Beberapa
minggu dulu terdapat somasi yang dilayangkan oleh Luhut Binsar Panjaitan
(selanjutnya disingkat LBP) kapada seorang aktivis kemanusiaan, Haris Azhar.
Somasi ini mempertanyakan maksud dari tuduhan Haris terhadap LBP yang dikatakan
‘bermain’ di Papua. Somasi ini merupakan reaksi dari sebuah video rekaman
youtube yang membahas tentang ekonomi – politik militer di Timika, Papua. Dalam
rekaman video tersebut, Haris beberapa kali menyebut nama LBP sebagai ‘lord
Luhut’ yang diduga terlibat dalam bisnis ekonomi-politik militer di Papua.
Bisa saja delik yang dimaksud LBP
ada benarnya, namun ada fakta yang jelas secara tidak langsung diakui oleh
dirinya, yaitu keterlibatan militer dalam bisnis di Papua yang berlarut-larut.
Meskipun bukan Luhut yang ‘bermain’, namun menghadapi rakyat sipil dengan
militer itu suatu upaya yang jelas menciptakan kondisi aman dengan senjata.
Tidak mengherankan kedepan akan terjadi perlawanan oleh rakyat Papua.
Peristiwa
penyerangan Posramil Kisor
Pada kamis malam (2/9) sekelompok
orang tak dikenal menyerang Posramil Kisor, kabupaten Maybrat, yang menyebabkan
menewaskan 4 personil tantara. Penyerangan dilakukan secara brutal dan
tiba-tiba sekitar pukul 4 dini hari oleh puluhan orang tak dikenal. Posramil
Kisor lumpuh dan 5 orang dari anggotanya berhasil menyelamatkan diri.
Diperkirakan oknum yang melakukan penyerang sekitar 30 orang dengan senjata
tajam dan langsung menyerang beberapa aparat yang sedang bertugas.[1]
Peristiwa
tersebut ditanggapi oleh Pangdam Kasuari, Mayor Jenderal TNI I Nyoman Cantiasa,
dengan keterangannya marah-marah saat konferensi pers siang harinya di Markas
Kodam Kasuari XVIII, Manokwari. Dalam tanggapannya, beliau memerintahkan
komandan Korem Sorong untuk melakukan pengejaran pelaku yang masuk ke hutan. [2] Status pelaku yang disematkan pada kelompok
tersebut adalah Kelompok Separatis Teroris (KST) yang menjadi adil bagi TNI
untuk terlibat.
Anggota
komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi, berkomentar meminta pemerintah untuk
serius dalam menghadapi KST. Perlu evaluasi dan kiranya perlu dilakukan
penambahan personel setiap pos keamanan. Karena kedepannya akan diselenggarakan
PON XX di Papua.[3]
Maka sangat diperlukan kondisi aman di sana agar pesta olahraga dapat berjalan
dengan lancar.
Gubernur Papua barat, Dominggus
Mandacan, mendukung sepenuhnya upaya aparat dalam pengejaran dan penangkapan
KST. Dalam hal ini dilakukan oleh Pangdam dan Kapolda Papua Barat. Beliau
mengharapkan masyarakat Maybrat dan sekitarnya untuk tidak cemas dan tidak
terprovokasi.
Setidaknya tiga lembaga negara
mendesak untuk segera menuntaskan masalah papua dengan pendekatan militer.
Sedangkan di sisi lain, pihak yang disebut KST atau Kelompok Kriminal Separatis
Bersenjata (KKSB)[4]
oleh TNI atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)[5] oleh Polri menamakan
dirinya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka
(TPNPB-OPM) yang justru meminta pemerintah bertindak sebaliknya. Dalam Video
yang beredar, Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, mengaku bertanggung jawab
atas peristiwa Kisor. Dan menghimbau agar pendatang segera meninggalkan wilayah
Perang terutama di Sorong. Sebby juga meminta pemerintah untuk menghentikan
operasi militer di pemukiman warga. Karena terdapat kasus pasukan TNI maupun
Polri terlibat dalam pembakaran rumah-rumah warga.[6]
Masalah
Pemdekatan Militer Papua
Tampak tidak adil jika kita menerima
begitu saja menerima informasi dari pemerintah maupun dari TPNPB tanpa melihat
kondisi dilapangan. Beberapa Lembaga independent mencatat bahwa memang terjadi pendekatan
militer dan juga terjadi pelanggaran kemanusiaan. Perkumpulan Advokat Hak Asasi
Manusia (PAHAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) Papua, mencatat sepanjang Januari hingga Desember 2020 terjadi 63
peristiwa kekerasan militer yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang mengakibatkan 304 warga sipil
Provinsi Papua maupun Papua Barat menjadi korban.[7]
Laporan dari lembaga independen
seperti konstras menuliskan banyak terjadi pelanggaran HAM. Berdasarkan laporan
kontras, pelanggaran kemanusia oleh TNI tercatat sebanyak 63 kasus, Polri 70
kasus, dan operasi gabungan TNI – Polri sebanyak 8 kasus. Namun jarang terdapat
tanggapan media maenstream dalam membela rakyat Papua yang mengalami penindasan
oleh TNI-Polri.
Dalih
pemerintah Republik Indonesia mengirim pasukan dalam pendekatan militer ke
tanah Papua merupakan bagian dari upaya menciptakan rasa aman untuk rakyat
Papua. Namun, hal itu perlu diuji kembali. Karena justru yang terjadi
dilapangan adalah kondisi yang semakin mencekam antara aparat dengan TPNPB.
Tidak jarang terjadi praktek-praktek pelanggaran HAM pada masyarakat local.
Kondisi ini malah menyebabkan Papua menjadi tempat yang tidak aman terutama
dibeberapa lokasi pos militer. Kondisi baku tembak yang diciptakan menyebabkan
warga perlu mengungsi seperti warga Maybrat baru-baru ini. Dalam penumpas TPNPB
kenyataannya banyak warga sipil yang kemudian menjadi korban atas tindakan
aparat militer.
Anehnya
informasi berapa jumlah aparat di Papua dirahasiakan. Beberapa Lembaga
pemerintah mengaku tidak mengetahui angka pasti banyaknya aparat. Hal itu
karena sturktur militer miliki komando khusus dari markas militer pusat. Baik
lembaga independen, pemerintah daerah, ataupun DPRD tidak mendapat keterangan
dari Pangdam Kasuari terkait jumlah pastinya. Sehingga banyak spekulasi lembaga
berasumsi terkait jumlah aparat.
Dalam catatan Tempo & KontraS,
pada tahun ini saja, paling tidak ada 2.032 aparat (TNI & POLRI) yang sudah
dan akan ditempatkan di beberapa penjuru Papua untuk berbagai tujuan. Sebagian
besar personil (TNI & POLRI) tersebut tergabung dalam Operasi Nemangkawi[8] periode 01 Januari-30 Juni
2021. Sebagian lain tergabung dalam pasukan pengamanan Polsek, pengamanan
konflik sosial, pengamanan PT Freeport Indonesia, dan pengamanan Pilkada.
Jumlah tersebut belum termasuk sekian banyak prajurit TNI yang dikirim ke Papua
untuk berbagai keperluan. Misalnya, dalam satu keberangkatan saja, ada 1.350
prajurit yang sengaja dikirim untuk mengamankan perbatasan RI-Papua Nugini. [9]
Anomie
Tindakan
Negara terhadap Rakyat Papua disinyalir bertentangan dengan hukum. Karena tidak
berdasarkan prosedur sebagaimana yang tertulis di UU. UU Nomor 34 Tahun 2004
Tentang TNI terkait pengerahan kekuatan TNI Pasal 17 menyatakan:
(1)
Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
(2)
Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden
harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
Pasal
18:
(1) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi
ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung
mengerahkan kekuatan TNI.
(2)
Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan
kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)
Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Presiden harus menghentikan
Sampai saat ini, Presiden Republik
Indonesia belum menerbitkan Keputusan Presiden yang disetujui oleh DPR RI.[10] Oleh karena itu kondisi
pengerahan pasukan militer di Papua merupakan kondisi yang Anomie. Meskipun
begitu presiden tetap tidak menghentikan pengiriman militer di Papua.
Klimaks
TPNPB, OPM, dan aktifis ikut dalam
memberikan perlawanan pada negara Republik Indonesia. OPM mendapat dukungan
dari masyarakat luar negeri. OPM justru mendapatkan tempat di negara seperti
Australia contohnya. OPM tidak disandingkan dengan kelompok pemberontak tetapi
sebagai freedom fighter atau pejuang kemerdekaan. TPNPB tidak lagi
main-main dalam gerakannya. Tentara Papua ini menantang TNI untuk perang yang
kerap kali disampaikan. Seorang aktifis Indonesai mendukung Gerakan ini menjadi
orang yang di cari oleh pemerintah, sebagaimana yang terjadi pada Veronika
Koman.
Islam
Menjaga Keadilan dan Keamanan Bernegara
Kehidupan bernegara dalam Islam
menyiratkan penegakan hukum yang tegas dan adil. Sebagaimana dapat kita cermati
dalam carita seorang Yahudi dengan Gubernur Mesir, Amr bin Ash. Ketika rumah si
Yahudi berupa gubuk reot diusik, gubernur ditegurlah oleh khalifah dengan
sepotong tulang dengan huruf alif diatasnya. Hal itu menyiratkan bahwa keadilan
harus ditegakkan meskipun hanya untuk seorang non-muslim miskin yang sudah
renta.
Jika pun terjadi pergolakan dalam
negeri seperti Papua, kekhalifaan memiliki Departemen Keamanan Dalam Negeri
atau Da’irah al Amni ad Dakhili. Sebagaimana Namanya, departemen ini
memiliki fungsi dalam menciptakan keamana dalam negara. Jika diibaratkan
Indonesia perannya adalah seperti Polisi. Hanya saja bedanya, tidak
diperkenankan departemen keamanan memiliki binaan atau ormas, tidak juga
dibenarkan anggota departemen memiliki DL atau dinas luar. Serta pelayanan
keamanan yang diberikan oleh departemen sifatnya gratis atau tidak dibenarkan
memungut biaya. Hal itu karena sudah menjadi tugas negara dalam memberikan
keamanan dalam negeri.
Ancaman melawan negara dalam upaya
separatisme seperti Papua, sudah tentu menjadi bidang tugas dari Departemen
Keamanan Dalam Negeri. Depertemen bertindak selama hal tersebut bisa ditangani,
yaitu Ketika ancaman sifatnya kecil. Namun jika ancaman sudah berskala besar,
departemen meminta bantuan pada khalifah untuk menurunkan militer. Jika masih
kurang departemen bisa meminta khalifah untuk menurunkan pasukan yang lebih
besar lagi. Oleh karena itu peran departemen ini dalam menciptaan keamanan
dalam negeri harus mendapat mandate seizin dan sepengetahuan khalifah.
Kesimpulan
Pengiriman
militer ilegal di Papua tidak hanya mengusik satu orang saja tapi juga beberapa
masyarakat adat Papua. pemerintah sudah lama melakukan pendekatan militer di
Papua. Dan tidak ada itikat untuk membuka ruang diskusi dengan masyarakat adat.
Menurut warga Papua yang umum terjadi dalam pertambangan karena adanya ‘tipu-tipu’
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang menyebabkan tanah adat
mereka ada dalam surat HGU, WIUPK, HTI dan lain sebagainya. Seabagaimana yang
terjadi hari ini terhadap izin terhadap Blok WABU dan izin lahan sawit Korindo
yang jelas merusak tanah adat dan lingkungan.
[1]
Tempo, “Keonologi Penyerangan Pos Koramis Kisor dikeroyok saat Gelap” diakses
pada 12 September 2021 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210902210730-20-689091/kronologi-penyerangan-pos-koramil-kisor-dikeroyok-saat-gelap
[2] Jpnn.com,
Hans Arnold Kapisa, “Pangdam Kasuari Posramil Kisor di serang KST”, diakses
pada 12 September 2021, https://www.antaranews.com/berita/2366734/pangdam-kasuari-posramil-kisor-diserang-kst
[3] “4
Anggota TNI AD Gugur, Bobby: Perlu Peningkatan Personel tempur di Pos Militer”,
diakses pada 12 September 2021, https://www.jpnn.com/news/4-anggota-tni-ad-gugur-bobby-perlu-peningkatan-personel-tempur-di-pos-militer
[4]
Lihat Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 1, Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004
Tentang Tentara Nasional Indonesia.
[5]
Lihat pada pasal 13 huruf a dan huruf b UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Republik Indonesia
[6] Agung
Sandy Lesmana, “TPNPB-OPM: Kami Peringatkan Pendatang Segera Tinggalkan Wilayah Perang di Sorong”, diakses pada 12 September
2021, https://www.suara.com/news/2021/09/07/133419/tpnpb-opm-kami-peringatkan-pendatang-segera-tinggalkan-wilayah-perang-di-sorong
[7]
Belau, Arnold, “Victor Yeimo: Dalam Tiga Tahun Negara Sudah Kirim 21 Ribu
Anggota ke Papua”, diakses pada 12 September 2021 dari
https://suarapapua.com/2021/03/14/victor-yeimo-dalam-tiga-tahun-negara-sudah-kirim-21-ribu-anggota-kepapua/
[8] Satuan
tugas Nemangkawi merupakan operasi gabungan personel TNI-Polri yang bertugas
untuk memberangus Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
[9]
Belau, Arnold, “Victor Yeimo: Dalam Tiga Tahun Negara Sudah Kirim 21 Ribu
Anggota ke Papua”, diakses pada 22 Juni 2021 dari
https://suarapapua.com/2021
/03/14/victor-yeimo-dalam-tiga-tahun-negara-sudah-kirim-21-ribu-anggota-kepapua/
[10] Emanuel
Gobay & Johnny T. Wakum, Pendokumentasian Kasus Pelanggaran HAM Berat dari
Tahun 2018-2020, (LBH Papua-YLBHI, 2020).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar