Pendahuluan
Pada Agustus-September 1945, Indonesia
tengah mengalami euforia kebangkitan semangat pemuda[1]
yang sedang sangat antusiasnya mengisi kemerdekaan yang baru terjadi. Pemuda terpicu
untuk mengambil peran dalam kemerdekaan itu. Salah satu perannya ikut terlibat
dalam peristiwa Rapat Raksasa di Lapangan Ikada (RRLI). Momentum ini dinilai
penting dan berpengaruh luas karena pertama kalinya dari pemerintah Republik
Indonesia bertemu langsung dengan rakyatnya. Semua itu terselenggara dengan
aman, tertib, dan terkendali tidak luput dari peran pemuda.
Sungguh
sulit dibayangkan bagaimana dinamisnya gerakan pemuda Indonesia pada momentum
RRLI ini. Hal itu dilakukan agar proklamasi kemerdekaan yang telah terjadi
tidak dianggap berlalu begitu saja. Maka perlu menyadarkan masyarakat bahwa
Indonesia kini telah merdeka. Rapat itu direncanakan oleh para pemuda dalam Komite
van Aksi (KvA) di Jakarta.
Jakarta
sebagai kota pendidikan yang cukup maju saat itu di huni oleh generasi muda
Indonesia yang cerdas lagi aktif dari berbagai daerah. Meskipun berlatar daerah
berbeda mereka bersatu dalam sejumlah organisasi. Dalam KvA setidaknya mereka
terdiri dari tokoh dan beberapa kelompok pemuda yang berpengaruh dalam RRLI.
Tokoh
dan Kelompok Pemuda Jakarta
Tokoh dan kelompok pemuda tersebut
diantaranya Sutan Syahrir, Sukarni, Kelompok Menteng 31, dan Asrama Indonesia
Merdeka. KvA ini awalnya bermarkas di Prapatan 10 yang menjadi pusat koordinasi
antara tokoh dan kelompok pemuda saat itu. Kemudian sempat pindah ke Menteng 31
karena terjadi perbedaan pendapat.
Sutan Syahrir adalah salah seorang
tokoh yang cukup populer saat itu. Kehadirannya kerap diharapkan dalam berbagai
sidang dan forum. Selain wawasan juga tindakan Syahrir yang tangkas tidak
mengherankan jika dari-nyalah informasi kekalahan Jepang menjadi viral saat
itu.
Selain Syarir juga terdapat kelompok
pemuda yang bertempat di asrama Menteng. Pada awalnya kelompok ini dibentuk
dengan kerjasama Sendenbu[2]
bernama kelompok “Asrama Angkatan Baru”, namun lebih dikenal kelompok Menteng
31 karena asrama sempat dibubarkan namun tetap menjadi tempat jaringan informasi. Kelompok ini mengambil peran cukup
strategis dalam merumuskan RRLI. Beberapa anggotanya terdiri mahasiswa fakultas
hukum dan aktifis muda pada umumnya.[3]
Dalam kelompok Menteng 31 terdapat
tokoh-tokoh yang kemudian memiliki pengaruh dan jabatan penting. Diantaranya
adalah Sukarni, Aidit, Chaerul Saleh, A. M. Hanafi dan Ismail Widjaja. Sebagai
anggota dari asrama mereka dibekali berbagai ilmu yang di isi oleh tokoh-tokoh
bangsa.[4]
Selain kelompok Menteng 31 juga
terdapat asrama lainnya. Seperti Asrama Badan Permusyawaratan Pelajar Indonesia
(Baperpi) yang berlokasi di Cikini 71 dan asrama mahasiswa “Ika Daigaku” di
jalan Prapatan 10. Bedanya dengan asrama
Baperpi, asrama mahasiswa “Ika Daigaku” terdiri dari mahasiswa kedokteran dan
farmasi. Tokohnya adalah Djohar Nur sebagai ketua dan salah satu anggotanya
yang juga aktifis Menteng 31 adalah Chaerul Saleh.
Berdirinya
Komite van Aksi
Komite van Aksi (KvA) didirikan oleh
kelompok Menteng 31 dan kelompok Asrama Indonesia Merdeka. Sebagai badan
kompromi propaganda mempertahankan semangat proklamasi di tengah masyarakat.
Pionirnya adalah Adam Malik dan Sukarni yang kemudian menyusun struktur
organisasi seperti berikut:
Ketua :
Sukarni (Menteng 31)
Wakil ketua I :
Chaerul Saleh (Menteng 31)
Wakil ketua II : Wikana (Asrama Indonesia Merdeka)
Adapun bidang-bidang KvA sebagai
berikut:
1.
Bidang
politik: Adam Malik
2.
Bidang
ketentaraan: Eri Sudewo
3.
Bidang
Pemerintahan: Soediro
4.
Bidang
dana dan usaha: Soepeno
Setiap
bidang memiliki program yang kemudian disiarkan kedalam bentuk selebaran
pamflet bernama “Suara Rakyat”. Isi pokok selebaran tersebut adalah:
1.
Negara
kesatuan Republik Indonesia telah berdiri tanggal 17 Agustus 1945 dan rakyat
telah merdeka, bebas dari pemerintahan bangsa asing.
2.
Semua
kekuasaan harus ditangan negara dan bangsa Indonesia
3.
Jepang
sudah kalah, dan tidak ada hak untuk menjalankan kekuasaannya lagi di atas bumi
Indonesia.
4.
Rakyat
Indonesia harus merebut senjata dari tangan Jepang.
5.
Segala
perusahaan (kantor-kantor, pabrik-pabrik, tambang dan perkebunan-perkebunan)
harus direbut dan dikuasai oleh rakyat Indonesia/terutama oleh kaum buruh dari
tangan Jepang.
Dari
selebaran tersebut jelas bahwa kehendak pemuda KvA ingin merebut kekuasan dari
Jepang. Hal ini lah yang kemudian menyebabkan untuk kesekian kalinya pemuda dan
golongan tua berbeda pendapat. Hal itu tertuang ketika pemuda mulai ingin membahas
hal ini dengan Soekarno. Pada 19 Agustus, selepas Soekarni menghadiri sidang
PPKI beliau menyempatkan diri memenuhi undangan pemuda di Prampatan 10.
Perdebatan
Pada
pertemuan antara Soekrano yang didampingi oleh Muhammad Hatta dan Kasman
Singodimedjo dihadapkan oleh keinginan pemuda untuk segara membentuk tentara.
Pembentukan tentara dengan tujuan realisasi rencana pengambilan alih kekuasaan
dari Jepang. Perdebatan terjadi, Adam Malik (golongan muda) lebih pada upaya
kekerasan jika memang diperlukan, sedangkan Soekarno (golongan tua) menghendaki
melalui perundingan dengan pihak Jepang.
Besoknya,
Jepang telah men”cium” ada ketidak-beresan terhadap rencana pemuda. Jepang
lebih dulu mengantisipasi hal tersebut dengan melucuti senjata baik dari Peta
maupun Heiho. Peta dan Heiho dipulangkan dengan tangan kosong dan menyurutkan
rencana pemuda tersebut.[5]
Lusanya,
22 Agustus kembali pemuda dan PPKI mengadakan pertemuan di Prapatan 10. Kali
ini agenda yang dibahas adala pembentukan Komite Nasional. Beberapa pemuda
tidak sepakat wadah PPKI, karena lembaga bentukan Jepang. Pemuda berharap harus
ada lembaga yang membantu presiden dan wakil presidennya dalam mengawal
revolusi lepas dari peran Jepang.
Soekarno
menerima masukan tersebut dan menerbitkan dalam sebuah pidato pada esok
harinya. Badan Keamanan Rakyat (BKR), Komisi Nasional Indonesia (KNI), dan
Partai Nasional Indonesia (PNI) dinyatakan berdiri. Sedangkan BKR berfungsi
menjaga keamanan yang terkoordinasi hingga ke daerah dibawah KNI daerah
masing-masing. Hal ini guna mengantisipasi konflik horizontal dengan tentara
Jepang.
Hasil
kebijakan Soekarno tersebut terdapat pro dan kontra dalam tubuh pemuda. Satu
sisi beranggapan Soekarno kurang tegas dilakoni oleh Sukarni dan Chaerul saleh.
Pasalnya, mereka sangat mendorong agar yang dibentuk adalah tentara, bukan
sekedar badan keamanan. Sedangkan di sisi lain yaitu Eri Sudewo berpendapat
berbeda. Eri beranggapan tindakan Soekarno telah tepat.
Tidak
berakhir sampai di situ, Sukarni dan Chaerul Saleh memisahkan diri dari
Prapatan 10. Disamping itu juga tetap memakai nama KvA namun berpusat di
Menteng 31. Meskipun diantara mereka berbeda pendapat namun masih berupaya satu
tujuan untuk memperkuan posisi kemerdekaan Indonesia baik secara internal
maupun pada pihak asing.
Mereka
kembali bersatu dalam upaya merencanakan RRLI yang awalnya akan dilaksanakan
pada 16 September. Hal itu dilatari oleh suasana semakin genting. Jepang
menyebarkan pamflet tentang larangan demo dan berkumpul lebih dari lima orang.
Atas kondisi tersebut Soekarno berpendapat agar penyelenggaraan RRLI ditunda.
Adapun
dipilihnya agenda RRLI ini tidak datang dengan sesuatu yang baru. Pada akhir
Agustus maupun pertengahan bulan September adalah moment yang biasanya
digunakan untuk hari-hari kenegaraan. Sepertinya tanggal 31 Agustus biasanya
dilakukan perayaan atas hari kelahiran ratu Belanda, Wilhemina. Selain itu 11
September 1944, rapat raksasa pernah dilakukan untuk menyampaikan pada khalayak
perihal janji kemerdekaan dari menteri Koiso.
Begitu
pula moment proklamasi juga rancananya di Ikada namun dipindahkan ke kediaman
Soekarno, jalan Pegangsaan Timur No 56. Dan yang terbaru saat itu adalah rapat
raksasa di Ikada 31 Agustus oleh Suwiryo yang mengadakan pengucapan ikrar setia
dari pegawai pemerintah pada Republik Indonesia. Jadi secara lokasi lapangan
Ikada/lapangan gambir tidak diragukan lagi menjadi pusat dari antusias warga
pada masa itu.
Namun,
penyelenggaraan RRLI mendapat hambatan dari Jepang. Seperti Sebelumnya Jepang
telah menyebarkan selebaran berisi tentang pelarangan melakukan kegiatan yang
memicu situasi chaos. Oleh karena itu Jepang melakukan beberapa upaya
yang diantaranya meminta pihak rapublik yaitu Soekarno membatalkan RRLI dan
mengerahkan aparat keamanan Jepang untuk berjaga.[6]
Soekarno
menanggapi permintaan Jepang untuk membatalkan rencana itu dalam rapat besoknya
jam 10.00. Namun, pemuda dalam hal ini inisiatif Sukarni mengambil tindakan
berbeda. Dalam siaran radio yang dia sampaikan bahwa RRLI tetap dilaksanakan.
Penyebaran informasi tidak hanya wilayah Jakarta tetapi hingga Bogor dan
Sukabumi.
Hari
yang Dinantikan
Pada
paginya hari H, rakyat sudah pada berdatangan.dan tentara Jepang sudah siap
sedia di sekitar lapangan Ikada. Upaya Jepang dalam menghalau kedatangan
rombongan demi rombongan massa itu mengalami kesulitan. Walaupun ada yang
dicegah dan diingatkan bahwa acara dibatalkan, namun tidak mengubah antusias
warga untuk tetap datang dan berkumpul.
Sementara
rapat kabinet yang dimulai sejak pukul 10.00 tidak membuahkan kesepakatan
membatalkan RRLI. Namun permasalahannya adalah larangan Jepang dan upaya untuk
terciptanya ketertiban umum. Mencegah terjadinya konflik vertikal dengan tentara
Jepang adalah pertimbangan utama dalam rapat tersebut. Mengingat jika terpicu
konflik maka korban akan banyak yang berjatuhan dari tangan rakyat.
Meskipun
pada dasarnya Soekarno tidak menolak RRLI ini, hanya saja sangat sukar untuk
dipenuhi baik tentang keamanan maupun larangan tegas dari Jepang. Namun hingga
pukul 15.00, kondisi massa belum meninggalkan dilapangan Ikada. Hal ini memaksa
Jepang untuk memberikan izin pada Soekarno untuk menghadiri RRLI sekedar untuk
membubarkan massa. Jepang memberi waktu 15 menit agar Soekarno membubarkan
massa. Selain itu pemuda Menteng 31 beserta lapisannya seperti Barisan Pelopor
dan Angkatan Pemuda Indonesia memberikan jaminan keselamatan pada
Soekarno-Hatta dan segenap menterinya.[7]
Atas
dukungan itu akhirnya Soekarno menyanggupi dan menghadiri RRLI dengan kawalan
dari para pemuda. Kondisi lapangan Ikada yang saat itu sudah ramai oleh rakyat
dari berbagai wilayah bersorak gembira atas kedatangan Soekarno. Dua mobil
disertai pengawalan motor sebagai pembuka jalan cukup rapi dan tertib
mengantarkan Soekarno ke podium. Waktu 15 menit yang diberikan Jepang digunakan
Soekarno hanya 5 menit dalam pidatonya yang berisi:
“Saudara-saudara
harap tinggal tenang dan tentram. Dengarkanlah perkataan saya. Sebenarnya Pemerintah Republik
Indonesia telah memberikan perintah untuk membatalkan rapat ini, tapi karena
saudara-saudara memaksa, maka saya datang ke sini lengkap dengan
menteri-menteri Pemerintahan Republik Indonesia. Saya bicara sekarang sebagai
saudaramu, bung Karno. Saya minta saudara-saudara tinggal tenang dan mengerti
akan pimpinan yang diberikan oleh Pemerinatahan Republik Indonesia.
Saudara-saudara,
saya sebagai presiden, saudara Hatta sebagai wakil presiden, menteri-menteri,
kita semua bersedia bertanggung jawab kepada seluruh rakyat Indonesia. Karena
itu kami minta kepercayaan rakyat Indonesia.
Kita sudah
memproklamirkan kemerdekaan Indoensia. Proklamasi itu, tetap kami pertahankan,
sepatahpun tidak kami cabut. Tetapi dalam pada itu, kami sudah menyusun suatu
rancangan. Tenang, tentram, tetapi tetap siap sedia menerima perintah yang kami
berikan. Kalau saudara-saudara percaya kapada Pemerintahan Republik Indonesia,
yang akan mempertahankan proklamasi kemerdekaan itu walaupun dada kami akan
robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kapada kami. Dengan tunduk
kepada perintah-perintah kami dengan disiplin.
Sanggupkah
saudara-saudara? Perintah kami hari ini, marilah sekarang pulang semua dengan
tenang dan tentram; ikutlah perintah presidenmu sendiri tetapi dengan tetap
siap sedia sewaktu-waktu.
