Jumat, 19 Juli 2024

I am not in Good Condition 2012

Ada pertanyaan  yang mengganjal dalam hidup aku. Mungkin bukan pertanyaan yang bisa aku jawab begitu saja. Hanya saja, hal ini begitu mengundang rasa penasaran. Tidak peduli apapun jawabannya, saat ini pun jawaban itu tak penting lagi.

Kehidupan di kampus UI tahun 2012. Aku kayak menemukan orang sefrekuensi walau memiliki perbedaan pandangan dan lain hal-nya tentang berbagai hal. Namun ada pertalian pandangan yang membuat kimi to boku jadi ada bahan obrolan. Hal itu membuat aku merasa memiliki teman atau orang lain se-pemikiran di luar organisasi.

Ya, banyak teman-teman yang aku rasa kita bisa duduk bareng. tapi sebenarnya lebih ke sudut pandang yang aku ngerasa ngak cukup cocok dengan beberapa teman kampus termasuk satu jurusan.

Tapi ini beda, aku kayak merasa nyaman dan ingin bicara banyak walau tak tau harus mengeluarkannya seperti apa bunyinya. Karena ada berier etika, sopan santun, dan ke-akuisme kita yang membuat kita tampak asing. oleh karena itu, aku tak bisa berbuat banyak dan bersembunyi dari sifat ekspresi yang transparan. Bahkan, mungkin dia pun tidak tau seberapa kepo-nya aku pada pribadinya.😊

Aku tidak bilang dia adalah person, karena aku hanya melihat ruh bukan fisik apalagi materi. Satu-satunya yang bikin aku tertarik dan ingin dekat dengannya adalah pandangan/fikirannya. dia itu punya fikiran liar bahkan ada yang sisi wise. Tapi apapun itu aku kek melihat sudut pandang mengakar dalam kehidupan. Mereka meng'hibur'ku, dan hari-hariku menjadi berwarna. terlepas dia tau atau tidak setidaknya aku tidak menganggap diriku aneh di kehidupan yang multiculture ini.

Awalnya tertarik dan aku jadi suka. Aku tak bisa membayangkan kehidupan penuh perdebatan tapi lebih tak juga pernah membayangkan kehidupan tidak ada perdebatan. Kadang sekecil apapun itu menjadi pertanyaan serius dalam hidup. Walau tidak selesai namun tidak berarti berakhir, dia akan muncul terus menghantui hidup sampai pertanyaan itu terjawab sudah. Begitu pun aku, aku suka dan tak bisa menjawab pertanyaan itu bahkan sampai waktunya habis. Aku suka tapi aku tak cukup memiliki kemampuan untuk memberikan jawaban terhadap sesuatu yang tak kasat mata. Semua pentanyaan itu hanya metafisis yang menghantui hari-hariku.

Sering aku mencoba untuk melupakannya ngak cuma pertanyaannya maupun upaya mencari jawaban. Karena bagaimana pun juga aku lemah. Ya itu mungkin jawabannya. Aku tak cukup mampu untuk menjawabnya bahkan lebih cendrung lari😢.

Aku tau aku tidak semakin mendekati dia meskipun sering sekelas. Aku tau aku tak setara dengannya, aku tak cukup kuat atau mampu. Namun aku setidaknya ingin mengucapkan perasaan aku yang nyaman dengannya. Tapi aku tak mau, tak mau setan hadir dan membuat ini tidak ada gunanya.


"Mungkin tidak semua pertanyaan butuh ada jawaban. Meskipun ada, tak ada yang menginginkannya"

-Perfect Number

Kamis, 25 Januari 2024

Pemilu Batil: Tolak Demokrasi, Kembali Pada Perintah-Nya?

 


Berhentilah berjuang dan bertengkar dalam sistem politik Demokrasi. Karena kita menang atau pun kalah sama-sama buruk. Kita akan jadi bara atau jadi arang. Kemenangan berujung keterikatan diri dengan UU yang harus mengabaikan Titah Tuhan. Dengan sengaja kita menghianati keterikatan dengan Tuhan yang sudah lebih dulu adanya. Jika kalah, kita tetap sudah berkhianat untuk suatu materi dunia yang menjerumuskan banyak orang.

Iman pada Tuhan itu lurus seperti cinta. Ketika kita mencintai seseorang kita menerima konsekuensi dan berkorban untuk terbentuknya asimilasi yang tercipta tanpa menyakiti orang yang dicintai. Seharusnya iman pun demikian, Ketika kita memeluk Islam maka sudah seharusnya kita menerima segala konsekuensi dan melakukan asimilasi kehidupan dengan bagaimana Islam mengatur kehidupan seorang muslim.

Kadang kita merasa iman kita ini tidak lurus bahkan tak pernah ada. Namun, bukankah itu proses pendewasaan diri dalam hidup untuk menjadi lebih baik. Kembali sebelum hancur, bertobat sebelum berakhir. Jangan sampai terlambat atau berakhir dikala buruk, hancur, dan berkhianat pada Tuhan. Kita sama-sama saling mengingatkan diri tentang absolutisme iman bahwa tidak ada titah yang lebih utama dari Titah Tuhan demi kelurusan iman.  

‘Aku hanyalah serpihan kaca bahkan butiran debu’. Ya dan iya, itulah aku, kamu, dan kita. Bahkan kita tak berarti apa-apa dibandingkan jagat raya ini. Tapi, Tuhan menciptakan kita dalam satu maksud, jalan menuju mencari maksud tersebut tentunya iman yang tak berkhianat. Kita harus beriman untuk mencari maksud Tuhan menciptakan kita dan takdir ini. Setidaknya dengan memungkiri demokrasi, kita menjadi bagian dari orang-orang yang berusaha meluruskan iman demi menemukan eksistensi diri.

Tolak demokrasi menjadi bagian penting dalam hidup bernegara, bahwa kedaulatan manusia seharusnya diberikan pada aturan Tuhan. Karena Tuhan pencipta, Tuhan pembuat alam semesta, dan Tuhan berkehendak dalam Titah-Nya. Maka sudah seharusnya aturan hidup berbangsa dan ber-internasionalisme diatur dalam satu Titah Tuhan. Dengan begitu, kita tidak hanya melihat eksistensi kita di dunia tetapi juga meluruskan masa depan umat manusia seperti kehendak Tuhan yang menuntun ke katastropis akhir-Nya. Kemenangan untuk kita semua.