Pagi dimana aku masih
bersyukur dengan kesempatan panjangnya nafas ini. Rasa-rasa tidak pantas hidup
lagi dan seakan ingin merelaka semua yang akan dan sedang berlangsung. Pagi
begitu bodoh, aku membuang semua keresahan dengan mencari keresahan yang
mematikan otak sehat ini. Permainan tua yang sekarang menjadi wacana dalam
perang intelektual bodoh dalam sejarah. Menghabiskan waktu sia-sia dan pagi
yang indah menjadi tema dalam blog pribadiku.
Tepat 40 menit sebelum
jam 8, saya baru akan mempersiapkan keberangkatan ke akukampus sambil
mengingat-ingat “hari ini kuliah apa dan dimana?”. Inilah kebodohan yang hampir
setiap hari aku lakukan yang kemudian menjerumuskan menjadi kelompok manusia
terbuang.
Sepanjang perjalanan
berteman dengan orang satu atap tapi tidak tahu namanya. Senyum cerahnya
membuat aura positif pada raut wajah yang suram ini seakan tidak ingin
mengecewakannya dengan menanyakan “nama antum siapa ya?” atau “tinggal di pesma
kan?”. Entah kenapa aku termasuk orang yang bodoh dalam mengingan nama orang
tapi selalu bertemu orang yang ingat dengan nama saya. Kemungkinan besar ini
dosa yang tidak sengaja karena kecewa.
Perjalanan ke halte
bikun terasa sangat singkat dan pendek apalagi bagi saya menyenangkan menertawakan
kelemahan dari pendidikan dan profesi seseorang. Namun tak berapa lama ketemu
lagi dengan Youri yang kebetulan berpas-pasan di halte yang sama. Sikap ceria
dan aura positif itu pun saya tularkan dengan membawa pembincangan ringan. Bercakap
layaknya teman lama yang baru bertemu, ada aja yang menjadi percakapan baik itu tentang Islam,
diskusi, atau liqo.
Fisip pun sudah di
depan mata dan waktu menunjukan “anda telat ilham”. Meskipun begitu tidaklah
saya sadari bahwa keterlambatan ini akan membuat kurang nilai saya didepan
orang lain. Tidaklah saya hidup untuk orang lain tapi untuk saya sendiri dan
segala penilaian orang positif bagi saya karena diri saya sendiri adalah
negative.
Memasuki ruang kuliah yang hamper tidak ada aura kehidupan
ini membuat saya agak minder dengan banyaknya mahasiswa fisip yang berasal dari
jurusan politik. Jurusan yang menjadi cucuran keringat dan do’a saya namun
Allah berkata lain. Susah memang untuk mendapatkan jurusan itu untuk ilmu saya
yang sangat dangkat di masal lalu itu. Saat ini saya sejajar dengan mereka
walau sebagai pelajar tapi tidakkah jurusan saya juga bagus dan penting? Tidak
penting lah.
Singkat sekali kuliah
politik ini karena saya yakin semua data yang disodorkan berasal dari data
mentah berbagai sumber yang belum diolah dan ketika menglah membutuhkan peras
keringat dalam waktu yang lama. Melihat “Indonesia sebagai negara pemurah dan
baik hati” atau justru dibilang bodoh ini menjadi topik hangat dalam
pembincangan di dalam kelas. Pak Andrinof tidak lagi adalah pakar politik
merasa resah juga melihat perkembangan yang tidak maju pada Indonesia. Kenapa?
Karena negara di pimpin oleh orang-orang bodoh dan tamak.
Nilai harga manusia
sudah dapat dihitung oleh materi itu membuat aku muak. Manusia telah merasa
dirinya memiliki segala sehingga segala sesuatu bersifat materi bisa mengubah
cara pandang seseorang. Aku sadar materi itu sangat sulit bahkan suatu hal yang
mewah luar biasa dalam benak ini namun tidak ada artinya jika semua itu bukan
berasal dari usaha kita sendiri yang diambil dari kemampuan kita tanpa
mengorbankan sumber daya Indonesia yang seharusnya milik umum bukan kepemilikan
negara, kelompok, bahkan perorangan.
Tertawa-tertawa ruang
diskusi menguras semagatku dan solusi atas semua itu hanya satu yaitu “revolusi”.
Aku mencintai dan atas nama cinta aku menginginkan semua kembali pada pangkuan
sang Khalik dan pangkuan satu-satunya aku bisa pulang dengan damai. Kau tau?
Betapa sakitnya diri ini tak berarti bagiMu apalagi dipandang rendah oleh semua
orang. BANGUNKAN AKU DARI TIDUR PANJANGKU, SADARKAN AKU DARI MIMPI TENTANGMU,
……
Sumpah serapah selalu
aku sampaikan pada kebisingan dan kekotoran yang mememuakan dan membuat aku
diam dalam sesaat. Aroma menggoda yang tidak lepas dari arahmu membuat diri ini
bersalah dalam fitrahnya. Bumi yang yang semakin panas membakar hidupku yang
kau tau udara, pemandangan, kesombongan, kekompakan, kekayaan, dan banyak lagi
yang membuat dirinya mendapat kebisingan baik di fisip maupun di fib semua
sama.
Akhirnya ketenangan itu
datang di perpus pusat disebuah pojokan gelap dimana aku tidak melihat apa-apa
lagi dan aku menjadi orang yang asik dengan dunianya.
“taukah KAMU apa yang
aku pinta? Tuhan hanya kau yang bisa menolongku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar