Konsep dakwah
yang disampaikan generasi 000 dewasa ini cukup mengalami dekradasi dalam
strategis dakwah. Mereka kerap terperangkap dalam pengaruh tekanan global dan tatanan
gerak jama’ah (team culture) tempo dulu. Sehingga abstraksi pendapat dari
generasi milineal yang lebih memengang kendali pada luar teknis tidak berperan.
Degradasi dapat
dilihat dari surutnya upaya untuk bernarasi dengan penguasa atau mayarakat umum.
Hal ini terjadi didorong sebab eksternal dan sebab internal. Dorongan
eksternal/luar didominasi oleh upaya negara atau penguasa dalam meredam
pengaruh 000 lewat UU ormas. Sehingga forum-forum publik negara menjadi
keniscayaan yang terlarang untuk digunakan. Dinamikanya, sejak UU ormas
diberlakukan terlihat perkembangannya cukup signifikan dalam pembahasan khilafah
di media-media maenstream, namun tidak lagi mengikut sertakan aktifis 000.
Degradasi dari internal/dalam
tentunya adalah kemapuan berfikir strategis yang masih belum matang. Beberapa
narasi aktifis 000 masih terlihat konvensional dan terlabel eksklusifitas.
Sehingga ruang-ruang publik tidak terbuka untuk suatu diskusi yang dinamis.
Ketidak-relevanan itu terbentuk dari bayangan mabda yang digambarkan oleh
aktfis 000 tidak dibarengi dengan kemampuan strategis dan rasional dari pikiran
publik secara umum. Sehingga berdampaknya irrasional bagi oleh yang tidak
memahami mabda/ideologi Islam secara mendetil sehingga tidak membuka
kemungkinan terjadinya dialegtika yang mengarah ke relevanitas mabda Islam.
Tentu degradasi
internal ini tidak semata-mata pada pengetahuan hanya dua ideologi yang saling
bertentangan tetapi narasi strategis dalam menyampaikan. Transfer knowledge
(pengetahuan-pengetahuan mabda) tidak terjalin dengan sempurna dengan kurangnya
informasi yang akurat hanya akan menimbulkan kesalah-pahaman. Kesalah pahaman
inilah yang diperkuat elite negara untuk mempertahankan ideologi/mabdanya.
Sehingga keluarnya UU ormas adalah bentuk upaya penghambat memungkinkan
penyebaran narasi-narasi strategis yang dapat mengubah pandangan masyarakat.
Kasus aktifis
000 di Depok terutama Beji cukup kompleks. Di dalamnya terdapat unsur
masyarakat dan mahasiswa yang seharusnya memiliki pendekatan berbeda.
Pendekatan unsur masyarakat melalui pendekatan pragmatis religius sejalan dalam
penerapkan pola gerak yang sudah konvensional. Beberapa individu masyarakat
tidak terlalu berfikir mendasar terhadap pergolakan puralitas pemikiran yang
berkembang saat ini. Namun, berbeda dengan mahasiswa yang stuck jika melalui
pendekatan yang sama.
Pendekatan
konvensional ini tentu lebih memiliki pedoman gerakan yang sebelumnya telah
terkristalisasi. Sehingga arah gerakan tidak berbeda jauh dari sebelumnya dan
narasi-narasi yang dibangun lebih pada pendekatan sosial religius. Berfikir
secara mengakar di sini tidak terlalu dikedepankan, namun lebih pada aktifitas
teknis. Sebar nasroh, dauroh, dan diskusi menjadi hal cukup ampuh
dilakukan secara teknis.
Secara hegemoni
social interest kondisi masyarakat Beji depok cukup statis. Mungkin
mereka relevan dengan zona nyamannya dan bisa jadi mereka tidak cukup punya
kemampuan untuk memahami zona perubahan sistem yang jauh lebih nyaman. Sehingga
pola-pola fikir tertentu tidak membuat golongan masyarakat dinamis untuk aktif
dalam gerakan 000. Abstraksinya bisa terlihat dari bagamana aktifis 000
merangkul masyarakat yang tersentuh dengan pendekatan yang tidak terlalu
mengakar. Diantara pendekatan itu adalah pendekatan sosial pragmatis, sosial
kulturistis, social religion sentris, dan masih banyak lagi. Jika akar
pemikirannya kemudian dibenturkan dengan pemikiran liberal atau sosial, mereka
tidak akan cukup mampu untuk mempertahankan argumentasinya kecuali dengan
jawaban keimanan dan nash-nash ayat suci untuk mendaulatkan pemahamannya.
Jika berbicara
potensi sungguh sangat mungkin. Kesadaran masyarakat terhadap kondisi kekinian
dapat memicu pergolakan yang dinamis dalam dimensi berfikir yang berbeda. Hanya
saja tidak butuh hanya kemauan dan kelapangan dalam menerima transfer knowledge
ini.
Berbeda dengan
mahasiswa. Mahasiswa memiliki suatu cara fikir jernih terhadap arah perubahan.
Kontaminasi masalah ekonomi, social, dan kepentingan politik belum terlalu
merasuki. Gaya berfikirpun lebih mengadopsi bentuk yang relevan dari beberapa
pengalaman yang ada. Globalitas dan modernitas yang ada tidak terdiri dari
mahasiswa yang berasal dari suatu sudut pandang yang homogen. Pluralitas dari
sudut pandang mereka sebenarnya tidak menghalangi terjalinnya tukar tambah
pemikiran, hanya saja pendekatan yang cukup beragam. Karena rata-rata diantara
mereka masih terbuka untuk mendengarkan pendapat dan pengalaman generasi
milenial maupun old.
Nah pentingnya
berfikir rasio-strategis dan relevan-strategis harus diterapkan dalam dunia
kampus. Jadi tidak cukup dengan tindakan teknis yang berisi pemikiran
konvensional yang bisa dibilang tidak relevan lagi. Rasio dan relevan cukup
berbeda karena pada kenyataannya suatu sudut pandang yang rasional belum tentu
dapat mengubah apalagi menggerakkan seorang individu. Butuh pemikiran yang
menyentuh kerelevanan yang teradaptasi sehingga transfer mabda menjadi dinamika
umum di lingkungan kehidupannya.
Umumnya yang
terjadi adalah ketika mabda itu ditransfer berhasil terjadi pergulatan yang
hebat dalam diri mahasiswa yang setidaknya menghasilkan dua opsi. Pertama,
tetap memegang mabda sementara lancar beradaptasi dengan lingkungan kampus
dengan bertopeng mabda lain (liberal). Kedua, tetap memegang mabda sementara
kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kampus.
To be continue..... ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar