ABSTRAK
Keruntuhan
adalah berakhirnya pemerintahan dari suatu kerajaan yang di sebabkan berbagai
faktor sehingga kerajaan tersebut tidak lagi diakui oleh manusia pada masa itu
sebagai pemerintahan yang berdaulat. Seperti itu juga dengan Majapahit yang
mengalami keruntuhan karena faktor perebutan kekuasaan oleh keturunan sang raja
dan berakhir dengan kehancuran. Akan tetapi Majaphit masih berupa kerajaan yang
kecil seperti layaknya keluarga besar. Dalam makalauh ini membahas keruntuhan
kerajaan Majapahit dari beberapa segi pandang dan ke beradaan Majaphit setelah
keruntuhannya sebagai sentral pemerintahan Nusantara.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Majapahit
merupakan kerajaan hindu-Jawa terbesar di Indonesia sehingga menjadi simbol
hindu jawa diperadabannya yang sangat maju pada masa itu. Kerajaan majapahit
yang berlokasi di pulau jawa mampu memperluas kekuasaannya ke pulau-pulau
seberang seperti sumatra, kalimantan, sulawesi bahkan papua. Hal ini tidak
luput dari kepemimpinan seorang rajanya dan seorang patihnya yang sampai
sekarang sangat di kenal oleh orang banyak, yaitu Raja Hayam Wuruk dan Patih
Gajah Mada, ditangan merekalah majapahit mengalami masa puncak kejayaan. Pasca-tumbangnya Hayam Wuruk, Majapahit
perlahan-lahan mengalami kemunduran yang berakhir sirna.
Kemunduran majapahit tidak luput dari beberapa faktor
yang mempengaruhinya baik faktor yang berasal dari internal majapahit sendiri
maupun faktor yang berasal dari luar. Kemunduran majapahit menutup peradaban
Hindu-Jawa dan mulainya peradaban baru yang membawa nusantara ke kancah
kerajaan islam. Meskipun masih dalam tahapan islamisasi di jawa akan tetapi
tidak dapat dipungkiri kerajaan-kerajaan yang berdiri pada masa itu tidak dapat
melepaskan dirinya dari pengaruh islam begitu juga pada masa kerajaan
majapahit.
Adapun berita tradisi menyebutkan bahwa kerajaan
majapahit runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M). Namun banyak data yang kuat
menyatakan bahwa kerajaan majapahit masih dapat berlanjut hingga awal abad XVI
terbukti dari berita Portugis dan Italia, dan pada waktu itu Majapahit berupa
sebuah kota diantara kota-kota besar yang ada di pulau jawa. Terdapat juga
berita bahwa raja Majapahit adalah Pati Unus dan dia seorang raja paling
berkuasa.
Tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah selain untuk menambah pengetahuan dan
diharapkan bermanfaat bagi kita semua sebagai cerminan bentuk kegagalan dari
negara kerajaan yang pernah berjaya pada masa silam.
BAB II
Faktor Internal Pergolakan Meruntuhkan Kerajaan
Majapahit
Keruntuhan
Majapahit disebabkan banyak faktor dalam, terutama faktor politik. Ini terbukti
bahwa pascakekuasaan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada dan sebelum mereka
berkuasa. Membuktikan bahwa adanya pergerakan dari rakyat yang tidak menyenangi
pemerintahan Majapahit. Oleh sebab itu, legitimasi kekuasaan raja-raja
Majapahit terkadang sangat rentan tak berdaya. Ini kemudian menimbulkan perang
saudara yang melibatkan elite kerajaan dan rakyatnya. Kejadian ini kemungkinan
disebabkan adanya konflik hebat di kalangan keluarga raja sehingga Majapahit
gagal mengisi posisi raja secara definitif.
Gambar 2.1
logo surya majapahit
logo surya majapahit
a.
Pemberontakan Rangga Lawe
Pemberontakan ini terjadi pada masa Raden Widjaja menjabat
sebagai raja Majapahit pertama (1293-1309).
Pemberontakan Rangga Lawe adalah pemberontakan yang dilakukan atas dasar
keinginan pribadi sendiri dari Rangga Lawe yang merupakan calon Patih yang tidak
jadi diangkat.[1]
Rangga Lawe pergi ke Tuban untuk menghasut beberapa orang agar ikut dengannya
memberontak. Sehingga mendengar kehengkangan Rangga Lawe oleh raja Majapahit
yaitu Raden Widjaja maka terjadilah penumpasan pemberontakan Rangga Lawe yang di
dukung masyarakat Tuban yaitu teman-temannya sendiri. Pemberontakan ini terjadi
pada tahun 1295 M. Semua berhasil ditumpas dan Rangga Lawe bersama
teman-temannya mati dalam pemberontakan yang kurang lebih selama setahun itu
dan Rangga Lawe mati dibunuh oleh Mahisa Anabrang.
Sekilas
saja untuk mengenal Rangga Lawe yang menjadi tokoh dalam pemberontakan
tersebuat adalah seorang kemenakan dari Lembu Sora yang merupakan penumpas
pemberontakan itu sendiri dan mempunyai seorang ayah bernama Aria Wiraraja yang
merupakan seseorang kepercayaan dari raja Majapahit. Selain itu Rangga Lawe
merupakan orang yang populer di tengah masyarakat Jawa. Karena jika diingat
jasa dari Rangga Lawe yang diuraikan dalam pararaton,
yaitu pengembaraan Rangga Lawe Bersama Raden Widjaja dan perang Tartar.
Seharusnya Rangga Lawe mandapat peran penting dalam pemerintahan yaitu sebagai
patih jabatan yang dia incar, tetapi berhasil diduduki oleh Nambi.
b.
Pemberontakan
Lembu Sora
Setelah 5 tahun pemberontakan Rangga Lawe muncul
pemberontakan Lembu Sora yang terjadi pada tahun 1300 M atau 1222 tahun Saka. Tokoh
lembu Sora adalah tokoh yang sering memberikan nasehatnya kepada Raden Widjaja
dalam berbagai sesulitan memecahkan masalah kenegaraan bahkan menurut sumber
sejarah yang saya baca Lembu Sora adalah seorang ahli taktik perang yang jitu
dan dari taktik perangnyalah Majapahit dapat menumpas Pergolakan dari Rangga
Lawe.
Latar belakang dari pemberontakan ini adalah kematian
dari Rangga Lawe ditangan Kebo Anabrang yang kemudian memicu kemarahan dari
Lembu Sora yang merupakan paman dari Rangga Lawe sehingga memicu Lembu Sora
untuk menikam Kebo Anabrang sehingga tewas. Hal ini menjadi perbincangan
dikalangan para tetinggi dari Majapahit. Lembu Sora dinyatakan bersalah dan
untuk menghormati jasa dari Lembu Sora selama ini maka Lembu Sora hanya
dijatuhkan hukuman dibuang ke suatu daerah. Hal ini membuat Lembu Sora sedih
dan dia bermaksud bertekad meyerahkan dirinya kepada baginda raja akan tetapi
Lembu Sora disangka berkhianat sehingga terjadilah pertempuran. Pertempuran
terjadi saat Lembu Sora akan menghadap Prabhu tetapi dicegat oleh pengawal
kerajaan di pintu masuk gerbang kerajaan Majapahit. Keluarlah para pasukan yang
telah disiapkan sebelumnya oleh prabhu untuk menumpas Lembu Sora. Sehingga
membuat Lembu Sora tewas dalam pertempuran itu.[2]
c.
Pemberontakan Nambi
Dari Nagarakretagama dan Pararaton jelas sekali bahwa
pemberontakan Nambi terjadi pada masa pemerintahan raja Djajanagara.
pemberontakan Nambi ini menurut Kidung Sorandaka dan Pararaton Mahapatih
mempunyai keterlibatan penting yang mensiasati Nambi. Maha patih mendatangi
Nambi dan mengatakan bahwa sang prabu tidak menyukainya atau tidak senang
padangnya. Mahapatih menasehati dan menyarankan agar Nambi meninggalkan
Majapahit untuk beberapa waktu untuk menenangkan hati sang prabhu. Nambi pergi
berkunjung ke tempat ayahnya di Lumadjang yang saat itu sedang sakit keras dan
kemudian meminta izin cuti pada prabhu untuk pergi menjenguk ayahnya. Tak lama kemudian
tersiar bahwa ayah Nambi meninggal dunia sehingga sang prabu mengutus beberapa
utusannya ke Lumadjang tempat Nambi. Dalam utusan sang prabhu itu ikut sertalah
Mahapatih yang berniat bburuk terhadap Nambi. Di Lumadjang Mahapatih menghasut
Nambi untuk tetap tinggal tinggal di sana dengan memperpanjang cutinya yang
nantinya akan di sampaikan oleh Mahapatih pada sang prabhu. Namun Mahapatih
berkata lain di depan sang prabhu, dia mengatakan bahwa Nambi tidak akan
kembali ke Majapahit bahkan Nambi malah mempersiapkan benteng pertahanan untuk
memberontak dan menyiapkan orang-orangnya merupakan pelayat dari Majapahit
berupa mentri-mentri yang kemudian dikatakannya pelayat Nambi tersebut adalah
mentri-mentri yang datang tanpa izin sang prabhu.
Kemarahan sang prabhu menyebabkan terjadinya penyerangan
terhadap Lumadjang dengan dipimpin oleh Mahapatih sendiri. Sang prabhu
memerintahkan agar mengepung Lumadjang dengan mensiasati menyerbu benteng
pertahanan terlebih dahulu kemudian menyerbu Gading. terjadilah penumpas habis
para pemberontak itu sehingga bayak diantara para mentri yang mendukung Nambi
ikut tewas. Terbuktilah siasat penumpasan pemberontak itu berhasil dengan
tewasnya Nambi dan beberapa mentri lainnya.
d.
Perang Bubat
Negara Sunda tidak masuk dalam daerah kekuasaan
Majapahit terbukti dengan tidak adanya nama Sunda dalam Nagarakretagama. Perang
bubat terjadi pada tahun 1357 M dan merupakan perang mati-matian sehingga bayak
korban yang berjatuhan baik dari Majapahit maupun kerajaan Sunda. Pararaton
menyajikan uraian berikut yang menjadi latar belakang pecahnya perang Bubat
antara Majapahit dan Sunda.
Dyah Hayam wuruk bermaksud mengambil putri sunda Dyah
Pitaloka sebagai permaisuri. Patih Madhu diutus menghadap raja sunda untuk
menyempaikan maksud tersebut. Raja Sunda datang ke Majapahit tetapi tidak
membawa sang putri. Kehendak orang Majapahit agar putri Pitaloka dipersembahkan
sebagai upeti kepada sang prabhu. Patih Gajah Mada tidak suka jika perkawinan
antara sang prabhu dan putri Pitaloka dilangsungkan dengan cara yang seperti
biasa. Akantetapi raja Sunda tidak suka dengan sikap yang demikian. Serta merta
balai penginapan Maha Raja Sunda dikepung olah tentara Majapahit atas perintah
Gajag Mada. Maharaja Sunda berniat menyerah dan menuruti kehendak Gajah Mada,
tetapi para Menak yang mengikuti Maharaja Sunda menolak untuk menyerah mentah-mentah
terhadap kehendak Gajah Mada. Mereka bersedia mati di perang bubat jika terjadi
perperangan. Kesanggupan menak itu membangkitkan semangat perang Maharaja Sunda
sehingga meletuslah perang bubat.
Perang ini dimenangkan oleh Gajah Mada sebagai patih
dalam Majapahit namun disana jugalah Gajah Mada disalahkan karena akibat
tindakannya terhadap Kerajaan Sunda dengan menuruti keinginannya sendiri maka
Gajah Mada dibebastugaskan oleh Dyah Hayam Wuruk.
Kesedihan Hayam Wuruk atas meningalnya Dyah Pitaloka
karena perang bubat menyebabkan mangkatnya Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada
menjadi sasaran dari para anggota kerajaan karena telah dijatuhkan hukuman
bahwa Gajah Mada akan dikenakan Hukuman mati setimpal dengan kematian Hayan
Wuruk.
e.
Perang paregreg
Perang
tersebut merupakan perebutan tahta antara Suhita (putri dari Wikramawardana)
dan Wirabumi (putra Hayam Wuruk). Pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan
suaminya, Wikramawardhana, mengundurkan diri dari tahta Majapahit.
Kemudian mereka digantikan oleh Suhita. Pada
tahun 1479, Wirabumi, anak dari Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan
kekuasaan sehingga pecah Perang Paregreg (1479-1484). Pemberontakan Wirabumi
dapat dipadamkan namun karena hal itulah Majapahit menjadi lemah dan
daerah-daerah kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri. Dengan demikian
penyebab utama kemunduran Majapahit tersebut ditengarai disebabkan berbagai
pemberontakan pasca pemerintahan Hayam Wuruk, melemahnya perekonomian, dan
pengganti yang kurang cakap serta wibawa politik yang memudar.[3]
Gambar 2.1
BAB III
Kemunduran Majapahit Disebabkan Pengaruh Demak
Keruntuhan
Majapahit tidak luput dari faktor pengaruh luar baik secara langsung maupun
tidak langsung. Faktor-faktor luar yang dimaksud disini adalah
penyebab-penyebab yang mendorong majapahit dalam keruntuhannya karena ada
diantaranya seperti penaklukan yang dilakukan oleh Demak terhadap Majapahit
sehinga Kerajaan Majapihit berakhir.
Kerajaan
majapahit runtuh pada tahun saka 1400 (1478 M) menurut berita tradisi.
Candarasengkala sirna-ilang-kertining-bumi
menyimpulkan keruntuhan majapahit disebabkan oleh serangan dari kerajaan Islam
Demak.[4]
Berdasarkan bukti sejarah menyebutkan bahwa sebenarnya saat itu kerajaan
majapahit belum runtuh dan masih berdiri hingga bebarapa waktu yang lama.
Berdasarkan prasasti-prasasti batu yang berasal dari tahun 1486, masih menyebutkan
adanya kekuasaan Majapahit yang berdiri dengan raja yang berkuasa bernama Dyah
Ranawijaya yang bergelar Girindrawarddhana, bahkan dia juga disebut pula
sebagai Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura Janggala Kediri Prabhunatha.
munculnya
kerajaan Demak yang dianggap membawa angin dan perubahan baru menjadi faktor
penyebab melemahnya kerajaan Majapahit yang disebabkan juga makin pudarnya
popularitas kerajaan Hindhu tersebut di mata rakyat. Keberadaan Majapahit telah
tertutupi oleh keberadaan Demak. Selain itu Demak juga semakin menguat setelah
bersekutu dengan Surapringga (Surabaya), Tuban, dan Madura,[5]
dimana wilayah-wilayah tersebut sebelumnya merupakan daerah kekuasaan
Majapahit.
BAB IV
Pengaruh Kerajaan Majapahit dimasa Keruntuhan
Kerajaan
Majapahit pada masa-masa keruntuhannya mempunyai hubungan atau pengaruh dengan
kerajaan yang ada di Nusantara maupun yang ada di Asia. Kerajaan Majapahit
mempunyai masa keruntuhan yang berhubungan dengan kesultanan Demak. Selain dari
hubungan Majapahit dengan kesultanan Demak Majapahit juga mempunyai pengaruh
dalam hubungan diplomatik dengan Cina. Hubungan dan pengaruh Majapahit dimasa
keruntuhannya masih diakui sebagai sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang
penguasa Hindu.
Gambar 4.1
Babad
Tanah Jawi dan Serat Kanda, menyebutkan bahwa raja-raja Demak menyatakan diri
sebagai keturunan Prabu Brawijaya raja Majapahit.[6]
Dalam Purwaka Caruban Nagari, disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah,
pendiri dan sultan pertama Demak, adalah anak Prabu Brawijaya Kertabhumi.[7]
Artinya dalam Keruntuhan Majapahit berkaitan erat dengan Berdirinya
kerajaan Demak dan berkaitan erat dengan rangkaian perang saudara memprebut tahta
dan kekuasaaan atas Kerajaan Majapahit.
Berita Cina berasal dari dinasti Ming (1368-1643 M)
masih menyebutkan adanya hubungan diplomatik antara Cina dan Jawa (Majapahit)
pada tahun 1499.[8]
Kerajaan Majapahit masih berstatus berdiri pada saat akhir abad 15 dan
mempunyai hubungan secara diplomatik dengan negeri seberang sehingga Majapahit
masih diakui sebagai kerajaan yang berkuasa di pulau Jawa.
BAB V
Akhir Majapahit dalam Bukti Sejarah
Majapahit
masih mempunyai exsistensinya pada awal abad 16 dan mulai berangsur-angsur
hilang. Hal itu terekam dalam beberapa sumber dari para penulis asing yang
memberikan informasi tentang keberadaan kerajaan majapahit di Nusantara.
Kerajaan majapahit sudah tidak ada lagi pada tahun 1522
menurut berita dari Italia yaitu dari seorang penulis yang bernama Antonio Pigafetta.
Antonio Pigafetta juga menyebutkan bahwa Pati Unus adalah seorang paling
berkuasa atas Majapahit dan Demak (1518-1521 M). Raja Majapahit Pati Unus yang
dikenal juga dengan Peangeran Sabrang Lor dikabarkan meningal pada tahun1521 M.
Antonio Pigafetta memberi kesan bahwa saat itu Majapahit menjadi kota di antara
kota-kota besar lain di pulau jawa.[9]
Pemberitaan Pigefetta itu jika dihubungkan dengan berita
Duarte Barbosa kebangsaaan Italia yang menberitakan bahwa pada tahun 1518 M di
pedalaman pulau Jawa masih berkuasa raja kafir dan sangat besar pengaruhnya.[10]
Kerajaan kafir yang diperintah oleh seorang raja bernama Pate Udra,
kemudia Majapahit dikuasai oleh dipati Unus. Maka dapat disimpulkan bahwa pada
tahun 1518-1521 terdapat pergeseran politik di pulau Jawa terutama terjadi pada
Majapahit sendiri. Peralihan tangan ini terjadi antara penguasa Hindu kepada
Adipati Unus penguasa dari Demak.
Perpindahan kekuasaan dari Majapahit yang dipimpin oleh
penguasa Hindu kepada penguasa Muslim secara proses tidak ada sumber yang
menjelaskannya. Terutama nasib para penguasa Majapahit yang dikuasai dan bagai
mana berlangsungnya perpindahan kekuasaan tersebut. Sumber-sumber seperti Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan Serat
Darmagandul tidak mampu memberikan gambaran kejadian perpindahan kekuasaan
itu dengan jelas.[11]
Berikut beberapa pendapat dari para ahli sejarah yang menggambarkan keruntuhan
dari kerajaan majapahit.
H.
J. Van Den Berg, Dr. H. Kroeskamp, dan I. P. Simandjoentak mencatat penyebab
lain dari keruntuhan Majapahit adalah tidak loyalnya para pelaku ekonomi
terhadap pemerintahan Majapahit. Dikatakan bahwa mata pencaharian utama rakyat
Majapahit adalah bertani. Kaum petani ini umumnya memiliki loyaliyas yang
tinggi terhadap Majapahit. Namun demikian golongan ini tidak memiliki akses
untuk mempengaruhi kebijakan bahkan tidak mengetahui seluk beluk pemerinthan
Majapahit. Golongan lain diluar kaum petani adalah orang-orang kaya dan kaum
saudagar. Golongan tersebut umumnya memiliki pengaruh terhadap kehidupan
perekonomian, namun justru merasa bahwa dirinya merdeka dari Majapahit. Sejak
awal mereka telah merasa tidak tunduk terhadap pemerintahan Majapahit. Perceraian
kedua golongan inilah, yaitu petani dan kaum saudagar atau orang kaya, yang
dinilai sebagai salah satu penyebab kerutuhan Majapahit pada masa selanjutnya
Dapat disimpulkan bahwa keutuhan kedaulatan kerajaan
Majapahit terletak pada pergerakan ekonomi yang sebenernya dijalankan oleh du
golongan pada saat itu yaitu para petani dan saudagar. Mereka justru tidak
loyal terhadap kerajaan Majapahit. Apalagi ketika masuk Islam, kebanyakan dari
mereka seperti petani-petani kecil memeluk Islam sebagai agama. Maka
berkuranglah pendukung Kerajaan Majapahit dan wibawa Kerajaan semakin menurun.[12]
Dr.
W. B. Sidjabat memiliki analisa lain terkait penyebab keruntuhan
Majapahit. Faktor penyebab tersebut anatara lain adalah sering terjadinya
banjir besar di sungai Berantas, salah satu sungai yang memiliki posisi
strategis bagi pelayaran dan ekonomi Majapahit. Hal ini mengakibatkan
perniagaan-perniagaan di Sungai Berantas terus berkurang. Lebih-lebih pasca
meletusnya Gunung Kelud, Sungai Berantas menjadi dangkal akibat aliran lahar
dan muaranya maju ke laut sehingga mengakibatkan pelayaran di Canggu berhenti
sama sekali. Belum lagi perebutan mahkota Kerajaan turut memperlemah semua
potensi Majapahit.[13]
BAB VI
Kesimpulan
Kerajaan Majapahit runtuh ternyata bukan semata-mata
karena serangan dari Kerajaan Demak karena ditemukannya beberapa faktor yang
menyebabkan Kerajaan Majapahit melemah dan mengalami kekurangan dukungan dari
daerah-daerah yang telah ditaklukannya. Faktor-faktor keruntuhan Kerajaan ini
yang paling dominan adalah karena pengaruh Islam yang telah menyebar pada saat
itu, sehingga membuat banyak pemeluknya lebih mendukung kerajaan Demak yang
merupakan kerajaan yang berideologi Islam.
Faktor keruntuhan dari dalam kerajaan Majapahit pun
sangat mempengaruhi perpolitikan Majapahit sehingga melemahkan kepercayaan dari
daerah pendukung Majapahit terhadap kegagalan Majapahit dalam memerintah.
Walaupun semua pemberontakan itu dapat ditumpas tetapi kesalahan yang membuat
terjadinya pemberontakan itu tidak pernah menjadi pelajaran sehingga dalam
disimpulkan bahwa pada masa itu manusia sangat mudah dihasut dan terkena
hasutan.
Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha
penutupan dari kerajaan-kerajaan Hindu-Budha sebelumnya dan juga merupakan
kerajaan yang mengklaim akan menyatukan Nusantara sehingga tak heran jika
kerajaan Majapahit mempunyai banyak daerah pendukung. Akan tetapi satu fakta
yang ganjil bahwa sesungguhnya Majapahit sama sekali tidak berhasil dalam
manyatukan Nusantara bahkan Jawa pun tidak satu di bawah Majapahit, Karena
terbuktinya kalau Kerajaan Sunda pada masa itu menjadi musuh Majapahit akibat
dari peristiwa perang Bubat.
Fatalnya kegagalan pemerintahan Kerajaan Majapahit
adalah terjadinya perselisihan antara penerus Kerajaan Majapahit yang
meyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan secara turun temurun. Jadi selain
adanya faktor luar yang mendorong keruntuhan majapahit tetapi ada faktor tidak
mendukung pemerintahan Majapahit sehingga keruntuhan tinggal menunggu waktu.
Daftar Pustaka
Atmadja, Nengah Bawa, Genealogi Keruntuhan Majapahit, Islamisasi Toleransi,
dan Pemertahanan Agama Hindu di Bali.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
dan Pemertahanan Agama Hindu di Bali.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010.
Slamet Muljono, Menuju
Puntjak Kemegahan. Djakarta: Balai Pustaka, 1965.
NugrohoNotosusanto dan Marwati Djoened Poeponegoro, Sejarah Nasional
Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Slamet Muljana, Pemugaran
Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti
Idayu Press, 1983.
Idayu Press, 1983.
Soekama.
Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos,
1996).
1996).
Abu
Bakar Aceh. Sejarah Al Quran. Surakarta: Ramadhani, 1989.
W.P.Groeneveldt, Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Cinnese Sources,
Jakarta, 1960
J.A. Robertson, Magellan’s Voyages Around the World by Antonio Pigafetta, II,
1909
1909
M.L. Dames, The book of Daurte Barbosa, II, 1921.
H. J. Van Den Berg, dkk,
Dari Panggung Sejarah. Jakarta: Groningin , 1951
Lampiran
Gambar dari internet http://historyology.blogspot.com/2010/06/kerajaan-majapahit.html
unduh tanggal 16april 2012 (1.1)
[1] Slamet
Muljana, Pamugaran Persada Sejarah
Leluhur Majapahit, 1983, hal 133.
[2] Slamet
Muljono, Menudju Puntjak Kemegahan, 1965, hlm 167-170.
[3] Soekama
Karya., et all. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. (Logos,
Jakarta, 1996). Hal. 364
[4] Lihat Serat Kanda,di dalam par.2,hal.229-230. Lihat pula Babad
ing Sengkala di dalam
M.C. Ricklefs, hal 18 dan 159.
M.C. Ricklefs, hal 18 dan 159.
[5] Abu
Bakar Aceh. Sejarah Al Quran. (Ramadhani, Surakarta, 1989). Hal. 234-235.
[6] Di dalam Babad Tanah Jawi dan Serat
Kanda disebutkan bahwa Raden Patah adalah anak
Prabu Brawijaya dari perkawinan dengan putri Cina. Lihat: Olthof, Babad Tanah Djawi, teks
bahasa jawa, hal 19-20; Brades, Pararaton2, hal. 225.
Prabu Brawijaya dari perkawinan dengan putri Cina. Lihat: Olthof, Babad Tanah Djawi, teks
bahasa jawa, hal 19-20; Brades, Pararaton2, hal. 225.
[7]
Atja, Tjarita
Purwaka Tjaruban Nagari, 1972, hal. 84.
[8] W.P.Groeneveldt, Historical Notes
on Indonesia and Malaya Compiled from Cinnese Sources,
Jakarta, 1960, hal. 1-2.
Jakarta, 1960, hal. 1-2.
[9]
J.A. Robertson, Magellan’s Voyages Around the World by Antonio Pigafetta, II,
1909, hal. 167-169.
1909, hal. 167-169.
[10] M.L. Dames, The book of Daurte
Barbosa, II, 1921 hal. 189-190.
[11] W.L. Olthof, Babad Tanah Djawi,
teks bahasa jawa, hal. 29; Serat
Kanda, di
dalam Par.2, hal. 216-230; Serat Darmogandul, edisi Tan Khoen Swie, 1954.
dalam Par.2, hal. 216-230; Serat Darmogandul, edisi Tan Khoen Swie, 1954.
[12] H. J.
Van Den Berg, et. all. Dari Panggung Sejarah. Hal. 365-366
[13] Lihat
artikel Dr. W. B. Sidjabat. Latar Belakang Sosial dan Kultural dari
Geredja-geredja Kristen di Indonesia. Dalam Dr. W. B. Sidjabat (ed.). et.
all. Panggilan Kita di Indonesia Dewasa ini. (Badan Penerbit Kristen,
Jakarta, 1964). Hal. 20 - 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar