Sebuah langkah gegabah yang mengabaikan akal sehat dan hukum internasional. Demikianlah cara paling tepat untuk melukiskan serangan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir Iran. Tindakan ini, yang diperintahkan oleh pemerintahan Donald Trump, bukan hanya sebuah eskalasi militer yang berbahaya, tetapi juga sebuah kecacatan logika yang fundamental, yang secara keliru menempatkan Iran sebagai agresor utama dalam konflik yang justru dipicu oleh sekutu terdekat Amerika, Israel.
Publik dunia harus membuka mata lebar-lebar terhadap kronologi peristiwa yang mendahului agresi AS ini. Adalah Israel yang pertama kali menyulut api peperangan dengan melancarkan serangan udara terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Serangan ini, yang menewaskan perwira-perwira tinggi Iran di tanah diplomatik yang seharusnya dilindungi, merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap Konvensi Wina dan sebuah provokasi perang yang terang-terangan. Respons Iran yang terukur, dengan melancarkan serangan balasan langsung ke wilayah Israel, adalah sebuah tindakan pembelaan diri yang dapat diperdebatkan legitimasinya di bawah hukum internasional sebagai balasan atas agresi yang mendahuluinya.
Di tengah situasi yang sudah genting inilah, Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, bukannya bertindak sebagai penengah yang bijaksana, malah memilih untuk menuangkan bensin ke dalam api yang berkobar. Dengan dalih mencegah Iran memperoleh senjata nuklir, AS menyerang fasilitas nuklir Iran.
Lebih cacat lagi adalah cara berpikir Trump yang kemudian mencoba memaksa Iran untuk berdamai dengan Israel pasca serangan brutal tersebut. Ini adalah sebuah bentuk pemaksaan kehendak yang absurd dan menghina. Perdamaian tidak bisa dibangun di atas reruntuhan kedaulatan sebuah negara dan di bawah todongan senjata. Membom sebuah negara lalu memintanya berdamai adalah puncak dari arogansi kekuasaan yang tidak memahami esensi dari diplomasi dan keadilan. Ini adalah logika seorang preman, bukan seorang negarawan.
Kesimpulan: Pintu Menuju Perang Global Telah Dibuka
Dengan tindakan gegabahnya ini, Amerika Serikat bukan hanya telah menghancurkan prospek perdamaian di Timur Tengah, tetapi juga telah secara resmi membuka celah menuju Perang Dunia III. Keputusan untuk menyerang Iran secara langsung telah menarik garis pertempuran yang jauh lebih luas.
Jangan pernah lupakan bahwa dunia saat ini tidak lagi unipolar. Kebangkitan kekuatan-kekuatan seperti Rusia dan China, serta negara-negara lain yang mengadopsi paham dunia multi-polar, berarti bahwa agresi AS terhadap Iran tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi. Rusia, yang telah menyuarakan kecamannya dan menyebut tindakan AS sebagai pembuka "kotak Pandora," berpotensi besar untuk memberikan dukungan militer dan politik yang lebih nyata kepada Iran. Negara-negara lain yang melihat hegemoni AS sebagai ancaman bagi kedaulatan mereka akan semakin merapatkan barisan.
Skenario mimpi buruk di mana konflik regional ini meluas menjadi konfrontasi global antara blok-blok kekuatan besar kini menjadi sebuah kemungkinan yang sangat nyata. Proksi akan berubah menjadi partisipan langsung, dan medan pertempuran akan meluas dari gurun pasir Timur Tengah ke arena-arena lain di seluruh dunia.
Dalam situasi ini, tak ada lagi kata damai yang bisa diharapkan dari retorika kosong Amerika. Darah telah tertumpah akibat logika yang cacat dan arogansi yang tak terbatas. Amerika Serikat harus dan akan dimintai pertanggungjawaban penuh atas perannya dalam menyeret dunia ke jurang kehancuran. Pintu menuju Perang Dunia III telah mereka buka, dan sejarah akan mencatatnya sebagai sebuah kesalahan perhitungan yang fatal dan tak termaafkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar