1. Pemisahan Partai dengan Kepentingan Negara
Check and Balance Tidak Berjalan karena Pelekatan Partai Politik dengan Pemerintahan
-
Masalah Utama:
-
Fungsi pengawasan DPR terhadap eksekutif sering melemah karena adanya power sharing atau koalisi gemuk. Hampir semua partai besar masuk pemerintahan, sehingga DPR cenderung kehilangan fungsi oposisi.
-
Sistem presidensial di Indonesia pada praktiknya tercampur dengan logika parlementer, karena partai politik lebih mementingkan akses pada kekuasaan ketimbang menjaga mekanisme kontrol.
-
-
Implikasi:
-
Melemahkan prinsip check and balance.
-
Kebijakan pemerintah jarang ditantang secara serius.
-
Akuntabilitas publik berkurang.
-
-
Arah Regulasi yang Dapat Didorong:
-
Pemisahan lebih tegas antara partai dan pemerintahan, misalnya:
-
Membatasi jumlah kursi menteri yang boleh diisi kader partai.
-
Membentuk regulasi yang mewajibkan sebagian partai tetap berada di luar pemerintahan (model loyal opposition seperti di sistem parlementer).
-
Reformasi undang-undang kepartaian agar tidak hanya berorientasi pada office seeking (jabatan), tetapi juga policy seeking (kebijakan).
-
-
2. Juru Bicara DPR (Keterwakilan oleh Orang Bodoh)
-
Masalah Utama:
-
Kualitas anggota DPR sering dipertanyakan, terutama dalam kapasitas intelektual, etika publik, dan pemahaman kebijakan.
-
Sistem rekrutmen caleg masih berbasis popularitas, finansial, atau kedekatan elit, bukan meritokrasi.
-
-
Implikasi:
-
Representasi rakyat bisa jatuh ke tangan orang-orang yang tidak kompeten.
-
Fungsi legislasi dan pengawasan tereduksi jadi sekadar formalitas.
-
Kepercayaan publik pada DPR menurun.
-
-
Arah Regulasi yang Dapat Didorong:
-
Standarisasi Tinggi untuk Anggota Dewan/Caleg:
-
Membuat fit and proper test bagi caleg (seperti untuk calon hakim atau pejabat publik strategis).
-
Persyaratan akademik atau rekam jejak integritas yang lebih ketat.
-
Pendidikan politik wajib dan sertifikasi untuk kader partai sebelum bisa maju.
-
-
Transparansi rekam jejak calon legislatif melalui sistem public candidate review, sehingga rakyat bisa menilai kualitas calon sebelum memilih.
-
3. Reformasi Pendidikan Polri Humanis (Supremasi Hukum)
-
Masalah Utama:
-
Polri sering dipersepsikan represif dan tidak konsisten dalam penegakan hukum.
-
Pendidikan kepolisian masih sarat dengan pendekatan militeristik dan kurang mengedepankan aspek hak asasi manusia.
-
-
Implikasi:
-
Menurunnya kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
-
Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
-
Potensi pelanggaran HAM dalam penegakan hukum.
-
-
Arah Reformasi:
-
Reformasi Pendidikan Polri:
-
Integrasi kurikulum HAM, demokrasi, dan mediasi sosial di sekolah kepolisian.
-
Pembiasaan pendekatan community policing (pemolisian berbasis masyarakat).
-
Mengurangi doktrin kekerasan, menekankan pendekatan humanis.
-
-
Supremasi Hukum:
-
Memperkuat regulasi agar Polri tunduk penuh pada prinsip due process of law.
-
Pembentukan lembaga pengawas eksternal yang independen untuk mengawasi tindakan polisi (seperti Independent Police Complaints Commission di negara lain).
-
-
📌 Kesimpulan:
Tiga isu ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih menghadapi masalah serius pada kelembagaan politik (partai & DPR) dan penegakan hukum (Polri). Tanpa reformasi struktural berupa regulasi tegas, demokrasi cenderung hanya prosedural, tidak substantif.