Jumat, 27 Desember 2019

Narasi Cinta Terbaru: Aku, Kau, dan Fitrah Hidup

Tak sabar menunggu besok, semacam fantasi akal-ku menjadi aktif. Senangnya mendengar sebuah harapan itu. Setidaknya dia melihat sudut kecil yang mungkin baik dari diriku. Tidak pula akan aku sia-siakan itu jika diberi kesempatan. Tentu saja aku akan melebihi setianya Ayam pada 7 telur yang dia erami 21 hari. Tentu saja akan menjaga hatinya dan punya optimis hidup luar biasa seperti Lipas. Tentu saja akan menjaganya dari hal-hal yang membahayakan apalagi yang menjebak ke pintu neraka. Aku hanya ingin akan sampai nanti, sampai mati dan selalu bersamanya. 
Aku akan selalu ada disaat tersulit baginya bahkan membelanya walau seluruh bumi ini membenci atau mengutuknya. aku akan menenangkan tsunami untuk tidak bergelombang, gampa untuk tidak bergetar bahkan menantang arah angin kalau dia menginginkannya. 

.... Sungguh aku tak ingin dia pergi..... 
Walaupun pada akhirnya,... 
aku ingin yang terbaik untuknya.....  
bersama ataupun tidak dengan ku

Bahkan disaat nasib ini tidak berpihak padanya, aku ingin akan slalu disampingnya, mengusap air mata di pipinya, dan berbisik "semua baik-baik saja". Sinar matanya akan mewakili hari-ku, mengawali hidupku dan semoga sampai mengakhiri perjalanan ini.
Aku ingin selalu mengatakan bahwa aku siap, jika ditunda pun tidak akan membuat semuanya berbeda. Tuhan memberikan kita rasa dan fitrah hidup ini. Aku ingin tidak ada yang disakiti dari ini. aku mencintai karena Tuhan dan semoga mulia dijalan-Nya. dan harapan itu aku sematkan juga padamu. karena aku memilihmu dengan rasio ketaatan bukan yang lain. 
Semoga besok langit cerah, apapun dalil dan keputusan itu adalah konsensus fitrah yang sama-sama harus kita jalani dengan bagaimana pun badai rasa bergejolak di dada ini.

Tetaplah tegar karana hidup ini untuk-Nya

:D

Jumat, 29 November 2019

Manusia dan Rasionalitas

Karena saya lebih sering menyendiri, menulis, membaca, dan memikirkan (mungkin sama dengan menghayal) di kala senggang, menyebabkan banyak hal yang menjadi konsensus yang tercipta dalam pola hidupan manusia ini. Konsesus itu berlaku hanya untuk saya seorang dan bisa saya pahami sendiri. Salah satu tinjauan mendasar saya terhadap sikap dan tingkah laku manusia adalah hanya mahkluk yang tidak selalu bertindak rasional dalam hidupnya.
Rasionalitas pada dasarnya adalah bentuk keyakinan akan sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah. Namun semua itu tidak terlalu menjadi pertimbangan bahkan sering kala dilupakan karena ada faktor lain yang memengaruhi perbuatan atau tindakan manusia. Saya pun demikian.
Ada suatu alasan mendasar yang membuat seseorang tetap tidak menerima jalan rasional dalam tindakannya. Yaitu tekanan yang berasal dari fantasi kenyamanan dan harapan idealis yang menghasilkan suatu pola tindakan yang tidak lagi teratur dalam ranah berfikir logis. Tekanan itu berasal dari diri sendiri dimana manusia memiliki imaginasi tersendiri terhadap bentuk yang nyaman baginya. Sulit digambarkan bahkan dipahami oleh orang lain. Namun semua itu hanya harapan yang dalam suatu kalkulasi menghasilkan nilai nol atau mendekati nol. Meskipun tidak ada kemungkinan selalu manusia bertindak irrasional karena ada mimpi dan harapan yang dia coba torehkan menjadi sebuah makna kehidupan.
Oh ya bagian diatas adalah bagian seseorangan yang beridealis. Terdapat bagian lain dimana terdapat kegugupan untuk bertindak sehingga hanya menghasilkan pandangan yang sentris dengan pragmatis. Namun saya cukup tidak tertarik dengan manusia yang berfikir pola pragmatis karena arah pola gerak dan prilakunya sudah cukup terbaca. Kecendrungan pada nilai-nilai pragmatis agak cetek dan memalukan menurutku. Karena sebagai manusia aku masih selalu mencuba agar nilai-nilai pragmatis tidak mempengaruhi prilaku aku sebagai manusia.

Salah satu cara berfikir manusia pragmatis yang kemudian irrasional menurut saya terlihat dengan ciri tindakannya yang kasar pada yang lemah, merendah pada yang kuat, meninggi pada orang yang rendah, atau merasa harus sombong pada orang yang memiliki kekurangan. Manusia ini melihat covernya namun terlupa esensi penting dirinya dalam kehidupan. (saya tidak mengatakan hal itu salah atau benar, kadang konsensus itu sudah tercipta bahkan sebelum saya lahir, cuma yang bisa saya katakan adalah saya tidak terlalu setuju suatu tindakan yang berlebihan sampai terucap lewat lidahnya bahkan dalam tindakan termasuk ekspresi wajah). Adapun saya mungkin salah satu seperti mereka, namun saya tentu tetap membeci hal itu termasuk membenci tindakan saya sendiri yang kadang sombong.
Hanya dengan melihat salah satu unsur yang terlihat dipermukaan, manusia kadang langsung sombong tanpa meneliti unsur kebenaran yang lain yang kurang dalam dirinya. Saya cukup mengingkari orang-orang yang berada dalam bawah tekanan kemiskinan, kebodohan, kekurangan akses ke keadilan, kekuaran fikiran untuk hidup, atau yang tergerus oleh pola-pola hidup yang salah. Aku mengingkari mereka dalam suatu dunia yang lebih buruk yang mana pada dasarnya aku tidak jauh berbeda dengan mereka. Mereka yang tidak memiliki rumah, mereka yang tidak punya keluarga, mereka yang tidak memiliki harapan, mereka yang tidak memiliki teman, mereka yang tidak memiliki anggota fisik yang lengkap, mereka yang tidak memiliki arah mana yang dituju.
Pada dasarnya masing-masing kita mungkin adalah manusia yang beruntung dengan semua bentuk pemikiran yang membangun kehidupan ini. Tapi bukan berarti kita harus sombong dengan menganggap kehidupan kita sempurna dibandingkan manusia yang kita kira tidak mengetahui arah hidup. Ada kalanya kita salah, sangat salah dalam menilai hidup ini karena materialisti atau sudut pandang pragmatis menjadi parameter yang logis untuk menjadi manusia seutuhnya.
Meskipun kita memiliki dunia bersertakan isinya kehidupan menjadi manusia tidak serta merta kita dapatkan karena hanya didapat dari proses berfikir terhadap kalam Tuhan, Allah. 
Allah maha adil dia telah menyampaikan esensi hidup kita di dunia hanya kita yang terlalu pongah dan sombong untuk menelisik ayat-ayatNya. Jika aku hubungkan dengan judul saya di atas maka jawabannyak adalah menjadi manusia itu tidak selamanya rasional dan memang bukan itu esensinya. Menjadi manusia cukup dengan menurunkan ego dan meningkatkan akal dibawah kehariban Allah. Hanya dia yang memahami esensi hidup kita dan dialah yang membuat ciptakan ini, manusia.

Kamis, 28 November 2019

Penulisan Social Ilmiah Ternyata Lebih Ribet

Abis baca beberapa artikel penulisan ilmiah, aku mendapatkan injection dari wahana tulisan ilmiah tersebut. terkait fungsi, metode, dan tahapan kerjanya. Setidaknya untuk mengerjaan satu artikel social ilmiah membutuhkan beberapa pakar seperti ahli politik (politic scientist), ahli ekonomi (economist), ahli branding (branding specualist), dan ahli data (data scientist).
Salah satu tulisan yang menarik aku baca adalah terkait tingkat sentimen masyarakat Indonesia dilihat dari cuit-an di twitter. Dengan menggunakan perangkat yang disebut Analisis Media Nusantra Berbasis AI (AMENA).
Mengkaji banyak hal dari dari data-data twitter yang terakumulai dalam bentuk word cloud. kemudian diinterpretasikan dalam bentuk analisis. Banyangkan untuk membuat tulisan kurang lebih 11 halaman harus kroyokan kayak gitu. Literasinya juga saya lihat buku-buku metodis yang ngak lazim dibaca untuk hiburan. Berat mah baca buku-buku metodis, rawan ngantuk.
Tapi dari penelitian ilmiah yang berwujud artikel ini mendapatkan suatu kesimpulan yang sulit bisa dibantahkan. terpenting dari kesimpulan itu adalah rate dari resistence masyarakat terhadap periode baru dari presiden Jokowi. Terdapat indikasi yang menjelaskan bahwa masuknya Prabowo menjadi bagaian dari kabinet membuat sentimen anti Jokowi dalam social media terpecah. Mungkin dengan dasar-dasar penelitian ini kebijakan yang keluar dari mulut pemerintah akan lebih rasional dan terukur. Mungkin karena itu lembaga yang mengeluarkan tulisan ini menamai lembaganya dengan next policy.
Saya berharap narasi ilmiah di negara ini lebih ditingkatkan tentu selaras dengan kemampuan universitas dalam menghasilkan genarasi yang mampu menghasilkan tulisan ilmiah yang baik sehingga jadi parameter dalam perkembangan peradaban keilmuan di Indonesia. Saat ini saya melihat beberapa univ bahkan prodi hanyan mencari tingkatb akreditasi dari BAN PT. Akibat tujuannya hanya berakit dari ambisi yang kosong.
Good luck buat next policy ^_^
ini aku tampilin edisi yang aku baca:

Jumat, 22 November 2019

Angket Saya dari Siswa Paling Ribut di NF

Kemaren tepatnya, untuk kesekian kalinya saya di tempatkan di ruangan yang berbeda dengan ketentuan Surat Tugas. Surat tugas menjelaskan saya seharusnya bertempat di kelas 6 namun nyatanya di kelas 5. Bagi saya itu tentu tidak masalah namun kurang etis jika hal sepenting itu tidak dibicarakan dulu dengan saya. 
Hari itu saya hanya jaga tryout. Waktu saya masuk kelas, bocah-bocah kelas 5 langsung bersorak riang. Sampai Davin, salah satu siswa, memeluk saya (^_^'). Entah apa yang merasukimu nak? Intinya saya hanya perlu me-manage kelas agar kondusif untuk melaksanakan tryout. Saat ini tryout menggunakan applikasi dan online sehingga banyak kerjaan yang sudah lebih dahulu dikerjakan komputer. Jadi yang bisa saya lakukan hanya memastikan anak-anak mengerjakannya dengan baik.
Seperti judul di atas, kelas ini ribut. Ada yang ngerjain sambil denger musik. Ada juga yang malah buka app game, bahkan ada yang chat-chatan di app. Artinya tadi tanggungan saya buat memastikan hal tersebut diluruskan ke jalan yang benar.
Cuma yang buat saya ngak habis fikir adalah waktu yang diberi 40 menit untuk 40 soal di kerjakan oleh mereka dalam tempo kurang 10 menit ^_^'. Bayangkan pusingnya saya mengatisipasi waktu 30 menit ke depan udah gitu flasdisc saya ketinggalan lagi di NF Rangunan (ceritanya saya lagi di NF Cilandak). Karena di Flashdisc itu ada banyak games dan video yang sudah saya siapkan khusus buat anak-anak ribut kayak mereka.
Akhirnya yang tersisa saya bebaskan jika mau main game atau apapun hingga tryout sesi per sesi diselesaikan dengan baik. Ternyata ngak baik-baik amat, karena ada beberapa jawaban yang salah walhasil nilainya juga ngak bagus-bagus amat -_-'. Di sela-sela kesibukan mereka saya juga mencoba menarik perhatian dengan bermain teka-teki/tebak-tebakan. Itu tuh "gimana cara masukin gajah dalam kulkas?"
Oh ya sebelum saya akhirnya ini ada angket dari mereka H013 (kelas 5 NF Cilandak). Ternyata mereka cukup welcome dengan kehadiran saya:

Nasionalisme: Semangat Bar-bar yang Harus Dihentikan

Beberapa orang menyatakan kebanggaannya dengan nasionalisme negaranya. Sebagai isme (paham), nasionalisme memiliki kerapuhan cara berfikir dan terjadi sustainable konflik dengan nasionalisme lainnya. Baru kemaren terjadi bentrok supporter antara Indonesia dan Malaysia di Stadion Abdul Jalil. Kurang jelas apa yang memicu, namun indikasi nasionalisme yang meledak-ledak kerap menghasilkan narasi-narasi kata yang saling menyinggung. Selepas dari stadion terjadi pemukulan supporter Malaysia terhadap supporter Indonesia. Kurang lebih dua orang terluka, namun hingga tulisan ini dibuat belum ada klarifikasi dari kemenpora Malaysia terkait insiden ini.
Semua terjadi karena proses berfikir tentang nasionalisme yang tidak cukup kritis dari orang-orang Indonesia. Patut dibedakan cinta tanah air dengan nasionalisme dan saya lebih pada dasar mencintai tanah air. Karena cara berfikir nasionalisme menurut saya tidak hanya rapuh namun rusak. Kerusakan itu cara berfikir itu karena berbagai tindakan menjadi tidak rasional dan hanya dijawab dengan kata nasionalisme. Tentu saja tidak boleh ada pembenaran terhadap sesuatu dengan sumber paham tertentu. Karena hal tersebut hanya akan mengakibatkan tindakan-tidakan irrasional yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Seperti insiden supporter Indonesia pada Malaysia melakukan hal yang sama. Jika anda lihat sendiri mereka dalam stadion sempat ricuh dan saling menghina satu sama lain (bahkan lempar-lemparan botol minuman). Tentu saja hal yang paling memancing adalah narasi-narasi ejekan yang menyinggung satu sama lain baik dalam bentuk yel-yel maupun lagu yang dikreasikan. Sehingga tak heran insiden di luar lapangan terjadi.
Kerusakan berfikir dalam insiden ini terlihat dari sudut pandang yang dangkal dari Indonesia ke Malaysia maupun dari Malaysia ke Indonesia. Sudut pandang tersebut dilandasi oleh cara padangan yang kurang paham tentang arti kebersamaan, kedamaian, dan akselerasi tujuan bersama. Mungkin tidak juga bisa kita larang pemikiran mereka tentang dosa-dosa masa lalu masing-masing negara. Namun bermusuhan dengan landasan nasionalisme itu tidak ada ujung harmonisnya.
Seperti sebuah abtraksi, untuk apa saya benci pada Siti Nurhaliza (contoh ya ^_^) hanya karena berbeda pemahaman bernegara. Atau dengan salah satu supporter Malaysia (saya ngak tau namanya). Artinya saya ngak punya urusan dengan kekalahan Indonesia 2-0 kemaren, juga tidak ada urusan kekalahan negosiasi sehingga beberapa pulau Indonesia diakuisisi. Tapi saya punya urusan terhadap narasi peradaban yang dibentuk dari over kontrol diri terhadap moral pada negara. Tentunya over kontrol itu tidak terkendali ketika sedikit saja adan ejekan yang masuk akan menimbulkan gejolak nasionalisme dalam bentuk ejekan juga atau lebih dari itu.
Nah, bertali dengan alasan yang ke dua yaitu sustainable konflik. Karena tidak ada habis-habisnya karena gesekan antara mereka itu mudah dimainkan, sebagaimana Jazirah arab dengan nasionalismenya. Jadi nasionalisme itu bisa dimainkan oleh pihak asing bahkan orang yang punya kepentingan terhadap kericuhan antara negara serumpun ini. Tentu saja kita harus melihat secara global, jika terjadi konflik antara Indonesia dan Malaysia negara apa yang paling diuntungkan. Pertahanan Asia Tenggara dalam kesatuan negara terbuka pion-pion kecil (negara-negara kecil) bisa memainkan perannya untuk mendapatkan keuntungan dari masing-masing negara ini.
Jadi sebenarnya banyak yang masih harus dibahas terkait ide Nasionalisme dan batas-batasannya. Agar bagaimana kita tetap mencintai negeri ini namun dengan akal yang rasional saya lebi condong pada mencintai tanah air. Karena dengan mencintai tanah air terhindak dari konflik kebencian tanpa dasar.
Pemerintahan Indonesia dan Malaysia seharusnya juga tidak menanamkan paham nasionalisme yang menrut saya sangat berbahaya itu. Nasionalisme hanya akan membuat kabur kebenaran dan tata etis dalam bernegara apalagi untuk bangsa yang serumpun. Oleh karena itu cinta tanah air jauh lebih etis dan bertindak dengan rasio ketika tanah air kita diganggu.
Berikut ini saya lampirkan foto dimana wajah-wajah pribumi Malaysia kelihatan geram ketika di ejek oleh supprorter Indonesia.

Selasa, 19 November 2019

"Kimi No Nawa": Cinta Tak Diakui Ruang dan Waktu

Salah satu hobby dikala lagi sendirinya, ya dengar music. Ngak ada salahnya sedikit bernostalgia dengan fantasi diri. Salah satu music aku suka menggambarkan anime yang booming di musim panas tahun 2015 yaitu "Kimi No Nawa". Selalu di awal musim panas kita di kejutkan dengan anime baru dan terelevan dari orang-orang kreatif di negeri Sakura itu.
Kimi no Nawa, anime dengan konsep cerita yang cukup rumit baik dari segi alur maupun penokohannya. Namun narasi dari producer mampu menceritakannya dengan komprehensif dengan durasi tidak sampai 2 jam. Namun dibalik suksesnya anime tersebut dan kepopulerannya terdapat value yang mungkin tidak semua orang peduli atau mencoba menguraikannya. Keunikan value ini langka dan bentuk fantasi yang beyond menurut saya.
Keunikannya yaitu bagaimana sebuah cinta bisa tumbuh dimana tidak ada ruang dan waktu yang mengakuinya. Ada dua insan yang bertemu namun terpisah secara waktu dan dimensi/ruang. Anehkan? Adakah cerita sejaman atau jaman sebelumnya yang pernah menggambarkan hal ini? Saya pribadi baru kali ini menemukan keunikan ini.
Kemudian cerita lebih dibuat menarik karena terdapat suatu unsur budaya dan katastropisme, tentang bencana dahulu kala yang kembali terulang dalam sistem penanggalan yang berbeda. Jelas saja dari satu pihak mencoba untuk melakukan perubahan masa depan melalui informasi dari insan yang ada di masa entah barantah (menarik kan? ^_^). Dengan beberapa upaya dan berbagai upaya yang tidak sedikit ditambah juga kepercayaan diantara mereka maka berhasillah nyawa beberapa ratus orang yang diprediksi akan tertiban bencana berhasil terselamatkan.
Moment puncak atau klimaksnya yaitu dimana si cewek yang berasal dari masa lalu berupaya untuk menyelamatkan penduduk sekitarnya dengan melakukan berbagai trik. Cukup sedih ketika ditengah upayanya yang gigih dia sempat terjatuh dari sepeda namun tak menyerah pada planning yang telah dibuatnya yang secara fatal menabrak norma dan hukum yang berlaku.
Tapi itu hanya bagian yang membuat cerita itu terlihat dinamis dan berklimaks puncak. Sisi lain saya juga suka dengan romance-nya. Dimana si cowok dan si cewek berhasil dipertemuan dengan suatu pertemuan yang tidak ada yang jelas ruang dan waktunya. Tapi tak lama, ketika mereka bertemu masing-masing ingatan mengalami pengaburan. Bahkan untuk mengenali nama masing-masing mereka tidak memiliki memories itu lagi. Semacam bentuk uninstal dari moment pertukaran yang waktu yang terjadi.

Sesaat mereka akan menuliskan nama di tangan, sang fajar yang telah hilang itu langsung menggembalikan mereka pada zamannya masing-masing. Mereka saat itu terpisah tanpa tahu kapan dan dimana bisa bertemu lagi. bahkan mereka tidak punya memori satu sama lain. Aneh sekali ada cinta namun tidak ada bentuk, tapi itulah yang terjadi diantara mereka. Apa yang mereka rasakan terasa nyata namun tidak ada waktu dan ruang yang mengakui hal itu.
Tapi tenang teman-teman, diakhir cerita mereka bertemu walau tidak ada memori tapi ada cinta yang waktu dan ruang terpaksa untuk mengakui, mungkin karena takdir. Chemistry ini tentang ruang dan waktu yang kemudian tercipta hanya untuk dua insan yang khusus ^_^).

Ini saya kasih gambar dari anime-nya, dijamin kalau teman-teman sekalian medalami fantasi anime ada bentuk value unik dan menarik di dalamnya walau agak ngak rasional sih.

Senin, 18 November 2019

Hong Kon in Riot

Memasuki minggu ke 24 dari kerusuhan Hong Kong, cukup menjadi trending topic secara global (beda dengan indo yang suka menutup-nutupi berita). Sejumlah pelajar dan masyarakat yang menolak UU ekstradisi yang disah kan. Namun hingga saat ini UU ekstradisi belum di cabut. Carri Lam sebagai kepala eksekutif Hong Kong masih menolak untuk dicabutnya UU tersebut.

Bahaya UU tersebut berawal dari kasus pembunuhan oleh warga pria Hong Kong terhadap pacarnya sendiri di Taiwan. Namun si pria selamat kerena berhasil lolos dari UU China. Namun, penerapan UU ekstadisi juga mengalami hal yang buruk dalam perspektif warga Hong Kong yang kemudian bisa saja dijadikan objek hukum dari UU China. Seperti contoh seorang pemilik toko buku bisa ditangkap karena menjual buku yang mengkritik pemerintah bahkan dikaitkan dengan membukan toko ilegal seperti kesaksian Lam Wing Kee yang sempat akan ditangkat tahun 2015.

Hong Kong memiliki sistem hukum berbeda sejak ditinggalkan oleh Inggris 1997. Setidaknya UU ekstradisi itu akan berlaku UU China yang di nilai tidak bisa melindungi warga Hong Kong. Terlebih lagi ada ideologi yang berbeda antara Hong Kong yang demokrasi liberal dengan China yang lebih ke komunis liberal. Bagi warga pro demokrasi seperti Hong Kong tidak lebih UU tersebut adalah bentuk dari pembudakan warga Hong Kong dari UU China.

Sebab itu lah Hong Kong yang di antaranya pelajar terus melakukan aksi protes untuk mencabut UU tersebut. Hampir memasuki satu semester sangat sulit dibayangkan bagaimana pelajar dan mahasiswa tetap terus konsisten menolak UU tersebut dengan meninggalkan hak dan kewajibannya dalam belajar.


Aksi yang terjadipun tidak sesederhana yang pernah di alami oleh Indonesia. Karena jika dilihat aksinya chaos dan terstuktur dengan baik. Ada pembagian kerja, ada persiapan yang matang, dan ada system comando yang satu. Seperti contoh beberapa pelajar tanpa dibagi fungsinya ditengah aksi. Seperti sebagai pemadam dari tear smoke (police Hong Kong more professional than Indonesian). Indonesia using tear smoke dengan unsur kimia tertentu yang secara hukum internasional dilarang digunakan (bagi yang  pernah aksi taulah "Bangsat"-nya polisi Indonesia).
Jadi kita lanjutkan bahwa ada pemnbagian kerja yang saya cukup kagum dengannya. Seperti bentrokan minggu lalu yang sempat terkepungnya universitas Hong Kong dan Politeknik University. Para protestant sudah mempersiapkan segala hal dengan pembagian kerja semua dengan cepat terlaksana. Seperti supply amunisi bom molotov, ruang logistik (menggunakan ruang kampus), posisi strategis (seperti diatas gedung), serta membuat blokade dan menyusun batu ditengah jalan dalam upaya menghambat jalut lintas polisi.

Sistem komandonya pun tidak kalah bagus. Dimana beberapa kalu sempat melakukan aksi secara damai. Tetap dalam satu upaya tidak terpisah dari issu yang ingin disampaikan. Selain itu yang lebih menarik adalah adanya upaya meminamilisir anggota yang terpisah dari kelompok dan penyelamatan anggota yang hampir tertangkap.
Dan yang terakhir adalah adanya kesiapan yang matang. Tiap individu tidak ikut aksi dengan persiapan dengkul doank (kasar banget kayak Indonesia, yang bisanya tereak "*KRI Harga Mate"). Beda dengan pelajar Hong Kong mempersiapkan masalah keamanan dirinya secara individu sangat baik. Beberapa hal yang jelas terlihat adalah
1. Payung
2. Marker (penutup wajah agar tidak dikenali)
3. Helm
4. Shield (pelindung mata dari tear smoke)
5. Air minum
6. Ransel punggul kecil
7. Obat2 pribadi dan P3k
8. Pelindung telinga
9. dll

Bisa saudara banyakkan sendiri begitu rapinya persiapan mereka untuk aksi ini. Luar biasanya lagi ada rasa yang sama diantara mereka dalam menolak UU ketradisi tersebut sebagai landasan ideologi liberal yang menjadi ciri dari masyarakat modern saat ini. Saya merekam beberapa foto semoga dapat menggambarkan ^_^.
Gambar yang terakhir ini adalah salah satu komando yang didasarkan satu rasa yang sama. Jadi demonstran merusak beberapa perusahaan yang berpihak pada pemerintah atau mengkritik pada demonstran secara tidak objektif. Di atas adalah sebuah restoran Maxim's Food Chain yang habis di rusak oleh para demonstrans (yeee, kok saya senang ya ^_^). Singkat ceritanya cuma berawalan dari anak founder Maxim mengkritik demonstrans dan dianggap radikal dalam kritik tersebut. Jadi pelajarannya buat Founder hati-hati ngomong jangan nyakitin orang yang sudah tersakiti oleh penguasa seperti yang terjadi di Hong Kong.

Minggu, 17 November 2019

Dialektika dan Hidupnya Peradaban I

Kamaren aku mencoba menyibukkan diri dengan beberapa agenda walau tidak semua agenda terpenuhi. Agenda pertama yaitu bersih-bersih kontrakan yang udah tidak terawat. mulai dari jam set 7 hingga jam set 10. Kurang lebih aku mencoba untuk diam dan hanyut dengan kesibukan ini. Berfikir disela-sela cuci piring, gosok2 kompor yang berkarat hingga kembali mengatur dapur yang lebih effisien dari sampah-sampah yang ngak perlu.
Lama dengan kesendirian itu cukup membuah aku jenuh. Sebagai pencinta ketenangan dan kesendirian saat ini itu tidak seharusnya saya bersama dengan orang yang bebal tentang narasi neo-hedonisme.
Sudah aku putuskan beberapa waktu yang lalu. Aku butuh wadah yang membuat aku tidak sendiri. Akhirnya set 10 aku caps ke club TMC. udah lama ngak ke club. Di club dengan tujuan pragmatis rasanya cukup membangunkan aku dari keresahan. Habis itu kita diskusi panjang lebar di Kansas (Kantin Sastra, antonim untuk kantin masa millenials) bahkan hingga pulangnya mendekati jam 3.
Ada banyak hal yang menarik saya ambil dari diskusi kita. Di antaranya adalah politik Aceh dan peradaban ilmu di Mesir. Akhirnya kita berdialektika sangat panjang lebar. Saya cukup miris dari diksi-diksi dari anak lulusan politik UI tentang Aceh yang notabene adalah kampung halamannya. Secara politik banyak yang sulit untuk kita pahami. Seperti terdapat elit-elit lokal yang segaja konfliknya dihendaki pemerintah agar terbentuk yang namanya kepercayaan pada lapisan terakhir yaitu pada pemerintahan pusat. Sehingga banyak aliansi elit di Aceh yang digambarkan satu dan lain saling berkonflik. Akhirnya kesatuan Aceh terpecah menjadi beberapa bahagian.
Saling berkonflik tentu ada ambisi yang ingin dipertahankan diantaranya adalah proyek-proyek daerah yang harus dikuasai dari anggaran yang telah ditentukan. Anggaran APBD Aceh sekitar 30an Trilliun per tahun agak sayang klo tidak dapat jatah dari sana bagi pandangan seorang elit. Kurang lebih adanya kepentingan itu membuat tidak harmonisnya anak-anak bangsa Aceh yang paling sulit ketika ditaklukan oleh Hindia Belanda ini.
Jika berkaca pada peradaban Islam suatu wujud yang pragmatis religius nampaknya Aceh tidak cukup mampu untuk menjaga gengsinya. Soalnya baru-baru ini tokoh pentolan dibidang hukum Syariat Aceh tengah terjerat dengan kasus perzinahan pada anak usia dini. Tentu ini aib yang sangat mencoreng rakyat Aceh terutama visinya dalam mewujudkan iklim syariah. Jadi peradaban yang ingin dibangun nampaknya tidak secara kuat dipegang oleh para stickholder. (ada break sekitar 1 jam lamanya, aku hanya bosan)
Jika dilihat dari suatu sisi teradapat kekalutan dalam membangun daerah dengan otoritas Islam dengan ditunggangi oleh adminitrasi dari pusat. Maka terdapat cabang influesi yang membuat pecahnya pragmanis religius ke arah pragmatis materialistis. Untuk mengobatinya dari perpecahan total tidak lain adalah mengikuti alur yang sudah ada atau malah memutuskan urusan dengan pusat karena ada kala kita harus menjatuhkan buah-buah yang busuk dan masih terikat dengan pohon. Buah itu sudah tidak ada faedahnya lagi, bahkan jika ada angin yang beriak sendikit buah itu sudah lebih dulu terhempas.
Menurut saya Aceh bukan sekedar memiliki roh yang nomenklaturnya lurus terhadap syariat tapi juga butuh strategis membagun peradaban Islam yang lebih fundamental. Oleh karena itu tindakan yang lebih radik perlu untuk diuji keabsahannya. Karena mereka dahulu sudah cukup makmur hidup hingga dikuasa oleh Hindia Belanda pada awal abad 20 ini. Sejarah-sejarah Aceh memiliki jiwa yang tidak mau ditindas.
*****
Dialektika kedua saya berhadapan dengan salah seorang alumni al Azhar. Walau agak kecewa dengan beberapa alumni al Azhar dari pengalaman sebelumnya namun saya masih yakin akan kedalaman ilmu yang tinggi di Universitas tersebut. Hanya saja yang membuat ragu adalah pandangan rasio terhadap ilmu sosial yang seolah menjadi tabu untuk dibahas dikalangan akademisi al Azhar.
Diskusi kami diawali dengan keindahan aksara dan bahasa arab yang menjadi pengantar dalam bahasa al Qur'an. 
Rasa yang kuat sekali keyakinan alumni ini terhadap dalamnya ilmu Islam yang dia dapat dari kata-kata kalam Allah dalam kitab al Qur'an. Contoh sederhana bismi dan terjemahan pelengkap bagi kaum hawa yang saat ini lebih berdiksi agak menyimpang. Bismi dibahas secara detail dalam buku yang tipis namun memiliki rincian dalam buku tebal, dan buku tebal itu memiliki rincian dibuku tebal lainnya. Buku tebal lainnya itu di tafsirkan lagi oleh ulama saat ini kebuku yang lebih tebal. Ada aliran ilmu yang deras dari buku kitab kecil yang perbah ditulis oleh ulama-ulama sebelumnya. Bisa saya abstraksikan apa yang sebenarnya dia bayangkan tentang begitu luasnya ilmu dalam agama Islam.


Pada kesimpulannya kenapa adanya "bismi" karena ada value dan nilai yang luas di dalamnya. Setidaknya memiliki arak bijak yang menjadikan manusia tidak sombong dan menyadari posisi dari sang Khalik. Mendapat pemahaman seperti itu tidak mudah tanpa narasi ilmu yang cukup. Kadang bagi orang semisal saya merasa nyaman-nyaman saja dengan ilmu dari Tuhan yang sedikit. Memang sampai saat ini aku malu kenapa sebagai manusia tidak banyak yang bisa aku lakukan. Padahal aku hamba Tuhan, aku manusia yang seharusnya bertindak bersikap sebagai kedudukan manusia yang diberi kelebihan akal oleh Tuhan, Allah.
Sebagai pendalam ilmu bidang ideologi, peradabanm, dan sosial liberal, saya tidak menyianyiakan kesempatan untuk mencoba men-convert dengan relitas. Ilmu di Mesir memang bisa dikatakan maju namun apakah ada korelasinya pada kehidupan?

oh ya saya ada tugas nanti saya sambung lagi bye bye ^_^



Dialektika dan Hidupnya Peradaban II


Tadi ada kajian Nafsyiah (nanti aku buat coret-coret terkait itu)

Ok kita lanjut dulu pembahasaannya....

Nah jika dilihat korelasi antara ilmu dan peradaban suatu bangsa seharusnya berjalan lurus. Namun apakah semulus itu? Ternyata tidak. Si Alumni Mesir menyadari bahwa dalam bidang-bidang tertentu tidak di bahas bahkan diterapkan. Ilmu agama contohnya. Ilmu yang berkaitan dengan Islam seperti syariah, fiqih, tafsir dan lainnya tetap didorong untuk dimajukan, namun dalam penerapan sosial hampir dikatakan dilarang. Sama seperti informasi yang saya tahu bahwa masa Hussein tidak ada kebebasan dalam berdiskusi tentang sosial politik. Bagi mahasiswa mana saja yang mencoba untuk membahasa masalah politik baik itu mengevaluasi atau mengkoreksi tindakan penguasa bisa terkenal finalty berupa di DO bahkan di penjara. Sehingga terdapat juga kisah beberapa mahasiswa asing yang sempat di penjara karena tindakanya yang mencoba untuk mengkritik penguasa.
Namun masa Mursi dikabarkan kondisi cukup kondisif terhadap diskusi ditengah masyarakat tentang politik. Namun tidak berubah lama karena munculnya el Sisi yang mengkudeta. Kondisi yang dicoba untuk dirubah oleh partai Ihwan ini terpaksa surut.
Namun kita berhenti dulu dalam meromakan politik Mesir. Saya melihat ada peradaban yang tidak didorong oleh ulama atau para cendikiawan di sana. Mendalami al Qur'an dari sisi akademis mungkin menjadi hal yang sangat indah namun tidak dibarengi dengan kebangkitan ummat dan hanya berkutat dikebangkitan akhlak. Saya rasa di sana masalah yang sangat mendasar dimana dalamnya ilmu di mercusuak menara gading Universitas bergengsi al Azhar tidak menopang bengkitnya peradaban. Satu sisi memang ilmu yang mereka dalami bukan ilmu sosial dan ilmu yang dipelajari lebih pada mengarah pada kebangkita ahklak. Sehingga ketika mereka terjun ditengah masyarakat fatwa-fatwanya tentang masalah sosial apalagi politik terlalu dangkal dan dapat dibantah dengan mudah (yah saya mengalami beberapa kali). Banyak lulusan al Azhar tidak paham kondisi gerak sosial dan politik namun cukup jumud dengan membahas kalam Allah dengan harapan terjadi perubahan secara strukturan dalam masyarakat. Itu salah.

Cara pandang ini yang menurut saya tidak akan masuk akal dimana gerakan ahklak akan berdampak positif hingga pada kebangkitan ummat. Karena ahklak dan panggilan untuk kebangkitan ummat berasal dari referensi pembelajaran yang berbeda. 

Jadi beberapa alumni yang lulusan al Ahzar sangat jarang saya lihat berkecimpung dalam politik praktif maupun politik ekstra-parlementer (DPR jalanan). Mereka mungkin cukup akan senang dan nyaman hidup di Indonesia sebagai pendo'a. Orang yang memiuliki posisi akademik tinggi di masyarakat namun tidak memiliki kekuatan untuk membangkit ummat/masyarakat. Yang bisa dilakukan adalah menyentuh ahklak seseorang dengan ahklaknya yang tidak bertentangan secara umum.

Namun bagaimanapun hingga saat ini peradaban memang sesuatu yang luas untuk dibahas. Peradaban liberal yang tengah kita nikmati saat ini terlalu rusak untuk diwariskan pada generasi selanjutnya. Ada kekangan pandangan materialistis yang buruk tentang cara hidup di dunia. Dilihat dari materialistis, jabatan, dan bentuk fisik. Itu kenapa aku benci dunia ini, aku benci cara pandang yang kolot dan kepongahan yang tercipta secara sistem, dan terglobalkan. Aku manusia dan aku ingin mati dengan rasio tetap sebagai manusia dalam definisi Tuhan.
Oh ya diskusi kita (antara saya dan alumni al Ahzar) terpaksa saya potong karena takut akan memakan waktunya. Soalnya dia katanya ingin pulang cepat-cepat karena ada perlu dengan istri. Setidaknya banyak informasi yang saya petik sebelum kita berpisah dibelakang masjid UI/parkiran perpus.


Sabtu, 16 November 2019

Potensi Syabab di Tengah Mahasiswa UI

Setidaknya sudah hampir satu dekade aku di UI. Secara khusus tentu banyak yang harus dipelajari dari komunitas akademik yang beragam ini. Tidak banyak yang geleng-geleng kepala untuk memahami masyarakat multi-disiplin ilmu dan multi-budaya ini. Setidaknya seseorang dengan misi dan visi tertentu akan menghadapi tantangan yang berat untuk menyampaikan ideinya ditengah pluralistik ini.
Mahkluk Tuhan ini yang berasal dari Sabang sampai Meuroke ada di UI. Semua punya fisik, budaya, ketersinggungan, cara berfikir, bahkan afeksi yang berbeda-beda. Satu diantaranya yang penting adalah bagaimana menyelaraskan fikiran yang saling bertukar tambah. Diantara mereka ada yang tertutup atau menutupi diri namun ada juga yang membuka diri dengan bertindak hyper-active. Namun ada beragam akal fikiran yang unik di sini jika kita pelajari dengan seksama maka ada garis-garis narasi yang menjadikan pola fikir, pola ucapan, dan pola tindakannya demikian.
Okelah langsung saja tanpa memperpanjang petatah-petitih. Saya ingin mengulas sedikit info yang tidak semua orang tau tentang UI. yaitu adalam UI sebagai pusat pergerakan (oh semua tau ya ^_^'). Tapi gini, narasi gerak yang ada di UI sungguh mulai berubah setidaknya dari tahun 1998. Ada sudut pandang yang mulai bergerak dewasa tentang hakikat ini tapi tidak sedikit yang tidak peduli dengan itu. Ideologi gerak biasanya hidup ditengah keresahan mahasiswa dan kadang hanya untuk pelengkap nafsu akademis aja. Kayak politisi bicata narasi perubahan dari gerakan yang berlandaskan keresahan hanyalah bumbu-bumbu untuk peningkatan elektabilitas.
Pentingnya pergerakan ini adalah untuk Indnesia lebih baik atau peradaban lebih baik. Dunia bahkan Indonesia memiliki sejarah yang jelas dinamis yang berasal dari kelompok generasi muda khususnya terpelajar. Jadi posisi UI penting dalam mewujudnya tatanan baru. Indonesia bisa dilihat secara sempit dari UI. Jika UI bisa bersatu Indonesia sebuah persatuan dari keniscayaan yang telah diukur.
Potensi peradaban baru yang ada tidak dari landasan sistem liberal, demokrasi dan kapitalis. Ngak rasional jika berkata demokrasi akan menciptakan peradaban yang baik. Kita bisa berdebat masalah ini kemudian, namun yang terpenting adalah bagaimana ego-ego subyektif dihilangkan dulu.
Kita bicata potensi peradaban yang telah memiliki jejak empiris. Khilafah. Tidak tertutup ada bentuk peradaban lain dengan tingkat kerelevanan cocok untuk kelompok tertentu.
Khilafah bentuk sistem pemerintahan yang bisa dikatakan tertua dari segi peradaban yang dibentuk. Khilafah jika dikaji memiliki kecermerlangan era atau disebut golden ages (abad emas). Jika hal ini disampaikan pada kondisi mahasiswa yang kritis berfikir dan dinamis dalam bertindak maka suatu keniscayaan Indonesia yang kita kenal kemudian akan menjadi Indonesia emas. Ngak perlu menunggu tahun 2045, bahkan lebih cepat dari pada itu Indonesia bisa kembali memiliki posisi bargaining dipercaturan dunia.

Makan pusat akademia ini sangat penting untuk menumbuhkan keresahan, sentuhan kondisi zaman, dan kepedulian sosialnya untuk bisa menggali ilmu yang jauh lebih tinggi dari sekedar demokrasi. Mahasiswa UI saat ini fikirannya tertutup oleh selubung demokrasi yang mana dia tidak pernah berfikir solusi dari luar selubung itu. Jika orang berfikir think out of the box itu sangat diperlukan, namun dalam politik think out with the box itu yang dibutuhkan. Lebih liberal lebih asik, lebih radikal lebih hidup.
UI berkisar ada 50ribu mahasiswa aktif yang potensial. UI ada roh pergerakan yang dapat mengubah wajah Indonesia bahkan UI dapat mengemban transisi peradaban ini. Oleh karena itu setidaknya ada beberapa tahapan yang jelas harus dilakukan. Perlu keterbukaan, transfer tukar tambah knowledge, dan wadah pergerakan.
Keterbukaan yang saya maksud di sisi memiliki aspek ganda. Aspek internal dan eksternal kampus. Kampus beberapa saat lalu masih kita ingat berupaya untuk mengekang kebebasan dalam pergerakan mahasiswa. Salah satunya FRM UI tempat saya hidup (maksudnya tempat gerakan saya waktu masih mahasiswa) dibubarkan. Walau kehadirannya sudah kayak hidup segan mati ngak mau sih. Cuma ada history dan pandangan umum tentang apa itu FRM. Sekurang-kurangnya tempat orang bertanya "mahasiswa 000 di UI dimana ya?". Tapi sejak Ang menjadi pimpinan Masjid UI semua berubah, dan saya pun menghilang (kayak cerita avatar ^)_^).
UI harus terbuka secara akademik maupun pada roh dan budi yang lurus terhadap perubahan tanpa kekerasan. Saya berharap itu bisa terjadi walaupun menutupinya suatu hal yang tidak mungkin juga. Karena kadang kebangkitan itu muncul dari ikan air yang keruh bukan yang bersih. Begitu juga Renaissance akan bangkit dengan tekanan bukan di tengah dogma-dogma "NKRI harge mate". Oleh karena itu ketertutupan UI adalah keniscayaan yang berdampak semakin dinamisnya gerakan mahasiswa.
Transfer tukar tambah knowledge adalah bagian yang penting menyangkut pemahaman yang lurus dan cara pandang yang baik dan obyektif. Jadi ada kerangkeng berfikir kada saya sebut dengan toxic of idealism. Sederhananya tida semua orang mendapat dorongan kecuali jika ada informasi yang rasional dan relevan yang mennyentuhnya. Oleh karena itu berfikir dogmatis atau ada di zona nyaman memiliki tantangan yang berat untuk sampai ke titik kesadaran dari transfer knowledge. Tidak sederhana dan juga tidak simple oleh karena rencana dan metode yang dibuat pun tidak ecek-ecek. Rata-rata teman-teman satu ideologi tidak menyadarinya. Sebenarnya ada hakikat yang dilematis dalam transafer knowledge ini yaitu di saat knowledge itu tersampaikan dan menyentuh harus ada wadah kmunitas yang bisa merekonstruksi seseorang, karena barus saja yang dilakukan adalah uninstall cara berfikir.
Jika komunitas tersebut tidak ada atau engage in nya kurang. Si person akan tertolak atau terbentuknya cara pandang konstruktifitas pemikiran yang tidak sempurna. Wajar saja jika kemudian ada sikap pasif atau kecewa. Hal ini harus diwanti-wanti agar tidak terjadi kelalaian dalam membicara berfikir yang lurus. Karena ideologi itu dinamis maka transfer yang tidak sempurna hanya akan membuka celah kerelevanan yang lain, dan mungkin saja itu bertentangan.

Jumat, 15 November 2019

Berfikir Strategis dan Berfikir Teknis

Bismilllah...
Adapun tulisan ini buka memperlihatkan kesombongan saya terhadap dunia yang tengah bergerak ini. Karena semata-mata hanya memperlihatkan narasi berfikir yang lebih terencana, sistematis, dan memiliki kekebalan tertentu.
Yah, berfikir strategis adalah suatu unsur berfikir yang mempertimbangkan berbagai faktor. Berfikir tentunya dilakukan oleh setiap orang namun cara ini lebih dari berfikir biasa. Walau pada dasarnya semua orang bisa namun ada kencendrungan ketidak biasanya. Ketidak-biasaan inilah yang kadang membuat beberapa orang jumud untuk berfikir.
Narasi berfikir strategis berawal dari analisa-analisa background, planning, action, dan kemungkinan-kemungkinan dampaknya disamping tujuang berfikir fill in dalam narasi ini. Jadi kurang lebih ada bentuk kolektifitas dalam merencanakan sesuatu dalam berbagai aspek sehingga segala sesuatu yang akan dan pasti terjadi dapat diantisipasi atau di-mitigasi dengan harapan dampak yang tidak terlalu parah.
Jika kita jabarkan lebih lanjut tentang proses berfikir strategis haruslah mamiliki tujuan. Tujuan harus jelas dan kongkret sehingga tidak berdefinisi umum. Dari tujuan itulah kemudian dibuat narasi dengan berbagai pendekatan seperti beberapa analisa yang mungkin lebih awal terjadi yaitu background, planning, action, dan kemungkinan2. Dengan pendekatan-pendekatan inilah kemudian akan menghasilkan metode atau tahapan dalam mencapai tujuan tersebut.
Hanya saja untuk merumuskan tentu perlu kajian yang sedikit dalam. Terutama background, seseorang harus paham dia barhadapan dengan siapa dan segala aspek keunggulan dan kelemahan objek harus jelas serta terdefinisi. Banyak yang salah dalam mendefinisikan lapangan hanya akan membuat tujuan tidak tercapai malah terjadi sebaliknya bisa saja yang dituju makin jauh atau malah menolak.
Planning merupakan bentuk artikulasi dari background. Planning tidak bisa berdiri sendiri harus ada dasar sebelumnya dari background seperti pengalaman sebelumnya atau bentuk2 planning yang pernah ada. Karena ada value yang sudah teruji di situ. Seburuk apapun pengalaman sebelumnya tetap value itu ada dalam Islam di sebuh "hikmah". Jadi di dunia ini sebenarnya tidak ada kegagalan sempurna dan tidak pula ada keberhasilan sempurna. Jika sempurna atau tidak diukur dari standart-standart tujuan yang telah ditetapkan.
Action bagian inti dari tujuan. Kadang action bisa berdiri sendiri bahkan bisa dilakukan tanpa berfikir. Action bisa dilakukan dengan cukup memiliki dasar kesadar bahkan tanpa memiliki tujuan kongkret. Pada dasarnya banyak orang berfikir kemudian surut ketika action. Padahal ini adalah inti dari terciptanya tujuan. Namun jika tujuan sudah ada, background sudah jelas, dan planning sudah termomentumkan makan action dapat dilakukan tanpa banyak kandala bahkan hambatan. Fokus pada apa yang sudah terencana jauh lebih smooth dari pada ditengah aksi baru berfikir hal yang tidak-tidak.
Dan yang telakhir adalah kemungkinan-kemungkinan. Hal ini perlu diantisipasi untuk melengkapi planning dan action. Karena kemungkinan-kemungkinan ini akan menciptakan regulasi berfikir sebab-akibat, masalah-solusi. Dalam berencana tidak terfokus pada satu planning, bisa ada planning A, planning B, dan seterusnya. Kenapa ini penting? karena tidak semua rencana bisa berjalan lancar ada hambatan dan rintangan. Ada hambatan kecil dapat berdampak besar terjadinya gangguan dalam mencapai tujuan.
Jadi berfikir stratgeis itu penting dan tidak bisa difikirkan di satu waktu. Butuh kesinambungan bahkan menjadi alam bawah sadah dalam kehidupan. Seorang pemikir pasti melakukannnya. Hanya orang yang malas dan jumud berfikir akan yang selalu ingin lepas dari ini. Probleman hidup itu banyak namun solusinya tidak ada satupun sempurna. Jika ingin suatu solusi yang mendekati kesempurnaan makan berfikir strategis perlu untuk diterapkan.

Awalnya saya berfikir saya passionnya matematika. Mungkin namun ada yang lebih mendasar dari pada itu. Karena matematika saya fikirkan dalam kondisi berfikir strategis. Bukan saya ahli dalam matematika (dulu) karena terus belajar saja namun terlebih penting adalah karena saya berfikir strategis tentang angka dan logika. Sehingga ada problem yang muncul itu hanya seperti repetisi yang sudah saya selesaikan.
Di atas hanya satu contoh saya dari saya pribadi bahwa daya fikir itu terbentuk karena kebiasaan. Tidak ada didunia ini yang lebih sederhada dari pada berfikir. Dalam kondisi apapun kita bisa berfikir dan berfantasi. Dan alangkah menariknya jika pola berfikir di strukturisasi menjadi gaya berfikir strategis.
Selamat mencoba ^_^

Rabu, 13 November 2019

Objek Yang Semakin Kabur

Kondisi geografis Indonesia memang sangat mempesona mata untuk dijelajahi. Negara dengan aspek kepulauan yang terbanyak di dunia tidak akan ada habisnya untuk di telusuri. Aku cukup menikmatinya dari angan-angan. Tidak semua orang memiliki hasrat yang sama dan mendapat dukungan moril dan materil untuk dapat beresentuhan dengan alam eksotis seperti yang ada di Indonesia.
Hanya saja beberapa alam itu memiliki tingkat peradaban yang berbeda satu dan lainnya. Lebih dari sekedar alam, manusianya memiliki pola fikir yang berbeda tentang alam, hidup, dan hari akhir. Setidaknya itu menjadi konsen saya dalam mendalami setiap orang. Manusia bagi saya mahkluk yang unik dan memiliki banyak kehendak yang tidak pernah puas.
Manusia relatif berubah seiring perubahan zaman. Namun beberapa diantara mereka yang berkelompok memiliki suatu tradisi dengan kekekalan tertentu yang membuat perubahan itu tidak suatu keniscayaan. Vested interest menjadi dasar alasan dimana beberapa daerah masih mempertahankan budayanya. Banyak faktor yang mendorong seperti sebagai identitas, atau culture yang memiliki aspek local genius yang dinilai harus dipertahankan.
Mempertahankan budaya sebagai identitas dan bla-bla-bla-bla. Saya rasa secara umum tidak ada masalah dengan semua itu namun pada hakekatnya budaya sendiri bukan suatu yang statis. Dia berubah sesuai dengan perubahan zaman. Terpenting dari budaya tersebut adalah nilai, etika, dan estetika. Sehingga konsep mempertahankan budaya tidak terkurung ke dalam mempertahankan ke-tradisionalan yang malah menyulitkan masyarakat dalam menjalani hidup.
(aku nulis apa sih)



Oke sekarang kita lihat bentuk kongkretnya. Papua semakin lama semakin jelas permasalahannya. Veronica Khoman, seorang aktifis HAM yang tengah diburu oleh Polri membeberkan beberapa informasi yang sangat memilukan terkait kondisi warga Papua. Saya melihat adanya upaya negara dalam mempertahankan ketertinggalan Papua diberbegai sektor. Vested Interest di pegang oleh lembaga tertinggi sosial kita. Bayangkan, artinya jika ada kepentingan VT ada keinginan yang disembunyikan pada tanah Papua.
Salah satu sektor yaitu masyarakat Papua tidak dibenar berorganisasi yang memiliki perbedaan pendapat dengan negara. Beberapa aktifis Papua mengaku kesulitan dalam melakukan diskusi diantara mereka. Sayangnya beberapa elit Papua juga tidak memberikan dukungan yang kuat untuk mahasiswanya. Tak jarang aktifis Papua yang agak kritis sedikit akan ditangkap bahkan tidak dibenarkan ada gerakan mahasiswa maupun masyarakat yang menghalangi kepentingan negara di Papua.
Beberapa waktu lalu ada sidang perdana dari Raker masalah pertahanan yang dihadiri pihak DPR dan kementerian pertahanan yang tidak lain adalah bapak Prabowo dkk. Seperti biasa mekanisme pertahanan baik teknis masupun strategis masih dirahasiakan. Saya membau aroma masalah Papua yang tidak dibahas secara teknis. Hanya narasi dari tagline yang diambil yaitu "pertahanan semesta" agak sulit kiranya menolak dugaan pendekatan negara pada Papua selain militer tidak ada. Padahal urusan Papua bukan urusan kontra fisik semata tapi ada urusan mendasar terhadap keadilan HAM.
Tentu saya sebagai pecinta ke-sosialis-an saya menolak progress militer yang mungkin akan dilakukan oleh negara terhadap Papua. Ada upaya fikiran manusia yang akan dihentikan dengan todongan senjata. Ada berita dan fakta yang dicoba untuk ditutup-tutupi dengan alasan integrasi. Ada dosa lama yang dicoba dilupakan saja tanpa diselesaikan. Perlu diingatkan negara berhadapan dengan manusia yang punya roh di sana, yang tertata dengan nilai, dan rasa cipta yang hidup.
Hingga saat ini arah peradaban bangsa sulit untuk dibilang jelas. Setiap waktu negara sibuk dengan berbagai konflik dan pertentangan yang berrentetan tidak ada habisnya karena memang akarnya tidak selesai. Sehingga visi negara kedepan yang tertuang dalam alinea empat terasa kabur dan hambar. anya dengaungan-dengangungan setiap senin pagi dibacakan ketika upacara bendera namun itu hanya titik yang objeknya belum tersentuh bahkan hingga sampai saat ini. Terlalu kabur untuk dicapai karena negara berada dipusaran masalahnya sendiri.


Senin, 11 November 2019

Pentingnya Berfikir Rasio-strategis dan Relevan-strategis: Studi Kasus Konstra-produktif Gerakan Dakwah 000 Unsur Masyarakat dan Mahasiswa Beji Depok



Konsep dakwah yang disampaikan generasi 000 dewasa ini cukup mengalami dekradasi dalam strategis dakwah. Mereka kerap terperangkap dalam pengaruh tekanan global dan tatanan gerak jama’ah (team culture) tempo dulu. Sehingga abstraksi pendapat dari generasi milineal yang lebih memengang kendali pada luar teknis tidak berperan.
Degradasi dapat dilihat dari surutnya upaya untuk bernarasi dengan penguasa atau mayarakat umum. Hal ini terjadi didorong sebab eksternal dan sebab internal. Dorongan eksternal/luar didominasi oleh upaya negara atau penguasa dalam meredam pengaruh 000 lewat UU ormas. Sehingga forum-forum publik negara menjadi keniscayaan yang terlarang untuk digunakan. Dinamikanya, sejak UU ormas diberlakukan terlihat perkembangannya cukup signifikan dalam pembahasan khilafah di media-media maenstream, namun tidak lagi mengikut sertakan aktifis 000.

Degradasi dari internal/dalam tentunya adalah kemapuan berfikir strategis yang masih belum matang. Beberapa narasi aktifis 000 masih terlihat konvensional dan terlabel eksklusifitas. Sehingga ruang-ruang publik tidak terbuka untuk suatu diskusi yang dinamis. Ketidak-relevanan itu terbentuk dari bayangan mabda yang digambarkan oleh aktfis 000 tidak dibarengi dengan kemampuan strategis dan rasional dari pikiran publik secara umum. Sehingga berdampaknya irrasional bagi oleh yang tidak memahami mabda/ideologi Islam secara mendetil sehingga tidak membuka kemungkinan terjadinya dialegtika yang mengarah ke relevanitas mabda Islam.
Tentu degradasi internal ini tidak semata-mata pada pengetahuan hanya dua ideologi yang saling bertentangan tetapi narasi strategis dalam menyampaikan. Transfer knowledge (pengetahuan-pengetahuan mabda) tidak terjalin dengan sempurna dengan kurangnya informasi yang akurat hanya akan menimbulkan kesalah-pahaman. Kesalah pahaman inilah yang diperkuat elite negara untuk mempertahankan ideologi/mabdanya. Sehingga keluarnya UU ormas adalah bentuk upaya penghambat memungkinkan penyebaran narasi-narasi strategis yang dapat mengubah pandangan masyarakat.
Kasus aktifis 000 di Depok terutama Beji cukup kompleks. Di dalamnya terdapat unsur masyarakat dan mahasiswa yang seharusnya memiliki pendekatan berbeda. Pendekatan unsur masyarakat melalui pendekatan pragmatis religius sejalan dalam penerapkan pola gerak yang sudah konvensional. Beberapa individu masyarakat tidak terlalu berfikir mendasar terhadap pergolakan puralitas pemikiran yang berkembang saat ini. Namun, berbeda dengan mahasiswa yang stuck jika melalui pendekatan yang sama.
Pendekatan konvensional ini tentu lebih memiliki pedoman gerakan yang sebelumnya telah terkristalisasi. Sehingga arah gerakan tidak berbeda jauh dari sebelumnya dan narasi-narasi yang dibangun lebih pada pendekatan sosial religius. Berfikir secara mengakar di sini tidak terlalu dikedepankan, namun lebih pada aktifitas teknis. Sebar nasroh, dauroh, dan diskusi menjadi hal cukup ampuh dilakukan secara teknis.
Secara hegemoni social interest kondisi masyarakat Beji depok cukup statis. Mungkin mereka relevan dengan zona nyamannya dan bisa jadi mereka tidak cukup punya kemampuan untuk memahami zona perubahan sistem yang jauh lebih nyaman. Sehingga pola-pola fikir tertentu tidak membuat golongan masyarakat dinamis untuk aktif dalam gerakan 000. Abstraksinya bisa terlihat dari bagamana aktifis 000 merangkul masyarakat yang tersentuh dengan pendekatan yang tidak terlalu mengakar. Diantara pendekatan itu adalah pendekatan sosial pragmatis, sosial kulturistis, social religion sentris, dan masih banyak lagi. Jika akar pemikirannya kemudian dibenturkan dengan pemikiran liberal atau sosial, mereka tidak akan cukup mampu untuk mempertahankan argumentasinya kecuali dengan jawaban keimanan dan nash-nash ayat suci untuk mendaulatkan pemahamannya.
Jika berbicara potensi sungguh sangat mungkin. Kesadaran masyarakat terhadap kondisi kekinian dapat memicu pergolakan yang dinamis dalam dimensi berfikir yang berbeda. Hanya saja tidak butuh hanya kemauan dan kelapangan dalam menerima transfer knowledge ini.
Berbeda dengan mahasiswa. Mahasiswa memiliki suatu cara fikir jernih terhadap arah perubahan. Kontaminasi masalah ekonomi, social, dan kepentingan politik belum terlalu merasuki. Gaya berfikirpun lebih mengadopsi bentuk yang relevan dari beberapa pengalaman yang ada. Globalitas dan modernitas yang ada tidak terdiri dari mahasiswa yang berasal dari suatu sudut pandang yang homogen. Pluralitas dari sudut pandang mereka sebenarnya tidak menghalangi terjalinnya tukar tambah pemikiran, hanya saja pendekatan yang cukup beragam. Karena rata-rata diantara mereka masih terbuka untuk mendengarkan pendapat dan pengalaman generasi milenial maupun old.
Nah pentingnya berfikir rasio-strategis dan relevan-strategis harus diterapkan dalam dunia kampus. Jadi tidak cukup dengan tindakan teknis yang berisi pemikiran konvensional yang bisa dibilang tidak relevan lagi. Rasio dan relevan cukup berbeda karena pada kenyataannya suatu sudut pandang yang rasional belum tentu dapat mengubah apalagi menggerakkan seorang individu. Butuh pemikiran yang menyentuh kerelevanan yang teradaptasi sehingga transfer mabda menjadi dinamika umum di lingkungan kehidupannya.
Umumnya yang terjadi adalah ketika mabda itu ditransfer berhasil terjadi pergulatan yang hebat dalam diri mahasiswa yang setidaknya menghasilkan dua opsi. Pertama, tetap memegang mabda sementara lancar beradaptasi dengan lingkungan kampus dengan bertopeng mabda lain (liberal). Kedua, tetap memegang mabda sementara kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kampus.

To be continue..... ^-^

Narasi Negarawan Muda: Peran Pemuda dalam Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (RRLI) Jakarta 1945


Pendahuluan
            Pada Agustus-September 1945, Indonesia tengah mengalami euforia kebangkitan semangat pemuda[1] yang sedang sangat antusiasnya mengisi kemerdekaan yang baru terjadi. Pemuda terpicu untuk mengambil peran dalam kemerdekaan itu. Salah satu perannya ikut terlibat dalam peristiwa Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (RRLI). Momentum ini dinilai penting dan berpengaruh luas karena pertama kalinya dari pemerintah Republik Indonesia bertemu langsung dengan rakyatnya. Semua itu terselenggara dengan aman, tertib, dan terkendali tidak luput dari peran pemuda.
Sungguh sulit dibayangkan bagaimana dinamisnya gerakan pemuda Indonesia pada momentum RRLI ini. Hal itu dilakukan agar proklamasi kemerdekaan yang telah terjadi tidak dianggap berlalu begitu saja. Maka perlu menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia kini telah merdeka. Rapat itu direncanakan oleh para pemuda dalam Komite van Aksi (KvA) di Jakarta.
Jakarta sebagai kota pendidikan yang cukup maju saat itu di huni oleh generasi muda Indonesia yang cerdas lagi aktif dari berbagai daerah. Meskipun berlatar daerah berbeda mereka bersatu dalam sejumlah organisasi. Dalam KvA setidaknya mereka terdiri dari tokoh dan beberapa kelompok pemuda yang berpengaruh dalam RRLI.


Tokoh dan Kelompok Pemuda Jakarta
            Tokoh dan kelompok pemuda tersebut diantaranya Sutan Syahrir, Sukarni, Kelompok Menteng 31, dan Asrama Indonesia Merdeka. KvA ini awalnya bermarkas di Prapatan 10 yang menjadi pusat koordinasi antara tokoh dan kelompok pemuda saat itu. Kemudian sempat pindah ke Menteng 31 karena terjadi perbedaan pendapat.
            Sutan Syahrir adalah salah seorang tokoh yang cukup populer saat itu. Kehadirannya kerap diharapkan dalam berbagai sidang dan forum. Selain wawasan juga tindakan Syahrir yang tangkas tidak mengherankan jika dari-nyalah informasi kekalahan Jepang menjadi viral saat itu.
            Selain Syarir juga terdapat kelompok pemuda yang bertempat di asrama Menteng. Pada awalnya kelompok ini dibentuk dengan kerjasama Sendenbu[2] bernama kelompok “Asrama Angkatan Baru”, namun lebih dikenal kelompok Menteng 31 karena asrama sempat dibubarkan namun tetap menjadi tempat jaringan  informasi. Kelompok ini mengambil peran cukup strategis dalam merumuskan RRLI. Beberapa anggotanya terdiri mahasiswa fakultas hukum dan aktifis muda pada umumnya.[3]
            Dalam kelompok Menteng 31 terdapat tokoh-tokoh yang kemudian memiliki pengaruh dan jabatan penting. Diantaranya adalah Sukarni, Aidit, Chaerul Saleh, A. M. Hanafi dan Ismail Widjaja. Sebagai anggota dari asrama mereka dibekali berbagai ilmu yang di isi oleh tokoh-tokoh bangsa.[4]
            Selain kelompok Menteng 31 juga terdapat asrama lainnya. Seperti Asrama Badan Permusyawaratan Pelajar Indonesia (Baperpi) yang berlokasi di Cikini 71 dan asrama mahasiswa “Ika Daigaku” di jalan Prapatan 10.  Bedanya dengan asrama Baperpi, asrama mahasiswa “Ika Daigaku” terdiri dari mahasiswa kedokteran dan farmasi. Tokohnya adalah Djohar Nur sebagai ketua dan salah satu anggotanya yang juga aktifis Menteng 31 adalah Chaerul Saleh. 
Berdirinya Komite van Aksi
            Komite van Aksi (KvA) didirikan oleh kelompok Menteng 31 dan kelompok Asrama Indonesia Merdeka. Sebagai badan kompromi propaganda mempertahankan semangat proklamasi di tengah masyarakat. Pionirnya adalah Adam Malik dan Sukarni yang kemudian menyusun struktur organisasi seperti berikut:
Ketua                          : Sukarni (Menteng 31)
Wakil ketua I             : Chaerul Saleh (Menteng 31)
Wakil ketua II             : Wikana (Asrama Indonesia Merdeka)
            Adapun bidang-bidang KvA sebagai berikut:
1.      Bidang politik: Adam Malik
2.      Bidang ketentaraan: Eri Sudewo
3.      Bidang Pemerintahan: Soediro
4.      Bidang dana dan usaha: Soepeno
Setiap bidang memiliki program yang kemudian disiarkan kedalam bentuk selebaran pamflet bernama “Suara Rakyat”. Isi pokok selebaran tersebut adalah:
1.      Negara kesatuan Republik Indonesia telah berdiri tanggal 17 Agustus 1945 dan rakyat telah merdeka, bebas dari pemerintahan bangsa asing.
2.      Semua kekuasaan harus ditangan negara dan bangsa Indonesia
3.      Jepang sudah kalah, dan tidak ada hak untuk menjalankan kekuasaannya lagi di atas bumi Indonesia.
4.      Rakyat Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang.
5.      Segala perusahaan (kantor-kantor, pabrik-pabrik, tambang dan perkebunan-perkebunan) harus direbut dan dikuasai oleh rakyat Indonesia/terutama oleh kaum buruh dari tangan Jepang.
Dari selebaran tersebut jelas bahwa kehendak pemuda KvA ingin merebut kekuasan dari Jepang. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan untuk kesekian kalinya pemuda dan golongan tua berbeda pendapat. Hal itu tertuang ketika pemuda mulai ingin membahas hal ini dengan Soekarno. Pada 19 Agustus, selepas Soekarni menghadiri sidang PPKI beliau menyempatkan diri memenuhi undangan pemuda di Prampatan 10.

Perdebatan
Pada pertemuan antara Soekrano yang didampingi oleh Muhammad Hatta dan Kasman Singodimedjo dihadapkan oleh keinginan pemuda untuk segara membentuk tentara. Pembentukan tentara dengan tujuan realisasi rencana pengambilan alih kekuasaan dari Jepang. Perdebatan terjadi, Adam Malik (golongan muda) lebih pada upaya kekerasan jika memang diperlukan, sedangkan Soekarno (golongan tua) menghendaki melalui perundingan dengan pihak Jepang.
Besoknya, Jepang telah men”cium” ada ketidak-beresan terhadap rencana pemuda. Jepang lebih dulu mengantisipasi hal tersebut dengan melucuti senjata baik dari Peta maupun Heiho. Peta dan Heiho dipulangkan dengan tangan kosong dan menyurutkan rencana pemuda tersebut.[5]
Lusanya, 22 Agustus kembali pemuda dan PPKI mengadakan pertemuan di Prapatan 10. Kali ini agenda yang dibahas adala pembentukan Komite Nasional. Beberapa pemuda tidak sepakat wadah PPKI, karena lembaga bentukan Jepang. Pemuda berharap harus ada lembaga yang membantu presiden dan wakil presidennya dalam mengawal revolusi lepas dari peran Jepang.
Soekarno menerima masukan tersebut dan menerbitkan dalam sebuah pidato pada esok harinya. Badan Keamanan Rakyat (BKR), Komisi Nasional Indonesia (KNI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI) dinyatakan berdiri. Sedangkan BKR berfungsi menjaga keamanan yang terkoordinasi hingga ke daerah dibawah KNI daerah masing-masing. Hal ini guna mengantisipasi konflik horizontal dengan tentara Jepang.
Hasil kebijakan Soekarno tersebut terdapat pro dan kontra dalam tubuh pemuda. Satu sisi beranggapan Soekarno kurang tegas dilakoni oleh Sukarni dan Chaerul saleh. Pasalnya, mereka sangat mendorong agar yang dibentuk adalah tentara, bukan sekedar badan keamanan. Sedangkan di sisi lain yaitu Eri Sudewo berpendapat berbeda. Eri beranggapan tindakan Soekarno telah tepat.
Tidak berakhir sampai di situ, Sukarni dan Chaerul Saleh memisahkan diri dari Prapatan 10. Disamping itu juga tetap memakai nama KvA namun berpusat di Menteng 31. Meskipun diantara mereka berbeda pendapat namun masih berupaya satu tujuan untuk memperkuan posisi kemerdekaan Indonesia baik secara internal maupun pada pihak asing.
Mereka kembali bersatu dalam upaya merencanakan RRLI yang awalnya akan dilaksanakan pada 16 September. Hal itu dilatari oleh suasana semakin genting. Jepang menyebarkan pamflet tentang larangan demo dan berkumpul lebih dari lima orang. Atas kondisi tersebut Soekarno berpendapat agar penyelenggaraan RRLI ditunda.
Adapun dipilihnya agenda RRLI ini tidak datang dengan sesuatu yang baru. Pada akhir Agustus maupun pertengahan bulan September adalah moment yang biasanya digunakan untuk hari-hari kenegaraan. Sepertinya tanggal 31 Agustus biasanya dilakukan perayaan atas hari kelahiran ratu Belanda, Wilhemina. Selain itu 11 September 1944, rapat raksasa pernah dilakukan untuk menyampaikan pada khalayak perihal janji kemerdekaan dari menteri Koiso.
Begitu pula moment proklamasi juga rancananya di Ikada namun dipindahkan ke kediaman Soekarno, jalan Pegangsaan Timur No 56. Dan yang terbaru saat itu adalah rapat raksasa di Ikada 31 Agustus oleh Suwiryo yang mengadakan pengucapan ikrar setia dari pegawai pemerintah pada Republik Indonesia. Jadi secara lokasi lapangan Ikada/lapangan gambir tidak diragukan lagi menjadi pusat dari antusias warga pada masa itu.
Namun, penyelenggaraan RRLI mendapat hambatan dari Jepang. Seperti Sebelumnya Jepang telah menyebarkan selebaran berisi tentang pelarangan melakukan kegiatan yang memicu situasi chaos. Oleh karena itu Jepang melakukan beberapa upaya yang diantaranya meminta pihak rapublik yaitu Soekarno membatalkan RRLI dan mengerahkan aparat keamanan Jepang untuk berjaga.[6]
Soekarno menanggapi permintaan Jepang untuk membatalkan rencana itu dalam rapat besoknya jam 10.00. Namun, pemuda dalam hal ini inisiatif Sukarni mengambil tindakan berbeda. Dalam siaran radio yang dia sampaikan bahwa RRLI tetap dilaksanakan. Penyebaran informasi tidak hanya wilayah Jakarta tetapi hingga Bogor dan Sukabumi.

Hari yang Dinantikan
Pada paginya hari H, rakyat sudah pada berdatangan.dan tentara Jepang sudah siap sedia di sekitar lapangan Ikada. Upaya Jepang dalam menghalau kedatangan rombongan demi rombongan massa itu mengalami kesulitan. Walaupun ada yang dicegah dan diingatkan bahwa acara dibatalkan, namun tidak mengubah antusias warga untuk tetap datang dan berkumpul.
Sementara rapat kabinet yang dimulai sejak pukul 10.00 tidak membuahkan kesepakatan membatalkan RRLI. Namun permasalahannya adalah larangan Jepang dan upaya untuk terciptanya ketertiban umum. Mencegah terjadinya konflik vertikal dengan tentara Jepang adalah pertimbangan utama dalam rapat tersebut. Mengingat jika terpicu konflik maka korban akan banyak yang berjatuhan dari tangan rakyat.
Meskipun pada dasarnya Soekarno tidak menolak RRLI ini, hanya saja sangat sukar untuk dipenuhi baik tentang keamanan maupun larangan tegas dari Jepang. Namun hingga pukul 15.00, kondisi massa belum meninggalkan dilapangan Ikada. Hal ini memaksa Jepang untuk memberikan izin pada Soekarno untuk menghadiri RRLI sekedar untuk membubarkan massa. Jepang memberi waktu 15 menit agar Soekarno membubarkan massa. Selain itu pemuda Menteng 31 beserta lapisannya seperti Barisan Pelopor dan Angkatan Pemuda Indonesia memberikan jaminan keselamatan pada Soekarno-Hatta dan segenap menterinya.[7]
Atas dukungan itu akhirnya Soekarno menyanggupi dan menghadiri RRLI dengan kawalan dari para pemuda. Kondisi lapangan Ikada yang saat itu sudah ramai oleh rakyat dari berbagai wilayah bersorak gembira atas kedatangan Soekarno. Dua mobil disertai pengawalan motor sebagai pembuka jalan cukup rapi dan tertib mengantarkan Soekarno ke podium. Waktu 15 menit yang diberikan Jepang digunakan Soekarno hanya 5 menit dalam pidatonya yang berisi:
“Saudara-saudara harap tinggal tenang dan tentram. Dengarkanlah perkataan  saya. Sebenarnya Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan perintah untuk membatalkan rapat ini, tapi karena saudara-saudara memaksa, maka saya datang ke sini lengkap dengan menteri-menteri Pemerintahan Republik Indonesia. Saya bicara sekarang sebagai saudaramu, bung Karno. Saya minta saudara-saudara tinggal tenang dan mengerti akan pimpinan yang diberikan oleh Pemerinatahan Republik Indonesia.
Saudara-saudara, saya sebagai presiden, saudara Hatta sebagai wakil presiden, menteri-menteri, kita semua bersedia bertanggung jawab kepada seluruh rakyat Indonesia. Karena itu kami minta kepercayaan rakyat Indonesia.
Kita sudah memproklamirkan kemerdekaan Indoensia. Proklamasi itu, tetap kami pertahankan, sepatahpun tidak kami cabut. Tetapi dalam pada itu, kami sudah menyusun suatu rancangan. Tenang, tentram, tetapi tetap siap sedia menerima perintah yang kami berikan. Kalau saudara-saudara percaya kapada Pemerintahan Republik Indonesia, yang akan mempertahankan proklamasi kemerdekaan itu walaupun dada kami akan robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kapada kami. Dengan tunduk kepada perintah-perintah kami dengan disiplin.
Sanggupkah saudara-saudara? Perintah kami hari ini, marilah sekarang pulang semua dengan tenang dan tentram; ikutlah perintah presidenmu sendiri tetapi dengan tetap siap sedia sewaktu-waktu.
Sekali lagi saudara-saudara, perintah kami, marilah kita sekarang pulang semua dengan tenang dan tentram; tetapi dengan tetap sedia. Saya tutup rapat ini dengan salam nasional “MERDEKA”.[8]

Dengan begitu berakhirlah rapat raksasa tersebut. Peserta rapat mengiringi kepergian Soekarno meninggalkan lapangan. Iringan tersebut bahkan sampai mobil Soekarno menghilang dari pandangan menuju ke kediamannya di Pegangsaan Timur. Di tengah iringan tersebut terdapat aksi yang heroik dilakukan oleh pemuda Makassar yaitu Kahar Muzakkar. Kahar menghalau bayonet-bayonet[9] Jepang dengan golok ditangannya untuk melindungi Soekarno.
Kehadiran Soekarno memecah suasana namun dapat dikendalikan. Sosok tokoh yang digelari singa podium itu dapat menenangkan rakyat dengan suaranya. Pidato pendek sekitar 5 menit di tengah keramaian massa berhasil menjadi pesan langsung dari pemerintah pada rakyatnya.

Pasca RRLI
Tentu saja pihak Jepang tidak senang dengan terjadinya RRLI ini. Hari berikutnya beberapa markas pemuda digrebek termasuk Menteng 31 oleh tentara Jepang, Kempetai. Beberapa diantara mereka ditangkap dan dibawa ke pejara Bukitduri. Jepang beranggapan biang keladi dari RRLI adalah pemuda Menteng 31 yang masih menyisakan banyak barang bukti seperti pamplet, bendera, spanduk, dan senjata.[10]
Beberapa pemuda yang ditangkap adalah
1.       Darwis
2.      A.H. hanafi
3.      Aidit
4.      A. Hanafroni
5.      Siddik Kertapati
6.      Adam Malik
Meskipun masuk penjara pemuda ini tidak luput dari perkembangan informasi perkembangan politik yang semakin memanas. Berkat kecerdikannya, tidak lama berada dipenjara mereka berhasil melarikan diri.

Keseimpulan
            Pelaksanaan RRLI adalah momentun penting dalam bangsa ini. Banyak narasi yang terjadi dalam mengukuhkan semangat rakyat. Meskipun tidak dalam satu pendapat namun satu cita dalam memperjuangkan kemerdekaan. Keberanian pemuda bukan hanya terhadap golongan tua namun juga pada Jepang. Berkat keberanian itulah pemuda mengagendakan RRLI sebagai agenda kontra-strategis untuk memperkuat proklamasi.
            RRLI berjalan sesuai rencana walau mendapat hambatan dari Jepang. Di sini terlihat bahwa jiwa kenegarawanan pemuda Indonesia tidak mudah menyerah atau menciut oleh gertakan-gertakan pihak Jepang.
             


[1] Muda atau pemuda di sini adalah kalangan generasi yang berumur 30 ke bawah.
[2] Badan propaganda Jepang
[3] Hairkoto Hatmanto, Skripsi: “Rapat Raksasa di Lapangan Ikada 19 September 1945 Pemuda dan Masalahnya” (Depok:UI, 1983), Hal. 6.
[4] Soekarno termasuk salah satu tokoh yang ikut mengisi materi ilmu Politik untuk kelompok Menteng 31 ini.
[5] Hairkoto Hatmanto,skripsi, op. Cit.
[6] S. Brata, “Persiapan dan Tindakan”, Merdeka, 19 September 1977.
[7] Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo SH, “Mengenang Rapat Raksasa 19 September 1945”, Merdeka, 17 September 1978”.
[8] Asa Bafagih, “Atoom Rakyat Indonesia Hampir Meletoes! Mobil Berlapis Badja Dan tentara Nippon Tidak Berdaja”, laporan wartawan Antara-Domei, 20 September 1945.
[9] Bayonet sejenis belati yang dipasang diujung senapan. Kala itu jepang biasanya menggunakan bayonet untuk membubarkan kerusuhan.
[10] Sudiyo, “Belum Banyak Kalangan Generasi Muda Mengenal Gedung Menteng 31”, Berita Buana, 11 Juni 1976.