Jumat, 05 April 2013

one in pesma


Sebenarnya saya tak mau menulis hal ini karena sesuatu yang sifatnya sepele untuk di bahas terutama permasalahannya, hanya saja suatu ketika saya takut kalau ada yang salah paham dengan diskusi yang pernah terjadi antara saya dan sdra cecep atau kita singkat dengan C.
Pada pagi itu di pesma setelah melakukan kerja bakti mingguan pada hari jum’at 7april 2012, saya di panggil oleh C dan menawarkan untuk berdiskusi sebentar. Sebenarnya saya tak ingin berdiskusi dengan dia tapi karena udah terpaksa dipercaya ya sudahlah. Kemudian dia mencoba menggali informasi dari saya. Dia menanyakan “apa yang telah kamu dapatkan selama di pesam ini dan apa perubahannya kepada dirimu secara pribadi?” kemudian saya diam sejenak kemudian berkata “ tidak ada, saya rasa tidak ada yang saya dapat di sini”. Kemudian dia balik bertanya lagi “menurutmu bagaimana pesma ini?” kemudian saya menjawab “ jika saya boleh berbicara kritis maka saya akan mengkritisi pesma ini sebagai sarana komersil karena memungut biaya dari yang menginap disini padahal pada dasarnya tidak ada pesma yang meminta santrinya untuk membayar uang bulanan”
kemudia dia menjelaskan dengan panjang lebar bahwa uang yang dipungut itu tak seberapa, gak semua santri yang di pungut, uang yang di pungut itu pun kurang dan dia bertanya balik “trus bagaimana agar menanggulangi hal tersebut?” saya menjawab “ lho ini kan hasil dari ibadah seseorang yah mereka harus berkomitmen donk dan saya yakin mereka telah merancangnya dengan kurang baik sehingga pesma dengan pembayaran akan dapat disetarakan oleh santri dengan kostan.
Kemudian saya sempat juga bertanya kritis tentang materi yang disampai terlalu general/umum sehingga saya memandang hal itu sama denga pelajaran sma bahkan smp. Seharusnya lebih bersifat detail seperti najis “mengapa Allah menjadihal hal ini najis dan hal itu tidak (mengambil hikmah dari ketetapan Allah) Kemudia dia bilang dan langsung ngetes saya contohnya apakah tahi ayam itu najis atau bukan? Saya jawab bukan, terus dia kembali betanya “ kenapa bukan?”. Saya diam sejenak kemudian berkata “ sebenarnya ini tak perlu di perpanjang karena sesungguhnya fitrah manusia jika menginjak tahi ayam setelah wudhu maka mereka pasti akan mengulang wudhunya karena mereka pasti yakin bahwa untuk melakukan ibadah yang suci mereka harus menghadap dengan suci juga.
dia tidak menerima pendapat saya itu kemudian tetap mempertanyakan jawabannya pada saya........pada akhirnya dia berkata tahi ayam tidak najis dan menurut ulama ada 2 yang berpendapat.....


*pesan yang saya bawakan pada tulisan di atas adalah bahwa analogi yang saya gambarkan tentang ketika kita telah berwudhu dan terkena tahi ayam naruliahnya kita akan berwudhu kembali dan itu sesuai dengan syari’ah islam, dari pada kita mengikuti kata ulama yang ada 2 pendapatnya terus .......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar