sebuah pemikiran mendalam yang saya ikuti ketika mengikuti PFPM (pengantar Filsafat Pemikiran Modern) bersama pak fristian di kelas 7. seperti biasa saya selalu tertarik dengan hal-hal berbau pemikiran ini karena pemikiranlah yang membuat orang itu berbeda-beda dan pola pikir yang berbeda pola.
hampir setiap pertemuan saya berada ditempat duduk terdepan dan dekat dengan tu dosen. walau masih muda dosen ini memiliki pengetahuan luar biasa super sehingga beliau sering memberika gambaran yang sulit, walaupun saya tetap susah untuk mengertinya. khusus rabu minggu kemaren aku merasa ada tekanan batin ketika berhadapan dengan kekuatan kalimat yang dilontarkan oleh dosen tersebut tidak lain adalah beasiswa yang diterima dari pemerintah itu adalah hasil rampokan untuk si miskin.
coba bayangkan orang Indonesia yang dikenakan pajak adalah orang kaya kemudian pajak itu disubsidikan untuk pendidikan si miskin berserta uang sakunya dalam pendidikan tersebut. sedangkan si kaya harus membayar mahal kuliah di UI (misalnya) 6 jt tapi si miskin bisa kuliah tanpa di pungut biaya (dikasih uang saku lagi). si kaya dan si miskin belajar di istitusi yang sama yaitu ptn UI namun si kaya bayar, si miskin tidak namun mereka dapat perlakuan dan pendidikan yang sama di institusi tersebuat.
pertanyaan besar bagi kita, jadi "siapakah yang perampok dan siapa yang merampok?" jawabannya sudah jelas yaitu "si miskin".
anda sebagai pelajar akademis pasti mengerti perasaan yang saya hadapi saat itu, terlepas dari semua tuntukan saya pada keadilan negara dan tuntutan hak saya mendapat pendidikan sesungguhnya saya menangis karena negara ini "merampok untuk masa depan saya".
demi masa depan yang lebih baik, demi harapan kebersamaan, demi harapan tunas bangsa, biaya pendidikan saya telah ditanggung dari SD hingga kuliah sekarang. tanpa adanya "sistematika perampokan legal" ini, belum tentu saya bisa dapat melanjutkan kuliah.
mungkin ini pernah saya tanamkan saat ilhamdi kecil di masa silam sana tengah sibuk belajar bahwa "perpolitikan Indonesia makin hari makin rusak, saya harus menghentikannya walaupun harus mencabut hingga akar-akarnya"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar