Selasa, 02 Agustus 2016

Tax Amnesty antara Kekosongan Kas dan Kewajiban Hukum

Baru-baru ini mencuat suatu problema pengampunan pajak (tax amnesty) yang diberikan pemerintah kepada pengusaha yang menanamkan modalnya di luar negeri. Pasalnya hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kucuran dana sebagai modal menggerakan negara yang memiliki utang serta kas yang kosong. Dalam istilah lain, pemerintah berupaya mendapatkan dana tersebut sebagai pinjaman dari pengusaha dalam menjalankan regulasi pemerintahan. Begitu parahkan negara ini. ya, sekitar Rp 4.000 trilliun telah menjadi utang negara yang tidak terbantahkan.

Hasil reshuffle menteri yang dilakukan telah menempatkan Sri Mulyani pada posisi strategisnya, menteri keuangan. Tapi tampaknya agenda pengampunan pajak tetap akan dilangsungkan. Artinya mungkin tidak ada jalan lain menyelamatkan negara ini kecuali sedikit berharap pada pengusaha dengan iming-iming kelonggaran hukum. Melihat perkembangan perekonomian Indonesia yang tidak menentu dan sering anjlok sebagai pengusaha tentu hal tersebut telah difikirkan sebelumnya. Menarik uang dari account bank luar negeri kemudia dipindahkan ke dalam negeri tentu berupa acaman dan resiko yang tidak sedikit.

Jika pun diantara pengusaha tersebut ada yang mau mengikuti kebijakan ini, tentunya pemerintah juga harus memberikan kelonggaran hukum dibidang lain untuk pengusahan tersebut. Entah apa yang diinginkan oleh pengusaha itu lagi tentu sangat berbahaya terhadap kelonggaran hukum yang berdampak pada masyarakat biasa. 

Mungkin itu satu-satunya hal yang saya takutkan dimana pemerintah lebih mempriorotaskan kepentingan pengusaha dibandingkan masyarakat biasa yang mungkin nantinya menjadi dampak dari kelonggaran-kelonggaran hukum yang diberikan negara pada pengusaha. "no free lunch". Istilah yang tepat dalam melihat pengusaha tentu juga memliki kepentingan dari segi kebijakan yang mungkin agak dilonggarkan untuk mereka. 

Keadaan kas negara ini perlu diselamatkan dan hukum wajib ditegakkan, namun pada saat ini harus menggadaikan salah satu untuk mempertahankan jalannya regulasi pemerintahan. Adakah jalan lain? apakah sepertinya negara kurang kreatif dalam menghasilkan dana atau berbagai kebijakan lain telah digadaikan untuk mendapatkan dana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar