapan palsu oleh kolonial sebuat aja SI dan PNI.

Setelah negeri ini merdeka terjadi perselisihan pemahaman antara alat negara (militer) dengan pemahaman PKI. Dan juga tertolak dari pemahaman Islam yang beranggapan PKI anti Tuhan. Perbedaan pemahaman ini didorong lagi dengan generasi saat itu yang berpandangan nasionalis liberal sampai penuntutan PKI dibubarkan. Tuntutan ini memuncak setelah peristiwa G 30 S yang dianggap pelakunya adalah PKI.

Kenapa begitu kerdilnya pemikiran orang yang mudah dipermainkan oleh issue yang berkembang. Issue yang sulit diterima kebenarannya direalistiskan dalam bentuk kebencian dan tindakan pembubaran hingga diskriminasi yang real. Bagaimana kita bisa beranggapan PKI anti Tuhan padahal itu adalah pandangan politik tepatnya sosial politik, bagaimana pula kita bisa menjawab G 30 S adalah perbuatan PKI padahal politik tidak memiliki komando militer, dan bagaimana mungkin kita bisa membenci sesuatu dengan hal yang tidak pasti. Semua itu terjadi, bahkan sampai saat ini.

Kenapa aku bilang ini tidak penting, karena baik pemahaman komunis dari PKI maupun pemahaman liberal yang saat ini menggerogoti negeri ini pada dasarnya sama saja.  tetap tidak berperi kemanusiaan tindakan-tindakan diskriminasi dan kebencian kebanyakan manusia dinegeri ini terhadap lambang maupun orang yang mendukung ide PKI. Dimana saya berdiri tetap pada ide islam rahmatalil'alamin. Namun, tidak saya pungkiri saya lebih menghormati orang yang memiliki pemahaman ide tentang tatanan sosial dari pada orang yang tergerak membenci dan menindak sesuatu yang tidak mengetahui sesuatu apapun.

Minggu, 20 November 2016

TRYING CHANGE POLITICAL ISSUE

on November 19th, many people did Bhineka Festival showed culture and something just for having fun. But, if we look about deep inside this parade financed just for being issue and take down political islamic issue that plea for insulting al Qur'an case. In politics, this is the way how to brainstorming idea.

Until today, November 20th, many broadcasting company release some information about varying culture in Indonesia. one of them is iNews, one company in broadcasting, showing information about culture that people almost forgot it. at 8 today, I watch by myself and I feel something important for this company to change mindset of indonesian being. "we have to respect about plurality".

In the other hand, this moment Islam as religion had been insulted by Jakarta's major. After the major was caught as suspect, people were disappointed because the major not going to jail as same as other case about penal code.

From this case, people who on the back stage of Bhineka Festival want to change political Issue to something else that show tolerance specially to minority. So, they try blow it up. As far as we know from this strategy who the "people" is. Just one answer for it, minority. They want live safe here but because of major who one of ethnic minority insulted al Qur'an, so they feel it is danger atmosphere. 

Kamis, 10 November 2016

Gelisah dan Geliat Politik Jakarta Menuju Pemilukada 2017

Beberapa hari yang lalu tepatnya 4 November 2016, Indonesia digoncang oleh demonstrasi nasional dalam tuntutan untuk mengadili Ahok (Gubernur tahun berjalan). Tuntutan itu terjadi terkait dengan ucapan Ahok yang tidak pada tempatnya ketika mengisi suatu pertemuan di pulau seribu. Perkataan seperti "Dibohongi pakai al Maidah 51" menjadi trend topik saat ini. Tidak hanya itu tetapi Ahok juga menyatakan kata-kata "dibodohi" masih dalam konteks maksud ayat yang sama.
Tujuan maksud hanya untuk memperjelas kelancaran proyek tanpa terpengaruh oleh pemilu, perkataan itu menjerat Ahok untuk berhadapan dengan mata hukum Indonesia. Ahok harus mempertanggungjawabkan perkataannya serta mendapatkan hukuman atas tindakannya yang dinilai menistakan agama Islam. Indikasi ke arah itu sudah terlihat, namun aneh Bareskrim tidak menetapkan Ahok sebagai pihak yang bersalah. Sehingga Ahok tidak mendapat proses hukum seperti hanya seharusnya seorang penista agama dalam negara ini.
Dengan alasan minta maaf, Ahok merasa masalah itu sudah selesai sehingga tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi Ahok menduga bahwa upaya dalam membesarkan kasus ini adalah dorongan dari lawan politiknya yang pengecut. Dia juga menambahkan bahwa hal ini kerap kali dia hadapi dimana lawan politiknya menggunakan unsur SARA untuk menjatuhkannya. Sikap optimis Ahok terlihat dengan meneruskan kampanye kebeberapa daerah tanpa mempedulikan kasus tersebut.
Permasalahan memuncak dengan terjadinya demonstrasi nasional tanggal 4 November itu. Berbagai elemen lembaga masyarat menunjukan ketidak-setujuan dengan sikap Kapolri dan Presiden seolah-olah melindungi Ahok. Tidak hanya lembaga masyarakat tetapi juga masyarakat sipil ikut  bahkan dari berbagai provinsi.
Ahok yang dinilai telah melakukan kesalahan berdasarkan analisa politik dengan isu politik yang berkembang di sekitar ibu kota memiliki garis merah pada bentuk taraf berfikir Ahok yang mulai gelisah ketidak dirinya dihadapkan pada jutaan mayoritas muslim di Jakarta ketika pemilukada nanti. Semua itu pada dasarnya telah lama terjadi, hanya saja memuncak ketika akan diadakannya pemilukada. Ahok yang notabene adalah kristen secara terus menerus mendapat serangan secara tersirat maupun langsung. Seperti halnya muncul kampanye-kampanye "Anti Pemimpin Kafir" yang tidak hanya di Indonesia bahkan di seluruh Indonesia oleh ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Kampanye ini diperpanas dengan aksi video-video mahasiswa yang sempat dilirik oleh Ahok. Sehingga anti pemimpin kafir mencari wacana bersertakan dengan dasar-dasar yang menguatkan seperti surat al Maidah 51 salah satunya.
Tentu hal itu menjadi perhatian Ahok, sehingga pembelajarannya dengan besertakan tim suksesnya memberikan pandangan nyata medan politik yang berlangsung pada 2017. Terlepas dari beberapa partai yang mendukung Ahok seperti PDI dan PPP yang dirasa cukup meyakinkan kemenangan dirinya, Ahok memandang dasar bagi seorang muslim dalam memilih pemimpin kafir seperti dirinya cukup membuatnya harus gelisah berat.
Pada kondisi pemikiran yang gelisah terhadap isu yang berkembang ditambah dengan kebiasaan Ahok dalam berkata di depan publik yang sering kurang "sopan" hanya akan menunggu waktu kapan penistaan agamanya itu akan terjadi. Akhirnya terjadi penistaan itu dengan pemicu situasi yang dia harus menjelaskan kelancaran proyek di kelupaulan seribu.
Jika dilihat secara sepihak, sangat jelas sikap tendesius Ahok memicu penistaan terhadap agama. Hanya saja dia berada pada jebangan psikologis yang membuat dia tersudutkan oleh isu yang berkembang yaitu "haram pemimpin kafir". Jika dilihat secara seksama ucapan Ahok pun dalam menistakan agama Islam adalah suatu kalimat penekatan bukan kalimat inti.
Berdasarkan perbuatan tersebut baik dalam konteks sedang dalam kegelisahan atau dalam tekanan apapun seorang yang berani harus mempertanggung-jawabkan pernyataannya terhadap apa yang dia ucapkan karena disanalah nilai dari seorang manusia. Adapun secara tekanan psikologis yang dihadapi, itulah tantangan bagi seorang pemimpin. Jika dia takut bersalah dimana semua orang pun bisa salah, maka tidaklah dia bijak dan tidak dapat mengambil pelajaran dari kesalahannya.

Selasa, 02 Agustus 2016

Tax Amnesty antara Kekosongan Kas dan Kewajiban Hukum

Baru-baru ini mencuat suatu problema pengampunan pajak (tax amnesty) yang diberikan pemerintah kepada pengusaha yang menanamkan modalnya di luar negeri. Pasalnya hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kucuran dana sebagai modal menggerakan negara yang memiliki utang serta kas yang kosong. Dalam istilah lain, pemerintah berupaya mendapatkan dana tersebut sebagai pinjaman dari pengusaha dalam menjalankan regulasi pemerintahan. Begitu parahkan negara ini. ya, sekitar Rp 4.000 trilliun telah menjadi utang negara yang tidak terbantahkan.

Hasil reshuffle menteri yang dilakukan telah menempatkan Sri Mulyani pada posisi strategisnya, menteri keuangan. Tapi tampaknya agenda pengampunan pajak tetap akan dilangsungkan. Artinya mungkin tidak ada jalan lain menyelamatkan negara ini kecuali sedikit berharap pada pengusaha dengan iming-iming kelonggaran hukum. Melihat perkembangan perekonomian Indonesia yang tidak menentu dan sering anjlok sebagai pengusaha tentu hal tersebut telah difikirkan sebelumnya. Menarik uang dari account bank luar negeri kemudia dipindahkan ke dalam negeri tentu berupa acaman dan resiko yang tidak sedikit.

Jika pun diantara pengusaha tersebut ada yang mau mengikuti kebijakan ini, tentunya pemerintah juga harus memberikan kelonggaran hukum dibidang lain untuk pengusahan tersebut. Entah apa yang diinginkan oleh pengusaha itu lagi tentu sangat berbahaya terhadap kelonggaran hukum yang berdampak pada masyarakat biasa. 

Mungkin itu satu-satunya hal yang saya takutkan dimana pemerintah lebih mempriorotaskan kepentingan pengusaha dibandingkan masyarakat biasa yang mungkin nantinya menjadi dampak dari kelonggaran-kelonggaran hukum yang diberikan negara pada pengusaha. "no free lunch". Istilah yang tepat dalam melihat pengusaha tentu juga memliki kepentingan dari segi kebijakan yang mungkin agak dilonggarkan untuk mereka. 

Keadaan kas negara ini perlu diselamatkan dan hukum wajib ditegakkan, namun pada saat ini harus menggadaikan salah satu untuk mempertahankan jalannya regulasi pemerintahan. Adakah jalan lain? apakah sepertinya negara kurang kreatif dalam menghasilkan dana atau berbagai kebijakan lain telah digadaikan untuk mendapatkan dana?

Senin, 01 Agustus 2016

Terbakarnya Kemarahan Masyarakat Muslim Tanjung Balai: 5 Vihara Dibakar

Terjadinya pembakaran rumah ibadah china di Tanjung Balai dipicu oleh Meliana (41 tahun), seorang warga China Tanjung Balai, yang tidak menyenangi azan berkumandang keras di Masjid al Makshum yang terletak depan rumahnya. Ketidak-sukaannya itu disampaikan pada orang terkait dari masjid tsb. Akan tetapi hal itu menimbulkan ketidak-senangan dari jamaah muslim setempat dan kemudian mereka mencoba untuk berdiskusi dengan Meliana dengan harapan ada pernyataan maaf darinya. Meliana menolak meminta maaf menimbulkan perhatian negatif jamaah muslim setempat.

Setidaknya sekitar 5 Vihara dikabarkan dibakar oleh massa dan saudari Meliana diamankan oleh pihak polisi setempat. Hal ini tentu telah memicu perpecahan serius antara dua kelompok ras yang hidup bersama itu. Tentu menjadi hal yang ditakutkan kedepannya karena jika tidak ditangani akan memicu konflik-konflik lanjutan yang mungkin lebih parah. Harapannya tentu konflik semacam ini bisa diselesaikan dengan cepat sehingga tidak meluas dan berkelanjutan.

Melihat dari kronologi kejadian sebenarnya peristiwa ini memang dipicu oleh suara azan tetapi dilatari oleh ketidak-sukaan muslim pada orang China pada umumnya serta khususnya China Tanjung Balai. Bisa saja yang melatari hal tersebut adalah berita-berita negatif yang saat ini beredar seperti banyaknya kaum china yang datang ke Indonesia untuk bekerja, penggusuran perumahan kaum muslim oleh pemimpin China yang Zholim, skandal dugaan korupsi oleh orang China, dan lain sebagainya.

Berawal dari buruknya citra China di mata kaum muslim masyarakat Tanjung Balai setidaknya membuktinya bahwa kurang-eratnya pendekatan masyarakat China (sebagai pendatang) dengan masyarakat setempat. Kedekatan antara pendatang apalagi dari bangsa berbeda tentu diperlukan agar terjadi kehidupan masyarakat yang harmonis. Kadang hal ini yang dilupakan oleh sebagaian banyak China. Dalam bermasyarakat, bangsa China terkadang berlaku seolah superior dibandingkan bangsa lokal. Hal inilah terkadang hal-hal kecil menjadi besar. Apalagi saat ini kita hidup di era yang orang China diperlakukan spesial oleh pemerintahan yang kurang beres. Jadi tidak heran jika terjadi konflik yang sangat berbahaya terhadap keberlangsungan ras China di berbagai wilayah di Indoesia.

Tragedi Tanjung Balai telah menjadi contoh yang sedikit banyak dapat memicu konflik yang sama ke berbagai wilayah di Indonesia. Sebelum itu terjadi, Tentu orang-orang China harus hati-hati dalam melangkah. Bisa jadi hal serupa terjadi di kota anda.




Entahlah Ini Datangnya Dari Mana




Sejak engkau memendam sebuah hati kelabu yang aku tidak tahu apapun tentang rasa itu
Setidaknya aku paham akan faktanya
Setidaknya aku selalu berharap hal ini datang lebih awal
Seawal ketika pertemuan antara kita

Sampai saat ini
Aku belum bisa, bicara apapun tentang itu
Suatu kehidupan indahmu yang aku suka
Tentu, dan sangat

Hanya, aku tidak pernah bisa membohongi apa yang ada padaku
Setidaknya walau mencoba bohong itu sulit aku telah lakukan
Seberharap aku bisa lihat Bintang itu lagi di pagi hari
Seperti sebelum-sebelumnya.

Hanya waktu yang mampu mengerti
Betapa berat perpisahan ini

Rabu, 06 April 2016

Hikikomori



Source of picture: dailymail.co.uk
Hikikomori adalah salah satu penyakit yang berkembang di Jepang pada masa modern ini. Penyakit ini bukanlah penyakit fisik seperti yang kita kenal sehari-hari, seperti: demam, flu, kanker, atau semacamnya. Hikikomori adalah penyakit kehidupan sosial atau lebih tepatnya unsosial yang parah, mengucilkan diri dalam kamar dan tidak berinteraksi dengan masyarakat. Perkembangan dunia hiburan seperti game online, anime, dan manga telah memunculkan hidup hedonisme individual, kenyamanan hidup diatas kesendirian. Semua terjadi karena setiap manusia merasa puas dan senang saat menggeluti game, anime, dan manga sehingga meninggalkan kehidupan sebenarnya.
Manusia yang terkena penyakit Hikikomori biasanya menghabiskan waktu hingga berjam-jam bahkan sampai bertahun-tahun. Hal itu tergantung pada tingkat kebosanan atau kesadaran akan keburukan yang dia lakukan. Banyak orang tua atau keluarga dari penderita penyakit ini membiarkan anaknya menjadi unsosial tetapi ada punya yang langsung memberikan pengarahan yang baik. Berbeda halnya jika seseorang berada ditempat yang jauh dan lepas dari kontrol orang tua atau saudaranya sehingga penyakit hikikomori berkembang lebih parah dan lebih lama untuk sembuh dikarenakan faktor tidak ada yang peduli padanya.
Kehidupan jepang kehidupan yang masih memiliki tanda tanya. Disatu sisi terlihat suksesnya negara dalam kreatifitas yang dibangun oleh masyarakatnya, tetapi disisi lain membuat kreatifitas tersebut malah menjerumuskan masyarakatnya pada permasalahan baru seperti munculnya Hikikomori ini. Generasi-genarasi jepang bahkan juga genarasi dunia akan menjadi konsumen dari kreatifitas pembuat masalah ini. Tentunya, kontrol dari orang berpengaruh seperti keluarga, saudara, dan teman akan membantu seseorang agar tidak terlena dalam dunia kreatifitas mutakhir tersebut. Bersikap tidak peduli hanya akan merusak generasi bahkan akan memperparah kehidupan Jepang selanjutnya. Seharusnya, sebagai pihak yang memiliki kuasa terhadap ini sudah seharusnya pemerintahan Jepang memiliki Badan Konsultasi Kesejahteraan Sosial yang menjadi wadah umum untuk masyarakat yang dirasa memiliki potensi munculnya penyakit atau pengaruh yang tidak diinginkan.
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia tidak lepas dari penyakit yang datang dari jepang ini. Sebab arus deras globalisasi telah membawa kreatifitas tersebut ke negara miskin ini. Dengan sistem ekonomi liberal dan kebijakan negara yang kapitalis tentu tidak memandang ini sebagai ancaman berarti, sehingga tidak mungkin menolak atau menghentikan arus globalisasi dari Negara Sakura tersebut. Indonesia terkena imbasnya yang tidak hanya tertutup pada generasi dari golongan “beruang” saja. Saat ini telah mulai populer penyakit ini di antara siswa, pelajar, dan mahasiswa. Diantara mereka terdapat banyak yang memiliki kehidupan lain, kehidupan di dunia maya fantasi. Beberapa diantara mereka hampir selalu menghabiskan waktu di tempat-tempat online atau di dalam kamar. Hal itu terbukti dari menjamurnya warung-warung game online di sekitar siswa-siswa pelajar.
Tidak jarang diantara orang tua malah memfasilitasi anaknya dengan meminjamkan laptop, hp, android, tap, dan sebagainya, tetapi juga tidak jarang membelikan untuknya. Akibatnya, kehidupan hedonis individualis ini semakin teraplikasi. Kehidupan genarasi penerus telah teracun oleh kefokusan pada kehidupan maya. Mereka merasa lebih memiliki tantangan di dunia online dari pada dunia offline yang terlihat biasa-biasa saja. Akibatnya sikap prioritas lebih pada dunia dalam kamar atau dalam warung internetnya. Menghabiskan waktu berjam-jam, bermalam-malam, bahkan hingga bertahun-tahun. Tentu hal ini akan memperparah kehidupan generasi terutama yang berasal bukan dari darah “beruang”. “Sudah jatuh namun juga ikut tertimpa tangga” merupakan pribahasa yang cocok untuk menggambarkan keadaan masyarakat dari golongan yang kurang mampu atau miskin yang mayoritas di negara ini.
Untuk terlepas dari permasalahan ini dibutuhkan tiga elemen sosialisasi yang dijelaskan oleh Selo Soemarjan dalam bukunya “Kritik Sosial Masyarakat”. Tiga elemen tersebut adalah keluarga, teman sebaya, dan masyarakat. Permasalahannya adalah ketiga agen sosialisasi tersebut tidak dapat mengarahkan pada kehidupan sebenarnya yang terlepas dari dunia online dan malah memfasilitasi, seperti seorang anak yang keluarganya melepaskan kontrol terhadap benda-benda eletronik padanya, atau berteman dengan teman bermain yang juga mencintai game, anime, dan manga secara bebas, ditambah lingkungan dan perkembangan teknologi yang memanjakan game online, anime, dan manga yang menjamur di setiap sudut kota yang sangat mudah diakses. Jika ketiga element tersebut tidak berfungsi lagi maka runtuhlah solusi yang pernah diberikan oleh Selo Soemarjan tentang agen sosial.
Satu hal sebenarnya yang masih kita punya untuk mengubah semua ini yaitu “harapan”. Harapan menhasilkan sebuah ide yang butuh aplikasi untuk melihat hasilnya. Harapan itu yaitu kehidupan generasi penerus yang lebih baik dari generasi selanjutnya, generasi yang lebih disibukan oleh hal-hal yang penting, generasi yang berjibaku dalam dunia positifnya, generasi tangguh, bermental kuat, serta beriman yang menjadi kebanggaan yang pernah ada dalam sejarah. Ide dari semua itu tidak lepas dari memisahkan pendidikan dari kepentingan ekonomi sang penguasa dan pengusaha. Banyak negara memandang pendidikan sebagai jalan seorang siswa untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan gaji tinggi, tanpa berfikir untuk membuat emosi antara pendidikan dengan kehidupannya. Sehingga seorang yang tidak memiliki kehidupan pendidikan formal dianggap tidak bisa memiliki pekerjaan atau kehidupan lebih baik. Secara sejatinya pemaham seperti itu telah salah dari sisi filosofi tujuan pendidikan sebenarnya.
Lalu apa sistem pendidikan yang memisahkan antara kepentingan ekonomi? Itu adalah pendidikan dimana mempersiapkan siswanya menjadi manusia yang mengetahui makna hidup dan berani untuk hidup sebagai manusia. Manusia yang menikmati hidup walau susah, walau sulit, walau sempit, tetapi menikmati semua itu dengan sadar akan makna dari sebuah kehidupan. Tentu saja sebelum sadar akan arti kehidupan banyak pertanyaan yang harus mereka dapatkan dari sekolah seperti asal manusia, tujuan manusia, serta kemana manusia setelah mati. Secara lahiriah dengan modal jawaban pertanyaan tersebuat manusia tidaklah mau memiliki mental lembek dan melakukan berbuat sia-sia dalam kehidupan yang sebenarnya ladang perjuangan baginya.
Aplikasi ide dari sistem pendidikan tersebut tidak lain adalah dengan menggunakan kebijakan negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dunia pendidikan saat ini ketika agen sosialisasi telah musnah secara teori membawa seorang manusia menjadi manusia. Merumuskan sistem pendidikan  dengan menjadikan generasi manusia yang dapat menjawab makna sesungguhnya dari kehidupan ini. Dengan begitu, generasi selanjutnya tidak lagi terlena dengan kreatifitas yang menyebabkan masalah bahkan bisa menjadi leader dari mengubah balik arus globalisasi ke araf positif yang lebih bermanfaat. Dan saat itu, Hikikomori hanya menjadi teori penyakit yang tidak teraplikasi karena kehidupan yang telah berubah dan terlepas dari hal-hal yang membuat individu hedonis.

Sabtu, 02 April 2016

Aku, mengajar, dan mengejar cita-cita

Tak terasa sudah hapir setahun berlalu sejak aku lulus dari kemewahan hidup sebagai mahasiswa. Bagi saya itu mewah, karena aktivitas yang bebas dan banyak waktu luang, masalah uang? beasiswa kan ada. Nah itu yang membuat aku kadang males untuk cari duit dan ingin fokus belajar. tapi, semakin berusaha fokus belajar ternyata tak fokus-fokus juga dan skripsi selesai dari kata "amin" dari pembimbing tercinta. itulah gw, ilhamdi di penghujung jalan ini.

Sekarang dan sebelumnya gw (saya) tengah memperjuangkan otak ini agar menerima sedikit saja dari ilmu bahasa inggris yang dibenci setengah mate. Memutuskan belajar secara otodidak suatu keinginan beresiko. resikonya lama paham. karena menurut orang dulu-dulu butuh pembimbing seperti guru, dengerin petuah berikut:
Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:
pintar, memiliki tekat yang keras, bersungguh-sungguh, berkorban harta, dengan bimbingan guru, dan waktu yang lama.


Minggu lalu, aku memutuskan mendaftar di LBI. Awal lihat harganya, wow . . . Ini cuma 14 pertemuan dengan biaya 1,3 jute. itu hampir ....... dari gaji yang saya terima perbulan. Semoga aja ini membawakan hasil, karena sayang duitnya. Dan tahun ini saya targetkan lulus LPDP atau Australia Award.

Ketika belajar.
Kadang hati lesu untuk belajar lagi. bahasa Inggris itu seperti samudera yang tidak ada habisnya. Mempelajarinya sungguh tantangan terberatku. Beberapa hari terakhir ini aku disibukan kegiatan ngajar. Ngajar tambahan dan ngajar wajib. Beban di kantor begitu menuntut juga seperti tak rela gaji saya lumayan untuk ukuran paruh waktu :D.  Belajar secara otodidak dan belajar untuk ngajar sama-sama melelahkan.

Selain belajar
Aku kadang menghitung hari dan menghitung umur. Takut telat banget ngambil S2-nya. Simple saja, aku ingin mendalami ilmu sejarah lagi di negeri jiran, eh benua jiran. saat-saat ini aku ingin sekali berdendang lagi tembangan masa muda dulu "andaikan ku terbang, terbang kelangit ke tujung,....... hehehehe..... (elemen - 7 bidadari *mungkin)

Masalah jodoh
Beberapa hari yang lalu datang SMS Ama yang wanti-wanti agar jangan dapet jodoh orang Jawa. hahahah, hanya bisa nyegir karena itu tidak kuasa saya. Klo dijodohin dengan siapa boleh deh. tapi sebenarnya perhatian saya terpusat kesana walau kadang hati ingkar untuk mnegakuinya.

Ok, mari kita fokus lagi. karena harus bayar hutang 2 hari tidur tanpa kompromi
bye bye :D

Kamis, 11 Februari 2016

I want to be a special person

something I felt today deffrent than before. I read a news that post december which inform about academic achievement by an artist. Graduating master degree in London School of economic (LSE), horriable place to study make challeage anyone to look for it. The artist did it not only graduated but finish it in duration just only one year. Wow, amazing. "How she can did it?" Sometime I think live as artist will be lazy to study but, this achieve  open my ayes she is diffrent. And I want to so. I will burn all my pain. forget it and focus at my purpose just for this 2 years. I hope I can. As can as posible. acctually I just want to be special because of I am diffrent.
I have work and I have dream that I haven't been realize it. So the only way to out from it just manage my time. good bye dota, game, facebook, and others. may be something will happen to me but I will make it something to improve myself. not because of I didn't like teaching but just because of I have dream which more expensive than carrier or my salary per month.
I want to break the WALL!!!