Kamis, 24 Oktober 2019

Akame Ga Kill: Ilustrasi Perjuangan yang Idealis



Sudah lama tidak terdengar lagi bentuk analitik radikal terhadap kebijakan dan landasan sistem yang tengah dijalankan oleh negeri ini. Filsafat sebagai ilmu pengukur dan sejarah sebagai ilmu empiris menjadi tolak dari ketidak normalan kehidupan manusia dalam sistem demokrasi. Bahkan sistem feodal pun saya akan bicara demikian. Namun parah sebenarnya sistem demokrasi yang saat ini sama-sama kita rasakan sudah berhasil menjual-belikan tanah nenek moyang yang menguntungkan pihak asing.

Sementara elit dengan kepongahan lokalnya seolah-olah paham dengan kondisi negeri ini. Tidak bisa saya lupakan bagaimana pongahnya seorang Fahri Hamzah terhadap idealisme yang dia miliki tentang demokrasi. Dia hanya mewacanakan sesuatu yang masih abstrak bahkan tidak ada tolak ukur keberhasilan. Tidak lain dari cara mendapatkan legitimate untuk posisi tertentu dalam kekuasaan.

Saya berpendapat indonesia tidak baik baik saya. Tidak pada rakyatnya namun politiknya. Lebih tepat sistem dasar yang menuju kita dalam kondisi peradaban tertentu yang tengah tidak mendasar. Bagaimana dengan enaknya tanah ini diinjak, dikeruk hasilnya, dan dijual untuk kepentingan bangsa lain. Sedangkan bumi putera hanya mengais-gais rezeki sebagai buruh rendah baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Saya ingin bercerita sejenak tentang sebuah Anime (kartun) yang menceritakan perjuangan dan penuh hasrat idealis. Sebuah karya hasil ilutrator Tetsuya Tashiro atau lebih dikenal sensei Takahiro. Dalam anime yang dirilisnya pada Maret 2010 berjudul Akame Ga Kill (pembantaian oleh Akame). Gangan Joker yang menserialisasi anime ini mengangkat kisah tentang kebobrokan penguasan yang kemudian mendorong seorang pemuda untuk berkelana ke ibu kota untuk menyampaikan kondisi desa pada penguasa.




Perjalanan yang dilalui tidak mulus dimana penguasa di pusat pemerintahan yang bergaya eropa itu dikuasai oleh penjabat yang korup. Kondisi itu memaksanya untuk bergabung dengan kelompok pejuang. Dalam perjuangan inilah cerita mengharukan, menyedihkan, dan semangat kebangsaan tergambarkan. Dimana cinta, pengorbanan, keegoisan, keserakahan, keterbelakangan, utopia, phobia, kesepian, persaudaraan, kesadisan, kelicikan, dan bentuk-bentuk permusuhan menjadi warna yang menghiasi serial ini.

Keunikan dari serial itu tergambar dari upaya menjatuhkan pemerintahan yang korup lewat berbagai pengorbanan yang harus menahan emosi dan strategi. Kalau digambarkan saat ini tentu pergerakan Indonesia masih tahap remeh temeh tentang suara keadilan yang sumbang telah menjadi kebenaran mutlak, tentang toleransi yang berlebihan telah menjadi trending, bahkan tentang mengkriminalisasi telah menjadi hal yang dimaafkan. Rusaknya peradaban ini hanya dapat dirasakan orang yang berfikir sosialis bukan pada orang individualis yang serakah dan tamak seperti kalian.

Tentunya lewat cerita Akame ga Kil saya berharap ada sekelompok orang bermental yang menarik nyawa orang tamak dan serakah itu. Mereka perlu mati bahkan wajib karena diluar sana banyak orang yang berusaha hidup atau berusaha mati berlahan. Tidak ada uang tidak ada kesehatan, sedangkan tanah moyangnya telah diperjual belikan oleh bajingan korup negeri ini. Dimana keadilan kalau tidak berharap hukuman mati untuk penguasa yang korup. Dan saya rasa hukuman matipun tidak pernah cukup untuk menyelesaikannya.

Bentuk gerakan efektif dan efesien belum saya lihat sebagus dari gerakan fisik pada tokoh korup. Sangat disayangkan setiap detik ini berlalu setiap itu pula ribuan nyawa dinegeri ini menanggung derita yang tidak sedikit. Mereka terzholimi karena tanah mereka dirampas, hak hidup mereka diambil, idealisme mereka dibodohi. Bahkan buruknya mereka tidak sadar permasalahan yang tengah menimpanya yang mereka sadar adalah keterbutuhan udara yang bebas dari hispa, tanah yang subur dari penguasaan asing, dan jaminan kehidupan untuk anak-anak mereka yang akan lahir.

Ironis sekali ketika video yang dirilis wacthdog menjadi fenomena buruk dari kelakuan penguasa yang korup. Padahal dahulunya, sebelum negeri ini terdampak globalisasi dengan barat negeri ini subur, perdagangan lancar, dan manusia hidup beradat dan berbudaya. Buktinya dapat dilihat bahwa mata uang yang digunakan dulunya adalah emas.

Ilustrasi perjuangan yang idealis masih menjadi ciri semangat zaman yang menggugah. Walaupun kematian di depan mata setidaknya kita berkorban untuk kehidupan, untuk peradaban yang lebih manusiawi. Berjuang atau tidak pun mati akan menjadi hiasan dalam kehidupan ini. Sementara yang terpenting adalah roh kebenaran yang harus diperjuangan demi terciptakan manusia sebagai manusia bukan kacung apalagi belatung. Sebagai manusia kita harus sadar akan kelebihan akal dalam menalar keadaan, bukan malah mengamin kondisi kekinian dan bertindak acuh. Semua yang beridealis bergerak dan berfikir pada jalannya. Dan idealis ini yang relevan untuk kondisi saat ini. (menurutku)