Sekali lagi
saudara-saudara, perintah kami, marilah kita sekarang pulang semua dengan
tenang dan tentram; tetapi dengan tetap sedia. Saya tutup rapat ini dengan
salam nasional “MERDEKA”.[8]
Dengan
begitu berakhirlah rapat raksasa tersebut. Peserta rapat mengiringi kepergian
Soekarno meninggalkan lapangan. Iringan tersebut bahkan sampai mobil Soekarno
menghilang dari pandangan menuju ke kediamannya di Pegangsaan Timur. Di tengah
iringan tersebut terdapat aksi yang heroik dilakukan oleh pemuda Makassar yaitu
Kahar Muzakkar. Kahar menghalau bayonet-bayonet[9]
Jepang dengan golok ditangannya untuk melindungi Soekarno.
Kehadiran
Soekarno memecah suasana namun dapat dikendalikan. Sosok tokoh yang digelari
singa podium itu dapat menenangkan rakyat dengan suaranya. Pidato pendek
sekitar 5 menit di tengah keramaian massa berhasil menjadi pesan langsung dari
pemerintah pada rakyatnya.
Pasca
RRLI
Tentu
saja pihak Jepang tidak senang dengan terjadinya RRLI ini. Hari berikutnya
beberapa markas pemuda digrebek termasuk Menteng 31 oleh tentara Jepang, Kempetai.
Beberapa diantara mereka ditangkap dan dibawa ke pejara Bukitduri. Jepang
beranggapan biang keladi dari RRLI adalah pemuda Menteng 31 yang masih
menyisakan banyak barang bukti seperti pamplet, bendera, spanduk, dan senjata.[10]
Beberapa
pemuda yang ditangkap adalah
1.
Darwis
2.
A.H.
hanafi
3.
Aidit
4.
A.
Hanafroni
5.
Siddik
Kertapati
6.
Adam
Malik
Meskipun
masuk penjara pemuda ini tidak luput dari perkembangan informasi perkembangan
politik yang semakin memanas. Berkat kecerdikannya, tidak lama berada dipenjara
mereka berhasil melarikan diri.
Keseimpulan
Pelaksanaan RRLI
adalah momentun penting dalam bangsa ini. Banyak narasi yang terjadi dalam
mengukuhkan semangat rakyat. Meskipun tidak dalam satu pendapat namun satu cita
dalam memperjuangkan kemerdekaan. Keberanian pemuda bukan hanya terhadap
golongan tua namun juga pada Jepang. Berkat keberanian itulah pemuda
mengagendakan RRLI sebagai agenda kontra-strategis untuk memperkuat proklamasi.
RRLI berjalan
sesuai rencana walau mendapat hambatan dari Jepang. Di sini terlihat bahwa jiwa
kenegarawanan pemuda Indonesia tidak mudah menyerah atau menciut oleh
gertakan-gertakan pihak Jepang.
[1] Muda
atau pemuda di sini adalah kalangan generasi yang berumur 30 ke bawah.
[2] Badan
propaganda Jepang
[3] Hairkoto
Hatmanto, Skripsi: “Rapat Raksasa di Lapangan Ikada 19 September 1945 Pemuda
dan Masalahnya” (Depok:UI, 1983), Hal. 6.
[4] Soekarno
termasuk salah satu tokoh yang ikut mengisi materi ilmu Politik untuk kelompok
Menteng 31 ini.
[5] Hairkoto
Hatmanto,skripsi, op. Cit.
[6] S.
Brata, “Persiapan dan Tindakan”, Merdeka, 19 September 1977.
[7] Ahmad
Subardjo Djoyoadisuryo SH, “Mengenang Rapat Raksasa 19 September 1945”,
Merdeka, 17 September 1978”.
[8] Asa
Bafagih, “Atoom Rakyat Indonesia Hampir Meletoes! Mobil Berlapis Badja Dan
tentara Nippon Tidak Berdaja”, laporan wartawan Antara-Domei, 20 September
1945.
[9] Bayonet
sejenis belati yang dipasang diujung senapan. Kala itu jepang biasanya
menggunakan bayonet untuk membubarkan kerusuhan.
[10] Sudiyo,
“Belum Banyak Kalangan Generasi Muda Mengenal Gedung Menteng 31”, Berita Buana,
11 Juni 1976.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar